Kajian orientalis terhadap al-Qur’an tidak sebatas
mempertanyakan otentisitinya. Isu klasik yang selalu diangkat adalah soal
pengaruh Yahudi, Kristian, Zoroaster, dan sebagainya terhadap Islam maupun isi
kandungan al-Qur’an (‘theories of borrowing and influence’). Ada yang
berusaha mengungkapkan segala yang boleh dijadikan bukti bagi ‘teori pinjaman
dan pengaruh’ tersebut, seperti dari literatur dan tradisi Yahudi-Kristian (semisal
Abraham Geiger, Clair Tisdall, dan lain-lain), dan ada pula yang
membandingkannya dengan adat-istiadat Jahiliyyah, Romawi dan lain sebagainya.
Biasanya mereka mengatakan bahwa cerita-cerita dalam al-Qur’an banyak yang
keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang mereka anggap lebih akurat.
Sikap anti-Islam ini tersimpul dalam pernyataan negatif seorang orientalis
Inggris yang banyak mengkaji karya-karya sufi, Reynold A. Nicholson: “Muhammad
picked up all his knowledge of this kind [i.e. al-Qur’an] by hearsay and makes
a brave show with such borrowed trappings–largely consisting of legends from
the Haggada and Apocrypha.” Walau bagaimanapun, segala upaya mereka ibarat
buih, muncul dan hilang begitu saja, tanpa pernah berhasil merubah keyakinan
dan penghormatan mayoritas Umat Islam terhadap kitab suci al-Qur’an, apatah
lagi membuat mereka murtad.[1]
Alasan penulis memilih tokoh ini karena buku karya
Toshihiko Izutsu ini menurut penulis merupakan sumbangan berharga dari Prof.
Izutsu terutama untuk ummat islam dan peminat studi etika religius pada
umumnya. Dan yang menjadi alas an juga bahwa adanya kesulitan bagi penulis
dalam menemukan referensi akan tokoh-tokoh lain yang membahas tentang Al-Qur’an
atau yang membahas judul lainnya.
Adapun
rumusan masalah dari latar belakang yang penulis paparkan di atas antara lain
adalah:
-
Bagaimana biografi Toshihiko Izutsu?
-
Bagaimana
metodologi penggunaan pendekatan semantik dalam karya Toshihiko Izutsu Relasi
Tuhan dan Manusia ?
-
Apa pengertian
dan fungsi semantik dalam metode penafsiran al-Qur’an ?
pemikiran Al-Qur’an yang sangat alami perlu bagi
kita untuk membedakan antara tiga lapis risalah normal. Dengan kata-kata lain
ada tiga kategori konsep etis yang berlainan dalam Al-Qur’an, yakni: yang mengacu dan menggambarkan sifat etis
dari Tuhan; kemudian yang menggambarkan berbagai aspek dari sifat manusia yang
fundamental terhadap Tuhan; dan yang mengacu kepada prinsip-prinsip dan
kaidah-kaidah tingkah laku yang mengatur hubungan etis diantara
individu-individu yang memilikinya, dan hidup di dalamnya, sebagai komunitas
agama Islam.[2]
Kelompok pertama tersusun dari apa yang dinamakan
“nama-nama Tuhan”: kata-kata seperti pemurah, penyayang, pengampun, adil,
agung, menggambarkan aspek khusus dari tuhan. Kelompok aspek-aspek ini yang
kemudian dikembangkan oleh para teolog kedalam sebuah teori atribut-atribut
ketuhanan dan yang bisa digambarkan secara jitu sebagai etika ketuhanan.
