REVIEW BUKU “MADZAHIBUT TAFSIR”
A. Pendahuluan
Kaum Muslimin memiliki tradisi yang
khas dibandingkan umat agama lain yang memiliki kitab suci. Alquran, sebagai
kitab suci kaum Muslimin layaknya mata air yang tidak kering. Darinya kaum
Muslimin menimba berbagai hikmah yang diperlukannya untuk menjalani kehidupan.
Di dalam naungan Alquran, kreativitas keilmuan di kalangan umat tumbuh dan
berkembang dengan suburnya. Lahir kemudian cabang-cabang ilmu keislaman yang
telah beratus-ratus tahun memberikan manfaat bagi peradaban manusia.
Salah satu cabang ilmu terpenting berkaitan dengan Alquran adalah tafsir. Sejak
zaman Nabi sampai sekarang, tradisi penafsiran Alquran tidak pernah berhenti.
Berbagai corak tafsir pun diproduksi dari berbagai corak pemikiran. Sejarah
mengenal berbagai macam corak penafsiran baik yang semasa maupun berbeda zaman.
Berbagai corak tafsir itu kemudian mencoba dipotret dan dipetakan oleh
cendekiawan yang datang belakangan. Tercatat nama-nama seperti Muhammad Husain
al-Dzahabi dengan karyanya al-Tafsîr wa al-Mufassirûn (1961), Abû Yaqzhan
‘Athiyyah al-Jabûrî dengan kitab Dirâsah fi al-Tafsîr wa Rijâlihi (1971) dan
Abdul ‘Azhîm Ahmad al-Ghubasy yang menulis Târîkh al-Tafsîr wa Manâhij
al-Mufassirîn (1977) dan lain-lain. (hal.3)
Di Indonesia, ada beberapa buku yang membahas beberapa kitab tafsir seperti
Studi Kitab Tafsir yang ditulis oleh beberapa orang dosen Tafsir Hadits
Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Buku yang secara khusus
memeta-metakan berbagai corak pemikiran (madzhab) dalam bidang ini di antaranya
ditulis oleh Abdul Mustaqim dengan tajuk Madzahibut Tafsir; Peta Metodologi
Penafsiran Al-Qur`an Periode Klasik Hingga Kontemporer. Tulisan ini dimaksudkan
untuk mereview buku yang disebutkan terakhir.
Kajian tentang Madzahibut Tafsir sendiri menjadi mata kuliah wajib studi Tafsir
Hadits di berbagai perguruan tinggi yang membuka program studi Tafsir Hadits,
termasuk Universitas Ahmad Dahlan.
Terma madzahibut tafsir sendiri pertama kali diperkenalkan oleh Ali Hasan Abdul
Qadir yang menerjemahkan buku Die Richtungen der Islamischen Koranauslegung
karya Ignaz Goldziher ke dalam bahasa Arab dengan tajuk Madzahib al-Tafsir
al-Islami (1955).
B. Review
Buku Madzahibut Tafsir karya Abdul Mustaqim dan disunting oleh Hudalloh ini
pertama kali diterbitkan oleh penerbit Nun Pustaka Yogyakarta pada bulan
Februari 2003. Dicetak dalam 137+xviii halaman, termasuk pengantar penulis,
kata pengantar oleh Guru Besar Filsafat Islam dan Rektor IAIN (sekarang UIN) Sunan
Kalijaga Yogyakarta Amin Abdullah, isi, daftar pustaka, indeks, dan biodata
penulis.
Secara garis besar isi buku ini membahas tinjauan ontologis, epistemologis,
serta aksiologis dari madzahibut tafsir yang diuraikan dalam Bab I, disusul
dengan kategorisasi madzhab tafsir di dalam bab-bab selanjutnya. Bab II berisi
Madzahibut Tafsir periode Klasik, Bab III Madzahibut Tafsir Periode
Pertengahan, Bab IV Madzahibut Tafsir Periode Kontemporer, dan terakhir Bab V
yaitu Penutup.
Menurut penulis, munculnya madzahibut tafsir merupakan sebuah keniscayaan
sejarah. Sebab, setiap generasi ingin selalu “megkonsumsi” dan
menjadikanAlquran sebagai pedoman hidup, bahkan kadang-kadang sebagai
legitimasi bagi tindakan dan perilakunya. Penulis mengafirmasi Ignaz Goldziher
yang menyatakan bahwa setiap aliran pemikiran yang muncul dalam sejarah umat
Islam selalu cenderung untuk mencari legitimasi dan justifikasi dari kitab
sucinya (al-Quran) (hal. 4-5).
Secara rinci, faktor-faktor yang menyebabkan munculnya madzhab-madzhab tafsir
secara umum dapat dibagi menjadi dua, yaitu faktor internal (al-‘awâmil
al-dakhiliyah) dan faktor eksternal (al-‘awâmil al-khârijiyah).
Faktor internal adalah hal-hal yang ada di dalam internal teks itu sendiri,
yaitu:
Pertama, kondisi teks Alquran itu sendiri yang memungkinkan untuk dibaca secara
beragam. Dalam hal ini dikenal beberapa variasi bacaan Alquran yang dikenal
dengan sab’atu ahruf.
Kedua, kondisi objektif dari kata-kata (kalimah) dalam Alquran yang memang
memungkinkan untuk ditafsirkan secara beragam.
Ketiga, adanya ambiguitas makna dalam Alquran. Hal ini, misalnya disebabkan
karena adanya kata-kata musytarak (bermakna ganda), ataupun terdapatnya
kata-kata yang dapat diartikan secara hakiki maupun majazi.