Sekularisme dan
Perkembangan Islam
Di Prancis
- PENGERTIAN
SEKULARISME
Menurut
Ensiklopedi Britania, menyebutkan bahwa “sekularisme” adalah sebuah gerakan kemasyarakatan
yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan semata –mata berorientasi
kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad pertengahan, orang
sangat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia. Sekularisme
tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang
pada abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap
aktualisasi kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi
mereka terhadap dunia. Lalu orientasi kepada sekularisme yang merupakan gerakan
perlawan terhadap agama dan ajaran Masehi terus berlanjut di celah-celah
sejarah modern seluruhnya[1].
Di
Kamus Oxford, menyebutkan sebagai berikut, Sekularisme artinya bersifat
keduniaan atau materialisme, bukan keagamaan atau keruhaniaan. Seperti
pendidikan sekuler, seni atau musik sekuler pemerintahan sekuler, pemerintahan yang
bertentangan dengan gereja. Sekularisme adalah pendapat yang mengatakan bahwa
agama tidak layak menjadi fondasi akhlak dan pendidikan[2].
Sekularisme
ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama
tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum.
Dalam
melacak etimologi dari istilah sekuler, Nikki Keddie mencatat bahwa kata
tersebut diturunkan dalam bahasa Inggris pertengahan dari bahasa Prancis Kuno ‘seculer’
(yang juga diturunkan dari istilah Latin ‘saecularis’). Kata ini asalnya
merujuk pada para pendeta yang tidak terikat oleh aturan – aturan keagamaan
dari kelompok kebiaraan (monastic order). Keddie menambahkan : Dalam
bahasa Inggris pertengahan, ia dapat pula merujuk pada alam duniawi sebagai
lawan kata dari yang Ilahi – alam suci dan ukhrawi yang secara historis
di Eropa Barat dimonopoli oleh Gereja Katolik Roma[3].
Tahun
yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya sekularisme adalah 1648. Pada tahun
itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah mengakhiri
Perang Tiga Puluh Tahun antara Katholik dan Protestan di Eropa. Perjanjian
tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan pada
konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja
Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah
aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan.
Asumsinya adalah bahwa negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan
kepentingan warganya, sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk
kehidupannya. Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui keberadaannya di
gereja-gereja saja.
- PENGARUH
SEKULARISME
Awalnya
sekularisme memang hanya berbicara hubungan antara agama dan negara. Namun
dalam perkembangannya, semangat sekularisme tumbuh dan berbiak ke segala lini
pemikiran kaum intelektual pada saat itu. Sekularisme menjadi bahan bakar
sekaligus sumber inspirasi ke segenap kawasan pemikiran. Paling tidak ada tiga
kawasan penting yang menjadi sasaran perbiakan sekularisme[4],
sebagaimana yang akan diungkap dalam tulisan ini:
- Pengaruh
sekularisme di bidang Aqidah
Semangat
sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di
segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala
sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri,1997). Mereka sepenuhnya ingin
mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal manusia. Termasuk
melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat
manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah).
Altwajri
memberi contoh penentangan para pemikir Barat terhadap faham keagamaan yang
paling fundamental di bidang aqidah adalah ditandai dengan munculnya berbagai
aliran pemikiran seperti: pemikiran Marxisme, Eksistensialisme, Darwinisme,
Freudianisme dsb., yang memisahkan diri dari ide-ide metafisik dan spiritual
tertentu, termasuk gejala keagamaan. Pandangan pemikiran seperti ini akhirnya
membentuk pemahaman baru berkaitan dengan hakikat manusia, alam semesta dan
kehidupan ini, yang berbeda secara diametral dengan faham keagamaan yang ada.
Mereka mengingkari adanya Pencipta, sekaligus tentu saja mengingkari misi utama
Pencipta menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Mereka lebih suka
menyusun sendiri, melogikakannya sediri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang
telah disusun dengan rapi.
- Pengaruh
sekularisme di bidang pengaturan kehidupan
Pengaruh
dari sekularisme tidak hanya berhenti pada aspek yang paling mendasar (aqidah)
tersebut, tetapi terus merambah pada aspek pengaturan kehidupan lainnya dalam
rangka untuk menyelesaikan segenap persoalan kehidupan yang akan mereka hadapi.