Kelompok yang kedua berkaitan dengan hubungan etis
mendasar antara manusia dan tuhan. Kemudia untuk kelompok yang ketiga berkaitan
dengan sikap etis dasar seorang manusia
terhadap sesamanya dalam komunitas. Tentu saja harus diciptakan dalam fikiran
bahwa tiga kelompok ini tidak berjauhan satu sama lain, tetapi sangat dekat
berhubungan. Dan ini disebabkan oleh fakta dasar bahwa pandangan dunia
Al-Qur’an secara esensial bersifat teosentris. Citra Tuhan meliputi seluruh
pandangan ini, dan tidak ada satu pun yang terlepas dari pengetahuan dan
pemeliharaanNYA. Ketergantungan dasar etika manusia pada etika ketuhanan timbul
dalam bentuk lebih pasti dalam versi berikut. Yaitu yang dengan jelas
menyatakan bahwa seseorang harus mencoba mengampuni dan memaafkan sesamanya,
karena Tuhan selalu siap memaafkan dan melimpahkan kasih sayang kepada
makhluknya.[3]
Adapun tujuan pembahasan dalam judul ini yaitu
mengungkap atau meneliti pemikiran Toshihiko Izutsu dalam karya-karya beliau
seperti konsep-konsep etika religius dalam Qur’an, etika beragama dalam Qur’an,
relasi Tuhan dan manusia, dan mungkin banyak yang lainnya, namun pada saat ini
penulis hanya mengambil referensi dari tiga judul buku karya beliau yang
tercantum di atas. Mulai dari kajian semantic Al-Qur’an, sejarah
istilah-istilah kunci Al-Qur’an, relasi ontologis antara Tuhan dan manusia,
prinsip-prinsip analisis semantic, dari aturan kesukuan ke etika islamik,
seperti konsepsi pesimistis kehidupan duniawi, semangat solidaritas kesukuan
dan lain sebagainya yang ada dalam pembahasan buku karya Toshihiko Izutsu.
Sekarang mudah sekali untuk melihat bahwa kata Al-Qur’an
dalam frasa “semantic Al-Qur’an” harus difahami hanya dalam pengertian
Weltanschauung. Al-Qur’an atau pandangan dunia Qur’ani, yaitu tentang visi
Qur’ani tentang alam semesta. Semantic Al-Qur’an terutama akan mempermasalahkan
persoalan-persoalan bagaimana dunia wujid di strukturkan, apa unsur pokok dunia
dan bagaimana semua itu terkait satu sama lain menurut pandangan pandangan
kitab Suci tersebut.[4]
Berbicara dalam istilah-istilah yang lebih umum,
ketika kata-kata tersebut diambil dari kombinasi baku tradisionalnya dan
ditempatkan kedalam sebuah konteks yang sama sekali baru dan berbeda, umum
diketahui bahwa kata-kata itu cenderung terpengaruh oleh perubahan tersebut.
Ini dikenal sebagai pengaruh konteks terhadap makna kata. Kadang dampak ini hanya
terasa pada perubahan tak kentara penekanan dan sedikit nuansa serta evokasi
emotif, tetapi yang lebih sering adalah perubahan drastic pada struktur makna
kata tersebut.[5]
BIOGRAFI TOKOH
Toshihiko Izutsu lahir di Tokyo, jepang,pada tanggal
4 mey 1914. Beliau professor pada lembaga studi kebudayaan dan linguistic,
Universitas Keio, Tokyo, dan Profesor tamu pada lembaga studi keislaman
Universitas McGill, dimana dia menghabiskan enam bulan setiap tahun untuk
mengajar teologi dan filsafat islam. Beliau wafat pada tanggal 1 juli 1993. Berasal
dari keluarga yang taat, dia telah mengamalkan ajaran Zen Buddhisme sejak
kecil. Bahkan, pengalaman bertafakur dari praktik ajaran Zen sedari muda telah
turut memengaruhi cara berpikir dan pencariannya akan kedalaman pemikiran
filsafat dan mistisisme. Pendek kata, suasana dan latar belakang keluarga telah
membentuk pemikiran Izutsu.
Karya-karya Toshihiko Izutsu antara lain yaitu:
dalam bahasa inggris; language and magic: studies in the magical function of
speech, Tokyo: Keio University,1956; the structure of the ethical terms
in the Koran, Tokyo, Keio University, 1959.(telah direvisi dalam bahasa
Indonesia yaitu “etika beragama dalam Qur’an”); kemudian karya lain
yaitu God and Man in the Koran: a
semantical analysis of the koranic Weltanschauung, Tokyo:Keio University,
1964: dan the concept of belief in Islamic theology, Tokyo: the Keio
Institute of cultural and linguistic studies, 1965.
Tokoh lain yang mempengaruhi pemikiran Toshihiko
Izutsu seperti Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams dan John A. Williams
yang merupakan sebagai penyunting keislaman McGill yang mana studi islam di
McGill ini bertujuan menyediakan serangkaian terbitan beberapa hasil karya yang
diteruskan pada lembaga studi keislaman McGill bagi para sarjana dan masyarakat
umum.
