RESUME
METODOLOGI
PENELITIAN HADITS
(PENGALAMAN
DR. Hj. ROMLAH ABUBAKAR ASKAR, MA DI UNIVERSITAS AL- AZHAR KAIRO,
UNIVERSITAS ISLAM ANTARBANGSA ISLAMAD DAN MALAYSIA)
Pendahuluan
Ilmu
hadits memiliki subjek matter (maudhu’), prinsip – prinsip dasar (mabadi’) dan
metodologinya (wasa’il). Karena cakupan Hadits amat luas, metodologinya pun
harus dipilah-pilah seperti metodologi takhrij, metodologi periwayatan
Hadits, metodologi kritik sanad dan matan, metodologi kajian perbandingan
tentang hukum dan interpretasi Hadits, metodologi kajian tematik dalam Hadits,
metodologi kajian Hadits menurut para orientalis, metodologi penelitian hadits
di suatu Negara.
Metodologi Hadits: Pengalaman Mesir
Mesir
memiliki latar belakang sejarah dan budaya Hadits yang kuat. Di tingkat
perguruan tinggi (Al- Azhar), metodologi pengajaran Hadits pada tingkat Lisans
(Lc) – S1, difokuskan kepada kaidah-kaidah Usul al- Hadits dan pengenalan
terhadap kitab-kitab induk Hadits, namun dikenalkan melalui diktat-diktat yang
dikarang oleh profesor. Di jenjang Master (S2) difokuskan untuk mengkaji setiap
kitab hadits, sehingga ada mata kuliah Hadits 1,2, dst. Dan juga ada mata
kuliah mentakhrij Hadits dan menghukuminya dan ada lagi mata kuliah
perbandingan interpretasi Hadits misalnya antara Ibn Hajar dalam Fath al-Bari
dan Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, dst. Sementara kegiatan-kegiatan di
Masyarakat atau Pemerintah, mereka mengadakan tulis menulis ilmiah dalam bidang
Hadits atau ada lomba Hifzul Hadits. Bahkan ada pertemuan tahunan para
periwayat Hadits sebagaimana pertemuan tahunan tentang periwayatan kehidupan
zuhud, yang dikenal dengan Tariqah al- Sufiyyah.
Metodologi Hadits:
Pengalaman Anak Benua India (Sup-Continent)
Anak
Benua India adalah semenanjung India. Dahulu dikenal dengan al- Hind yang kini
mencakup negara Bangladesh, India, dan Pakistan. Di India dan Pakistan, pada
saat ini metodologi Hadits masih mempertahankan sistem periwayatan yang
dimasyarakatkan melalui institut Diobandi atau Jamiah Ahli Hadits yang hampir
ada di setiap kota. Seluruh Masjid di negeri ini memiliki kelas tahfiz al-
Quran dan tahfiz al- Hadits. Di tingkat akademik, metodologi kajian
Hadits tidak jauh berbeda dengan Mesir, terutama di International Islamic
University (IIU) Islamabad. Di tingkat strata 1 (S1) mahasiswa diharuskan
menyelesaikan beberapa tahap yang telah ditetapkan mulai dari semi 1 sampai
semi 8. Pada semester akhir mahasiswa jurusan Tafsir Hadits harus mengulas
metodologi sebuah kitab hadits dan tafsir dalam mata kuliah Metodologi
Penelitian (Manhaj al- Bahts)
Tafsir dan Hadits. Tidak terdapat skripsi karena dianggap pada tingkat ini
mahasiswa hanya akan copy dan paste. Sementara pada jenjang
master (S2), maka dihadapkan dengan kitab-kitab syarahan hadits yang agak
berat. Dengan begitu banyak kajian hadits, maka kebanyakan mahasiswa hidup di
Perpustakaan karena banyak praktikum bersama professor. Disinilah para
mahasiswa banyak mengetahui kitab-kitab Hadits, bahkan dalam ujian yang di
antara soalnya adalah nama-nama kitab dan ulasannya serta banyak tugas
pembuktian terhadap teori-teori ilmu Hadits.