Hal itu merupakan konsekuensi logis dari ikrar mereka untuk membebaskan diri dari
Tuhan dan aturan-aturanNya. Sebagai contoh sederhana yang dapat dikemukakan
penulis adalah:
-
Di
bidang pemerintahan
Dalam
bidang pemerintahan, yang dianggap sebagai pelopor pemikiran modern dalam
bidang politik adalah Niccola Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai
tertinggi adalah yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan dipersempit
menjadi nilai kemasyhuran, kemegahan dan kekuasaan belaka. Agama hanya
diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang dikandung
agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Disamping itu muncul pula para pemikir
demokrasi seperti John Locke, Montesquieu dll. yang mempunyai pandangan bahwa
pemerintahan yang baik adalah pemerintahan konstitusional yang mampu membatasi
dan membagi kekuasaan sementara dari mayoritas, yang dapat melindungi kebebasan
segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini kemudian melahirkan tradisi
pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik yang melindungi kebebasan
individu dan kelompok, yang didalamnya terdapat ruang bagi masyarakat sipil dan
ruang privat yang independen dan terlepas dari kontrol negara (Widodo, 2004).
Konsep demokrasi itu kemudian dirumuskan dengan sangat sederhana dan mudah oleh
Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya tahun 1863 sebagai: “pemerintahan
dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” (Roberts & Lovecy, 1984).
-
Di
bidang Ekonomi
Dalam
bidang ekonomi, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori
ekonominya berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith
memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri
sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia seperti ini tidak negatif,
tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan
pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia
ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada
persaingan bebas. Setiap orang yang menginginkan laba dalam jangka panjang
(artinya serakah), tidak akan menaikkan harga di atas tingkat harga pasar
(Deliarnov, 1997).
-
Di
bidang Sosiologi
Dalam
bidang sosiologi, muncul pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert
Spencer, Emile Durkheim dsb. Sosiologi ingin berangangkat untuk memahami
bagaimana masyarakat bisa berfungsi dan mengapa orang-orang mau menerima
kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan perubahan sosial,
fungsi-fungsi sosial dan tempat individu di dalamnya (Osborne & Loon,
1999). Dari sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan rekayasa
sosial dapat lebih mudah dan leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus ‘pasrah’
dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan sebagai ‘ketentuan-ketentuan’
Tuhan.
-
Di
bidang pengamalan Agama
Dalam
pengamalan agama-pun ada prinsip sekularisme yang amat terkenal yaitu faham
pluralisme agama yang memiliki tiga pilar utama (Audi, 2002), yaitu: prinsip
kebebasan, yaitu negara harus memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam
batasan-batasan tertentu); prinsip kesetaraan, yaitu negara tidak boleh
memberikan pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain; prinsip netralitas,
yaitu negara harus menghindarkan diri pada suka atau tidak suka pada agama.
Dari
prinsip pluralisme agama inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus
dipandang sama, memiliki kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam
area yang paling pribagi, yaitu dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.
- Pengaruh
sekularisme di bidang akademik
Di
bidang akademik[5],
kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada
prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari
kategorisasi filsafat yang mereka kembangkan yang mencakup tiga pilar utama
pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu, yaitu pembahasan
filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat etika, pembahasan
filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat estetika, pembahasan
filsafat yang mengkaji persoalan indah atau jelek.
Jika
kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup dalam pembahasan filsafat
tersebut, maka kita dapat memahami bahwa sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya
didapatkan dari akal manusia, bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan
sebagai bahan pembahasan dalam lingkup moral dan hanya layak untuk berbicara
baik atau buruk (etika), dan bukan pembahasan ilmiah (benar atau salah).
Dari
prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berbagai kaidah
metodologi ilmiahnya yang semakin mapan dan tersusun rapi, untuk menghasilkan
produk-produk ilmu pengetahuan yang lebih maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula,
pandangan-pandangan dasar berkaitan dengan aqidah maupun pengaturan kehidupan
manusia sebagaimana telah diuraikan di atas, semakin berkembang, kokoh dan tak
terbantahkan karena telah terbungkus dengan kedok ilmiah tersebut.