OBJEK MATERIAL TOKOH DAN FORMAL
Toshihiko
Izutsu dalam karya-karya dan pemikirannya menurut peneliti bahwa beliau
menggunakan Metode Analisa/ Analisis. Ada berbagai cara untuk seseorang untuk
mengetahui arti sebuah kata asing. Yang paling sederhana dan yang paling umum,
tapi sayangnya kurang sekali dapat diandalkan yaitu dengan mengatakan dengan
bahasa orang itu sendiri dengan kata yang sama artinya. Kata Gatte dalam
bahasa Jerman, misalnya, berarti sama dengan Husband dalam bahasa
Inggris. Dalam cara ini kata Kafir dalam bahasa Arab dapat diartikan
sama dengan penganut yang salah, zalim sebagai penjahat, dhab
sebagai dosa, dan lain sebagainya.
Dalam
Islam, sebagaimana akan kita lihat selanjutnya, salah satu dasar pikiran dari
belief adalah gratitude, thankfulness. Dan ini merupakan imbangan dalam
konsepsi al-Qur’an mengenai tuhan sebagai peramah, raja yang pemurah bagi semua
manusia dan semua makhluk, hal yang dalam Qur’an tak pernah jemu-jemunya
ditekankan tentang kebajikan tuhan yang maha kuasa yang sepenuhnya tak menuntut
balas apa saja yang Ia limpahkan kepada seluruh makhluk. Sebaliknya, manusia
berutang kepadanya untuk kewajibannya berterimakasih atas kasih saying dan
kebaikan-NYA.
Ketidaksesuaian
semantik antara kata-kata dan kesamaan artinya biasanya bertambah jika kita
beralih kepada wilayah eksistensi dimana mode visi yang unik cenderung
mendominir, dan dimana bahasa yang dibebani dengan tugas memantulkan dan
mengungkapkan ciri-ciri kehidupan bangsa yang sesungguhnya secara etis. Memang
kita mesti meletakkannya sebagai aturan umum bahwa sebuah kata yang lebih
ekspresif mengenai ciri etnis yang berakar mendalam dari kebudayaan tertentu,
maka lebih sulit kata itu diubah secara tepat kedalam bahasa lainnya.
Kata
kafir dalam al-Qur’an memperoleh arti sekunder sebagai orang yang tidak percaya
pada Tuhan, karna sangat sering timbul dalam kontras dalam kata mu’min, yang
berarti orang yang menganggap sesuatu sepenuhnya benar, dan kata muslim berarti
orang yang sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada kemauan Tuhan. Biasanya banyak
dibicarakan bahwa kategori semantik dari sebuah kata cenderung sangat kuat
dipengaruhi oleh kata-kata yang berdekatan yang termasuk dalam daerah
pengertian yang sama.
Salah satu contoh yang di
angkat beliau yaitu yang menekankan secara khusus pada sifat perlawanan yang
sangat kuat dan ulet terhadap agama yang terungkap dalam hal jahiliyyah.
“ dan ingatlah hari ketika orang-orang kafir dihadapkan ke neraka kepada
mereka dikatakan: kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan
duniawimu saja dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini
kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri
di muka bumi tanpa hak, dan karena kamu telah fasik, dan ingatlah Hud, saudara
kaum ‘Aat, yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di al-Ahqaf dan
sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan
sesudahnya dengan mengatakan; janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya
aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar. Mereka menjawab;, apakah
kamu dating kepada kami untuk memalingkan kami dari menyembah tuhan-tuhan kami?
maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika
kamu termasuk orang-orang yang benar. Ia berkata; sesungguhnya pengetahuan
tentang itu hanya pada sisi Allah dan aku hanya menyampaikan kepadamu apa yang
aku di utus dengan membawanya tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh”.
(Q.S. al-Ahqaaf,20-21/22-23).[1]
POKOK-POKOK PEMIKIRAN TOKOH
Dalam
buku Consciousness and Reality Makino Shinya, profesor kajian Islam
Jepang, menyatakan bahwa penelitian Toshihiko Izutsu menitikberatkan pada
masalah hubungan kesadaran dan realitas. Pencarian ini dilakukan melalui bidang
kajian Islam (Islamic studies), filsafat bahasa dan perbandingan
filsafat. Hakikatnya, karya Izutsu hendak menciptakan sebuah hubungan dialog
yang sejati di antara berbagai tradisi kebudayaan atau apa yang disebut oleh
Henry Corbin dengan “undialogue dans la metahistoirere” yang sangat penting di
dalam situasi dunia sekarang ini. Sejarah kemanusiaan memerlukan satu pemahaman
timbal balik di antara pelbagai bangsa dunia. Hal ini bisa diwujudkan – atau
sekurang-kurangnya bisa disusun – pada beberapa tingkat kehidupan yang berbeda.