Metodologi Penelitian
Hadits di Nusantara (Malaysia, Indonesia & Brunai)
Malaysia, Brunai dan Indonesia tidak jauh
berbeda dari segi tradisi keilmuan Islam. Ketika di Timur Tengah dan India /
Pakistan telah berjaya dengan ilmuwan – ilmuwan besarnya, di Nusantara ketika
itu baru melepas zaman prasejarahnya. Islam datang paling awal adalah abad ke-
11 M tetapi berkembang pesat pada abad-abad 13-15 M. Menurut penuturan
pemakalah dimana Timur Tengah telah maju dengan Islamnya, di Nusantara sendiri
belum ada apa-apanya.
Dari
segi penelitian ilmu di Nusantara, Indonesia dinilai lebih maju sebab SDM-nya
besar. Penduduk Malaysia hanya 26 juta (sensus 2005) kira-kira setengahnya
adalah Muslim, sedangkang Brunai hanya sekitar 300 ribu penduduk. Dari segi
produktifitas karang-mengarang dalam hadits tentu Indonesia lebih maju. Akan
tetapi dari segi penyediaan infrastruktur pendidikan untuk masa sekarang
Malaysia lebih maju sedikit dari Indonesia. Malaysia awalnya belajar dari
Indonesia, namun mereka mengejar kekurangannya sehingga selangkah lebih maju
dari Indonesia dengan menciptakan beberapa Universitas Riset sementara kita
masih di Teaching University (Universitas Belajar). Beda antara dua
bentuk itu adalah yang pertama menghasilkan uang dari hasil penelitian
sedangkan yang kedua menghabiskan uang subsidi tanpa pemasukan yang jelas dari
hasil penelitian. Dalam penelitian Hadits, Indonesia lebih maju dengan
pengamatan bahwa mahasiswa Indonesia sudah masuk ke kajian Hadits dengan mentakhrij
atau menciptakan kaedah-kaedah untuk menghukumi hadits atau meneliti keshahihan/kebenaran
Hadits. Sedangkan mahasiswa Malaysia masih berkisar metodologi kitab hadits dan
kajian Hadits klasik.
Metodologi Periwayatan
Hadits
Tujuan
dari pengembangan metodologi dalam Hadits yang merupakan sumber kedua Islam,
bertujuan untuk melindungi Hadits dan guna memberikan wawasan dan pencerahan
kepada setiap orang yang terlibat dalam membicarakan Hadits.
- Metode
Periwayatan Hadits di India/Pakistan
Di India atau Pakistan metode
periwayatan Hadits masih terus dipertahankan dan dibukukan atau dipertuturkan.
Yang penting bagi orang di India dan Pakistan adalah kebanggaan menjaga sanad
Hadits hingga Rasululah SAW, lagi pula Hadits yang dinisbahkan kepada
Rasulullah adalah benar. Sehinnga tidak heran jika mereka masih menggunakan
metode periwayatan Hadits. Orang di India dan Pakistan juga menerjemahkan
hampir seluruh ilmu pengetahuan kedalam bahasa mereka dan bekerja sama dengan
berbagai penerjemah dan percetakan. Maka apa yang dilakukan di Anak Benua India
tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Timur Tengah.
- Periwayatan
Hadits di Indonesia
Salah
satu kaidah terpenting dalam Hadits adalah persambungan sanad. Sepengetahuan
peneliti belum ada buku di Indonesia yang mengulas tentang periwayatan hadits
dengan sanad-sanadnya hingga generasi sekarang dibandingkan dengan negara lain.
Di Indonesia sanad lebih dipentingkan dalam dunia tarekat tasawwuf jika
dibandingkan dengan Hadits padahal tarekat adalah bagian kecil dari Hadits. Di
Indonesia sebenarnya memiliki sistem periwayatan Hadits seperti yang ada di
India, Pakistan dan Timur Tengah, akan tetapi kita kurang bersungguh-sungguh untuk
mencari dan membukukannya. Dalam bidang hadits Malaysia merujuk ke Indonesia,
itulah kekurangan Malaysia yang harus dilengkapi oleh Indonesia, sebaliknya
kelebihan Malaysia adalah kelengkapan literatur.