Dari
seluruh uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sekularisme telah
hadir di dunia ini sebagai sebuah sosok alternatif yang menggantikan sepenuhnya
peran Tuhan dan aturan Tuhan di dunia ini. Hampir tidak ada sudut kehidupan
yang masih menyisakan peran Tuhan di dalamnya, selain tersungkur di sudut hati
yang paling pribadi dari para pemeluk-peluknya yang masih setia
mempertahankannya
- SEKULARISME
DI PRANCIS
Inti
dari faham sekularisme menurut An-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari
kehidupan (faşlud-din ‘anil-hayah). Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di
bidang politik ditandai dengan 3 hal, yaitu: (1). Pemisahan pemerintahan dari
ideologi keagamaan dan struktur eklesiatik, (2). Ekspansi pemerintah untuk
mengambil fungsi pengaturan dalam bidang sosial dan ekonomi, yang semula
ditangani oleh struktur keagamaan, (3). Penilaian atas kultur politik
ditekankan pada alasan dan tujuan keduniaan yang tidak transenden.
Praktek
Sekularisme di Prancis[6]
- Korban-Korban
Pelarangan Jilbab
Islamic
Human Rights Commission, satu NGO Islam di Inggris, melaporkan (Januari 2003)
bahwa telah 400 kasus terjadi di Perancis berkenaan dengan pelarangan jilbab
ini sebelum dan sesudah pidato Chirac. Majalah Tarbawi (Januari 2004)
menyebutkan bahwa sejumlah muslimah berjilbab diberhentikan dari tempat kerja
di institusi pemerintahan dan pendidikan Perancis. Seorang anggota tim Juri
pengadilan kota Bubini, Paris, juga dipecat dari pekerjaannya atas perintah
jaksa agung Perancis, karena berjilbab. Menteri kehakiman Dominique Perben
melarang perempuan berjilbab berada di gedung pengadilan. Ia mengatakan tidak
dapat menerima simbol-simbol keagamaan ada di ruang pengadilan. Menlu Perancis
Nicole Sarkozi mengungkapkan pada 19 April 2003 bahwa mereka yang mengenakan
jilbab harus melepaskan jilbab bila terkait urusan kepolisian.
Doktor
Yusuf Qardhawi dalam situs islamonline.com (majalah Tarbawi, Januari 2004)
menyebutkan bahwa pelarangan Kerudung Panjang sama sekali bertentangan dengan
prinsip kebebasan hidup modern, yakni kebebasan individu dan kebebasan
beragama. "Ada kesalahan besar bila dikatakan Kerudung Panjang
adalah simbol keagamaan. Ini aneh. Kerudung Panjang bukan simbol agama,
tapi kewajiban. Tak ada terbetik dalam di pikiran seorang muslimah bahwa
Kerudung Panjang untuk menunjukkan keislaman seseorang. Kerudung
Panjang tidak sama dengan salib atau dengan kippa milik orang
Yahudi," ujar Qardhawi.
- Pelanggaran
Jilbab bertentangan dengan HAM
Pelarangan
jilbab bertentangan dengan hak-hak sipil yang terkandung dalam beberapa instrumen
HAM universal. Pasal 18 Deklarasi HAM Universal, 1948, menyebutkan bahwa :
"Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama; hak
ini termasuk kebebasan menyatakan agama dan kepercayaannya dengan cara
mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun
bersama-sama dengan orang lain, dan di tempat umum maupun tersendiri."
Muatan pasal ini hampir senada dengan pasal 9 Konvensi Eropa tentang
Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar tahun 1950. Sementara
itu, pasal 18 ayat (2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tahun
1966 menambahkan bahwa tidak seorang-pun boleh dikenakan pemaksaan yang akan
mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau
kepercayaan pilihannya sendiri.
- Koran
Perancis tidak ketinggalan Islam Phobia
[Al
Islam 580] Barat kembali menunjukkan watak kebenciannya terhadap Islam. Sebuah
majalah Prancis, Charlie Hebdo membuat edisi terbaru dengan mengklaim sebagai
"majalah Syariah Mingguan", mencantumkan nama Nabi Muhammad SAW
sebagai pemimpin redaksi dan redaktur tamu (Republika.co.id, 2/11). Sampul
majalah itu menunjukkan Nabi saw mengatakan: "100 cambukan jika anda tidak
tertawa". Lalu, ada sebuah
halaman berisi gambar hidung Nabi Muhammad yang memerah, di bawahnya tertulis, "Ya, Islam identik dengan humor". Dalam pernyataannya majalah itu dikeluarkan untuk menyambut dengan sindiran kemenangan partai an-Nahdhah dalam pemilu Tunisia.
halaman berisi gambar hidung Nabi Muhammad yang memerah, di bawahnya tertulis, "Ya, Islam identik dengan humor". Dalam pernyataannya majalah itu dikeluarkan untuk menyambut dengan sindiran kemenangan partai an-Nahdhah dalam pemilu Tunisia.