Tingkat filsafat adalah salah satu daripadanya, yang menurut Izutsu merupakan
paling dasar. Ciri khas dari tingkat filsafat, tidak seperti tingkat
kepentingan manusia yang lain yang berhubung dengan situasi kontemporer dan
kondisi kekinian, memungkinkan “pemahaman timbal-balik” yang diwujudkan
di dalam bentuk dialog metahistoris. Bentuk dialog semacam ini, jika dilakukan
secara metodologis, dipercayai oleh Izutsu, bisa menghablur menjadi sebuah philosophia
perennis di dalam pengertian yang utuh. Karena dorongan filsafat daripada
pikiran manusia, tanpa mempertimbangkan usia, tempat dan bangsa, hakikatnya dan
akhirnya adalah satu.[1]
Sebagai seorang intelektual termasyhur, Izutsu menguasai
lebih daripada dua puluh bahasa asing. Dengan bakat cemerlang ini, dia bisa
melakukan penelitian pelbagai kebudayaan dunia dan menerangkan secara khas
kandungan dari beranekaragam sistem keagamaan dan filsafat melalui bahasa
asalnya. Ketika pada zaman sekarang terdapat kecenderungan untuk mempelajari
sesuatu secara khusus, ternyata bidang penelitiannya begitu luas berhubung
dengan prinsip-prinsip kebudayaan dunia. Dari sini, sintesis dari pelbagai
khazanah karya di seantero negeri melahirkan pandangan yang jauh lebih
menyeluruh dan tak lagi terkungkung dengan padangan sempit tentang ‘kebenaran’
dan keunikan sebuah tradisi tertentu.
Bidang kegiatan penelitian Izutsu
adalah sangat luas yang meliputi filsafat Yunani kuno dan filsafat Barat Abad
Tengah hingga mistisisme Islam Arab dan Persia, filsafat Yahudi, filsafat
India, pemikiran Confusianisme, Taoisme Cina, dan filsafat Zen. Keluasaan
pengetahuan sarjana tersebut pada gilirannya memungkinkan untuk melihat
persoalan tertentu dari pelbagai perpektif, sehingga akan melahirkan pandangan
yang menyeluruh tentang satu masalah. Di dalam karya-karyanya, dia menunjukkan
keaslian dan keunikan pemikirannya melalui penyusunan terhadap dasar-dasar
teoretis yang rumit yang pada saat yang sama didasarkan pada sebuah pengetahuan
yang luar biasa terhadap teks-teks utama yang cukup untuk meyakinkan para ahli
di dalam kajian masing-masing. Selain itu, saya menemukan banyak karangannya
yang disertakan dengan contoh-contoh keseharian sehingga memudahkan pembaca
untuk memahami konsep pemikiran yang abstrak. Tambahan lagi, di dalam beberapa
karyanya, dia kerap menggunakan diagram atau gambar dalam menerangkan sebuah
teori atau pemikiran.[2]
ANALISIS TERHADAP TOKOH
Kajian
al-Qur’an kontemporer yang dilakukan oleh para sarjana Barat di penghujung abad
ke-20 diwarnai oleh terbentuknya sebuah konsorsium guna membentuk The
Encyclopedia of the Qur’an yang berhasil terbit untuk pertama kalinya di tahun
2002 dengan dewan editorial yang dikepalai oleh Jane Dammen McAuliffe, dibantu
oleh beberapa nama terkenal seperti Claude Gilliot dan Andrew Rippin.
Kontributor dari ensiklopedi ini tidak hanya kalangan sarjana Barat, tetapi
juga melibatkan kalangan sarjana Muslim, bahkan sebagai dewan penasehat seperti
Muhammed Arkoun dan Nasr Abu Zayd. Beberapa nama orientalis generasi baru yang
tercatat dalam dewan penasehat adalah Gerhard Bowering, Gerald R. Hawting, Frederik
Leemhuis, Angelika Neuwirth, dan Uri Rubin. Selain mereka yang terlibat dalam
proyek Encyclopedia of the Qur’an, beberapa sarjana Barat yang konsern dalam
studi al-Qur’an kontemporer adalah Alan Godlas yang memusatkan kajiannya pada
perkembangan penafsiran corak mistik terhadap al-Qur’an, Herbert Berg, Fred M.