Metodologi Takhrij
Ada
beberapa cara untuk menemukan Hadits (takhrij), yaitu : 1) dengan
mengetahui perawi tertinggi dari sahabat; 2) mengetahui lafad awal dari matan
Hadits; 3) mengetahui salah satu kata atau kalimat dari matan Hadits; 4)
mengetahui judul Hadits, misalnya tentang syahadat, shalat, puasa, zakat, haji,
dll; dan 5) mengetahui sifat-sifat sanad-sanad Hadits atau matannya. Atau cara
yang lebih mudah adalah dengan cara menghafalkan banyak Hadits.
Tetapi
kenyataan yang ada pada saat ini dimana tekhnologi semakin canggih dan selalu
berkembang, sampai pada bidang studi Hadits itu sendiri, dimana ketika
dihadapkan dengan CD-Rom setidaknya ini hanya merupakan sandaran untuk mencari
Hadits tetapi harus juga dilakukan pencocokan dengan kitab-kitab induknya
(manual).
Metode Kritik Sanad
& Matan
Subjek
utama Kritik Hadits adalah kritik dalam sanad dan matan yang memungkinkan
seseorang dapat menghukumi sebuah hadits berdasarkan berbagai aspek dan
metodologinya. Dalam ilmu hadits ada ilmu yang dikenal dengan ilmu rijal
yang membahas mengenai para perawi hadits, para ahli kritik memiliki beberapa
kriteria dan yang dinilai paling ketat adalah Al- Bukhari. Perbedaan kriteria
itu adalah sesuatu yang realistik dan wajar yang merupakan perbedaan keragaman
bukan perbedaan kesalahan.
Metode
Kritik Sanad dan Matan
A. Operasional Kritik Sanad
1. Menyebutkan
rangkaian sanad secara berurutan sampai kepada perawi awal dengan menyebutkan :
a. Nama
perawi, nama ayah dan tahun wafatnya,
b. Kata
yang digunakan dalam tranmisi hadits, semisal kata : akhbarana, ‘an,
haddatsana dll.
2. Menerangkan
peringkat Jarh wa Ta’dil-nya rawi seperti tsiqah, tsabit, mutqin,
suduq, dhaif, yang dicari dengan panduan kitab Tahdzibul Kamal fi Asma’
Al-Rijal
3. Apabila
perawi termasuk rijal kutub sittah, namun dikritik oleh ulama’ Al-Jarh
waAt- Ta’dil maka harus berpegang kepada seorang ahli seperti Al-Hafiz Ibnu
hajar atau berpegang kepada syawahid dan tawabi’-nya.
4. Apabila
perawi tidak termasuk rijal Kutub Sittah dan diperdepatkan oleh para
ulama’ tentang ke-tsiqahan-nya, maka harus diverivikasi dengan menggunakan teknik tarjih yang
melihat kealiman ulama’ tersebut.
5. Harus
menerangkan sebab kedhaifan perawi bilamana perawi dianggap dhaif oleh ulama’
hadits.
6. Apabila
periwayatan perawi tidak diterima maka perlu dijelaskan sebab-sebab haditsnya
tidak diterima antara satu kritikus dengan lainnya.
7. Apabila
sanad dari perawi mutaakhkhirin tidak ada, sementara hadits itu memang
ada dalam kitab-kitab Induk, maka perlu dilakukan kritik melalui rijal kitab-kitab
itu. Peneliti cukup berpegang kepada sanad kitab induk dalam menghukumi matan
hadtis tersebut
8. Apabila
hadits yang diriwayatkan oleh mutaakhkhirin melalui dua atau tiga sanad, maka
peniliti harus menguraikan ketiga sanad itu melalui sebuah skema setelah
menerangkan keadaan rijal sanad pertama, agar mendapatkan gambaran dalam
mengenal persamaan, perbedaan dan peringkat uluw dan nazil pada
sanad-sanad tersebut.
B. Operasional Kritik Matan
1. Memeriksa
perbedaan lafadz yang bersifat redaksional, apakah perbedaan itu merubah maksud
dan kandungan makna hadit.
2. Memeriksa
matan hadits, apakah ada syudzudz dan illat yang bertentangan
dengan nash Al-Qur’an dan hadits-hadits shahih.
Operasional
Takhrij dan Hukum Hadits
1. Jika
hadits itu riwayat shahihain atau salah satunya saja, maka disepakati oleh
madzhab Sunni sebagai hadits shahih.