Donner, Gabriel Said Reynolds, Gregor Schoeler, Stefan Wild, dan masih banyak
lagi nama-nama yang banyak memberikan kontribusi pada perkembangan kajian
hermeneutika al-Qur’an dengan beragam coraknya.
Seperti sudah disuarakan sebelumnya
oleh T. Andrae, dalam kesarjanaan Barat sejak paruh pertama abad ke-20 muncul
pengakuan bahwa Islam didasarkan pada wahyu asli yang diterima oleh Muhammad.
Dari kalangan sarjana Katolik, Louis Massignon menegaskan bahwa melalui wahyu
asli yang diterimanya, Muhammad mampu menangkap keesaan Tuhan (tauhid).
Seiring dengan lengkapnya wahyu, Muhammad mengetahui bahwa asal usul bangsa
Arab merujuk pada figur Ismail yang disebut dalam Bible. Di sini, wahyu dalam
Islam bisa dianggap sebagai “jawaban misterius terhadap rahmat Tuhan dalam do’a
Ibrahim untuk Ismail dan bangsa Arab” yang tidak perlu dipertentangkan. Di
sini, semangat kesatuan (tauhid) yang dibawa
Massignon, tidak saja merefleksikan pandangannya terhadap keaslian yang sama
dari 3 agama semitik yang ada, tetapi juga menemukan kecocokan agama Katolik
yang dianutnya dengan doktrin Islam tentang tasawwuf. Satu kritik yang
menandaikelemahan penelitian Massignon tentang tasawwuf dalam bukunya Passion d’ al-Hallaj
adalah lantaran pribadi al-Hallaj sendiri dianggap sebagai figur marjinal dalam
Islam.
Menurut
Muhammad Syahrur, sejak
orientalis asal Jepang, Toshihiko Izutsu (1914-1993) pertama kali menerbitkan
karyanya, Ethico-Religious Concepts in the Quran pada tahun 1950,
pengaruh metodologi Barat terhadap paradigma interpretasi dan penafsiran
terhadap al-Qur’an dengan model pendekatan ilmu linguistik dan kesejarahan
(historis) , atau yang kemudian terkenal dengan istilah pendekatan
hermeneutika, dapat ditelusuri pada karya-karya pemikir muslim, sebagai hasil
dari interaksi intelektual yang intensif antara dunia akademis Muslim dengan tradisi keilmuan Barat.
Menurut catatan ‘Abd al-Rahmān
al-Hāj Ibrāhīm pengaruh pendekatan ala Barat ini mulai terlihat cikal
bakalnya secara jelas di dunia Arab pada khususnya dan dunia Muslim pada
umumnya saat seorang intelektual Sudan bernama Muhamad Abū Al-Qāsim Hāj Hamd
pertama kali pada tahun 1979, mengeluarkan hasil studinya yang berjudul “Al-‘Ālamiyah
al-Islāmiyah al-Tsāniyah”.
KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut:
Toshihiko Izutsu lahir pada 4 Mei 1914 dan wafat
pada 1 Juli 1993. Beliau dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya pemilik
bisnis di Jepang. Sejak usia dini, ia akrab dengan Zen meditasi dan teka-teki,
karena ayahnya juga seorang ahli kaligrafi dan Buddha Zen praktisi awam. Beliau
masuk fakultas ekonomi, Universitas Keio, tetapi dipindahkan ke departemen
sastra Inggris, berharap akan diperintahkan oleh Profesor Junzaburō Nishiwaki.
Ia menjadi asisten riset pada tahun 1937, setelah lulus dengan gelar BA.
Analisis semantik Toshihiko Izutsu menghasilkan
alternatif baru penafsiran al Qur’an secara obyektif sesuai dengan makna awal
ketika wahyu al Qur’an diturunkan dan mempermudah adaptasinya dengan kehidupan
sekarang.
Semantik adalah suatu studi dan analisis tentang
makna-makna linguistik. Maksudnya, semantik merupakan suatu ilmu yang menelaah
lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang
satu dengan yang lain. Dengan demikian mencakup makna kata, perkembangan dan
perubahannya. Makna merupakan obyek kajian semantik, karena ia berada dalam
satuan-satuan dari bahasa berupa kata, frase, klausa, kalimat, paragraf dan
wacana. Dengan demikian fungsi dari simantik adalah untuk memunculkan
tipe ontologis yang “dinamik” dari al-Qur`an dengan penelaahan kritis dan
metodologis terhadap konsep-konsep pokok, yaitu konsep-konsep yang tampaknya
memainkan peran menentukan dalam pembentukan visi al-Qur`an tentang semesta,
realitas. Hal ini akan menghasilkan konsekuensi adanya kemestian mencermati
seluruh konsep-konsep kunci dalam al-Qur`an. Yang bertujuan untuk menganalisis
al Qur’an dan menyingkap makna dan merekonstruksi pandangan keduniaan dari al Qur’an.[1]
Adapun tujuan pembahasan dalam judul ini yaitu
mengungkap atau meneliti pemikiran Toshihiko Izutsu dalam karya-karya beliau
seperti konsep-konsep etika religius dalam Qur’an, etika beragama dalam Qur’an,
relasi Tuhan dan manusia, dan mungkin banyak yang lainnya, namun pada saat ini
penulis hanya mengambil referensi dari tiga judul buku karya beliau yang
tercantum di atas. Mulai dari kajian semantic Al-Qur’an, sejarah
istilah-istilah kunci Al-Qur’an, relasi ontologis antara Tuhan dan manusia,
prinsip-prinsip analisis semantic, dari aturan kesukuan ke etika islamik,
seperti konsepsi pesimistis kehidupan duniawi, semangat solidaritas kesukuan
dan lain sebagainya yang ada dalam pembahasan buku karya Toshihiko Izutsu.
Sekarang mudah sekali untuk melihat bahwa kata
Al-Qur’an dalam frasa “semantic Al-Qur’an” harus difahami hanya dalam
pengertian Weltanschauung. Al-Qur’an atau pandangan dunia Qur’ani, yaitu
tentang visi Qur’ani tentang alam semesta. Semantic Al-Qur’an terutama akan
mempermasalahkan persoalan-persoalan bagaimana dunia wujid di strukturkan, apa
unsur pokok dunia dan bagaimana semua itu terkait satu sama lain menurut
pandangan pandangan kitab Suci tersebut
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
DAFTAR
PUSTAKA:
1) “Relasi Tuhan dan Manusia”. Pendekatan
semantic terhadap al-Qur’an. Toshihiko Izutsu. Pengantar: Dr.Machasin
2) Toshihiko Izutsu “Etika beragama dalam
Qur’an” revisi dari the structure of the ethical terms in the Koran.
3) Creation and the Timeless Order of
Things: Essays in Islamic Philosophy (Ashland,
Oregon: White Cloud Press, 1994).
4) “konsep-konsep Etika Religius dalam
Qur’an” Toshihiko Izutsu- penerjemah: Agus
Fahri Hussein; Yogyakarta. Tiara Wacana yogya 1993.
5) Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an,
taufiq adnan amal, forum kajian budaya dan agama (FKBA)
6) http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=377:sekilas-tentang-kajian-orientalis-terhadap-al-quran&catid=43:aliran-menyimpang&Itemid=103
[1] Sila
rujuk Izutsu, A
Comparative Study of The Key Philosophical Concepts in Sufism and Taoism (Tokyo: The Keio
Institute of Cultural and Linguistic Studies, 1967), hlm. 191.
[2] Creation and the Timeless Order of
Things: Essays in Islamic Philosophy (Ashland, Oregon: White Cloud Press,
1994).
[1] http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=377:sekilas-tentang-kajian-orientalis-terhadap-al-quran&catid=43:aliran-menyimpang&Itemid=103
[2] “Etika beragama
dalam Qur’an” karya Toshihiko Izutsu. Hlm: 25
[3] “etika
beragama dalam Qur’an” buku karya Toshihiko Izutsu. Hlm 27-29
[4] “relasi
tuhan dan manusia” pendekatan semantic terhadap Al-qur’an. Buku karya Toshihiko
Izutsu. Hlm:3
[5] “relasi
tuhan dan manusia” pendekatan semantic terhadap Al-qur’an. Buku karya Toshihiko
Izutsu. Hlm:4-5
Terima kasih atas postingannya,,
BalasHapusjazakallah
Iyya sama2 Kang...
Hapussmoga bisa bermanfaat bagi semua yg membacanya...