2. Jika
hadits itu bukan dari shahihain akan tetapi berada dalam satu kutub arba’ah,
maka peneliti perlu men-takhrij dari sumbernya.
3. Apabila
hadits itu ada dalam kitab hadits selain shahihain, kemudian seluruh
pensyaratan hadtits terpenuhi, namun salah satu perawinya atau lebih
berkedudukan suduq atau maqbul dan selebihnya tsiqah maka
dihukum sebagai hadits hasann li dzatihi. Akan tetapi jika ada tawabi’
dan syawahid, maka hadits itu meningkat menjadi hasan li ghairihi.
4. Jika
ke-dhaifan perawi disebabkan oleh kefasikan, kemusyrikan, kekafiran atau
berdusta, maka hadits tersebut tidak bisa ditingkatkan ke peringkan hasan li
ghairihi meskipun adanya tawabi’ dan syawahid. Bahkan hadits
itu bisa dikatakan palsu bila tidak memenuhi syarat-syarat yang telah disebutkan.
5. Menyertakan
hukum hadits yang telah diberikan oleh ulama’ hadits, juga memberikan penilaian
tersendiri setelah menganalisis sanad dan matan hadits.
Metodologi
Perbandingan Interpretasi Makna Hadits
Metode
perbandingan interpretasi makna ialah suatu cara bagi peneliti untuk memahami
makna hadit sdengan cara membandingkan ulasan-ulasan para ulama’ tentang suatu
hadits. Penelitian ini menembeuh 5 langkah sebagai berikut :
1. Mentakhrij
lafadz hadits dari seluruh kitab atau sebagiannya dengan mengungkap lafadz-lafadznya
2. Mengadakan
kritik sanad dan matannya
3. Menerangkan
hukum hadits
4. Menerangkan
perbedaan interpretasi ulama’ yang dikaji
5. Kesimpulan
hukum yang boleh dilaksansanakan oleh mukallaf (muslim yang terbebani
hukum)
Metodologi
Kajian Hadits Para Orientalis
Menurut
penulis makalah, kajian hadits perpektif orientalis tentang teori-teori dan
kritik terhadap Metodologi hadits perlu dipelajari. Karena ilmu pengetahuan
menurutnya harus dikaji secara netral. Kenetralan ilmu akan diyakini sesuai
dengan filternya masing-masing. Yang dimaksud dengan filter di sini adalah
sejauh mana ilmu itu harus diuji kebenarannya, dikritik dan dievaluasi melalui
sudut pandang para ilmuan yang dinamis (orientalis).
Ada
beberapa asumsi dan metodologi orientalis yang keberatan menerima orisinalitas
hadits,dan berikut pula tanggapan pemakalah mengenai kritik orientalis tersebut
yaitu :
1. Hadits
hanya sejarah, dan tidak bisa diterima karena ditransfrormasikan secara aktual
bukan tulisan
Ø Menurut
pemakalah, dalam tradisi keilmuan Barat tidak dikenal istilah sanad (chain of
transmitters) seperti dalam Islam. Hal inilah yang membuat para sarjana barat
cemburu dengan Islam dan berusaha keras untuk mencari titik kelemahan Islam.
Hadits dianggap sama dengan peristiwa sejarah, padahal tidak semua hadits
berisikan sejarah, ada juga hikmah dan ajaran-ajaran, ia lebih kepada
pendekatan teologis yang menjadi sumber pengetahuan bagi umat manusia. Berbeda
dengan barat yang menolak pendekatan teologis karena mengesampingkan
rasionalitas. Tetapi dalam Islam, hadits ditransmisikan dengan iman (keyakinan)
yang disertai rentetan sanad sampai kepada Nabi Muhammad SAW.
2. Teks-teks
hadits dikodifikasi dalam rentang waktu yang telah jauh antara Nabi dan para
kolektor hadits, maka pasti ada peristiwa sejarah yang hilang
Ø Jika
peristiwa sejarah, ia mungkin saja hilang. Akan tetapi hikmah dan ajaran-ajaran
yang inti seperti rukun iman dan Islam, ia bukan hanya ditransformasikan
melalui lisan akan tetapi yang terpenting adalah melalui perbuatan
3. Apakah
hadits itu memang benar perkataan Nabi atau hanya rekaan sahabat?
Ø Jika
seandainya hadits adalah rekaan sahabat, bagaimana mungkin ada hadits yang
diriwayatkan oleh berbagai sahabat? Apakah mereka bersekongkol untuk mengadakan
pertemuan khusus untuk mengarang hadits bersama-sama?
4. Bagaimana
mungkin Abu Hurairah yang hidup beberapa tahun dengan Nabi dapat menghafal
banyak hadits?
Ø Kelebihan
Abu Hurairah menghafal banyak hadtis disebabkan oleh doa Rasulullah sebagaimana
dia menuturkan : “Wahai Rasulullah! Aku mendengar dari padamu sesuatu tetapi
aku tidak menghafalnya”. Rasulullah bersabda kepadanya : “Rentangkan
sorbanmu!”. Maka aku rentangkan kemudian Nabi menyamampaikan banyak sabda,
setelah itu aku tidak lupa kembali”. (H.R. Tirmidzi)
Metodologi
hadits dalam Perspektif Sunni dan Syiah.
Hadits
menurut Sunni adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah SAW
berupa perkataan, perbuatan, dan perakuan atau sifat-sifatnya.
Sedangkan
menurut Syiah, hadits adalah segala sesuatu yang disandarkan kepada Rasulullah
SAW dan imam-imam yang maksum berupa perkataan, perbuatan, dan perakuan atau
sifat-sifatnya.
Pemakalah
lebih condong memilih perspektif Sunni daripada Syiah. Beliau mengadukan 2
alasan yaitu : Pertama, jika mayoritas sahabat yang dianggap merampas hak
khalifah dari sahabat Ali dianggap murtad maka misi Nabi akhir zaman tidak
berhasil alia gagal total. Kedua, adanya hadits nabi yang menjelaskan Ali
sebagai pintu ilmu pengetahun tidak dapat dijadikan sandaran bahwasanya beliau
mendapatkan hak menjadi khalifah, karena kata bab (pintu) ilmu
pengetahuan tersebut mengandung makna-makna muhtamal (ambiguity).
Kritik Pemakalah
Didalam
makalah ini, dijelaskan bagaimana proses studi Hadits yang ada di Mesir,
Pakistan, Malaysia dan Indonesia berdasarkan pengalaman yang dialami oleh penulis
makalah, dari sini dapat kita temukan apa yang terdapat di Timur Tengah dan
belum ada di Nusantara dan juga bisa menjelaskan kelebihan dan kekurangan yang
ada di Indonesia dengan melihat berbagai metodologi yang ada di India/Pakistan
dan Timur Tengah. Dari penjelasan penulis makalah juga diterangkan bagaimana
konsep dan tantangan yang diberikan para ilmuwan barat (Orientalis) terhadap
keshahihan Hadits.
Hal
yang begitu menggelitik bagi kami adalah kritikan pemakalah kepada perkembangan
ilmu hadits di Indonesia. Kritikan beliau begitu menjurus, mengeksplor
kekurangan yang harus dibenahi oleh para pengkaji hadits Indonesia. Beliau
membandingkan pengkajian hadits di Timur Tengah yang menggunakan metode
tahammul dan tahfidz hadits, sedangkan di Indonesia metode itu sepertinya
memang tidak diaplikasikan. Semoga saja kritikan beliau dapat membangun spirit
intelektual hadits di Indonesia.
Uraian
pemakalah dalam bahasa Indonesia sulit dipahami. Untuk memahaminya, kami butuh
membacanya berulang-ulang. Menurut hemat kami, kesulitan itu muncul disebabkan
pengalaman studi pemakalah di luar negeri yang mempengaruhi logika dan tata
bahasa pemakalah. Padahal logika bahasa Arab dan bahasa Indonesia sangat
berbeda.
Mungkin
itu kesulitan sewaktu kami membaca paper ini. Kritikan ini tidak lantas
mengurangi rasa hormat kami atas pemakalah dan isi pembahasannya.
Oleh
:
Muhammad
Syahrul Mubarak / 11530100
Muhammad Anshor / 11530004
Tidak ada komentar:
Posting Komentar