Itulah
pelajaran yang dapat dipetik dari pelaksanaan Sekularisme di Perancis[7],
bahwa sekularisme itu tidaklah steril dari sikap diskriminatif, bahkan
dijuruskan pada Islam phobia. Pantaslah hal itu mengundang reaksi kemarahan
dari kaum Muslim di Prancis. Menurut Ahmed Dabi, aktivis pembela hak Muslim
Perancis, majalah itu sengaja memprovokasi kemarahan dan ketidaksukaan terhadap
Muslim.
- PERKEMBANGAN
ISLAM DI PRANCIS
Islam adalah
agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Karena dasar itu,
agama Islam pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi ini.
Mulai dari jazirah Arabia, Asia, Afrika, Amerika, hingga Eropa.
Pada abad
ke-20, Islam berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropa. Perlahan-lahan,
masyarakat di benua biru yang mayoritas beragama Kristen dan Katholikini mulai
menerima kehadiran Islam. Tak heran bila kemudian Islam menjadi salah satuagama
yang mendapat perhatian serius dari masyarakat Eropa.
Di Prancis,
Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada tahun
1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf
di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di
seantero Prancis.Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari
negeri Maghribi, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya.
Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara
besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis[8].
Saat ini,
jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah
tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa.
Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar
tiga juta jiwa.
Peran buruh
migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang dengan
pesat. Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan
Islam. Secara perlahan-lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk
Islam.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.
Tak hanya
itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin
dipersempit, bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin
berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka.
Sebuah
kajian memprediksikan bahwa jumlah umat Islam akan semakin bertambah tiga kali
lipat sampai tahun 2020 mencapai sekitar 20 juta warga muslim, disebabkan
populasi mereka yang cepat dan besar, banyak pendatang muslim dan juga banyak
warga asli yang masuk Islam. Oleh karena itu, warga muslim di sana tidak bisa
diremehkan dan tidak mungkin diabaikan, lebih khusus mereka mewakili 17% dari
pekerja di militer Perancis.
Faktanya,
para imigran yang mempunyai andil dalam penyebaran islam di Perancis kebanyakan
berasal dari negara-negara jajahan Perancis yang mayoritas muslim yaitu
Aljazair, Maroko dan Tunisia.
- Faktor
Internal
- Tempat
Ibadah
Fungsi Masjid di Prancis merupakan
tempat mempertemukan berbagai macam bangsa yang berasal dari berbagai komunitas
muslim di dunia yang ssudah menetap dan menjadi warga muslim Prancis.
- Organisasi
Islam
Oranisasi Islam mempunyai peran
penting dalam berbagai kegiatan dalam memobilisasi komunitas muslim yang
tersebar di beberapa tempat di Prancis. Keberadaan organisasi Islam di Prancis
dipengaruhi oleh keberadaan Masjid Agung Paris yang menjadi pusat Muslim. Di
antara organisasi yang dibentuk merupakan bentukan dari komunitas muslim dari
berbagai negara seperti :
-
Islam
Maghrib : Berasal dari negara Afrika Utara seperti Aljazair, Tunisia, dan
Maroko. Mereka membentuk organisasi yang bernama GIF (Groupment Islamique en
France).
-
Islam
Afrika : Dibentuk oleh Imigran Islam Afrika, organisasi yang paling dikenal
adalah Association de Renovation de l’alliance Islamique atau
Perkumpulan Pembaruan Persekutuan Muslim.
-
Islam
Turki : Didirikan oleh masyarakat Muslim Turki dengan nama Union des Centres
Cultures Islamique atau Persekutuan Pusat – Pusat Kebudayaan Islam.
-
Islam
Asia dan Eropa : Mahasiswa Iran yang mendominasi pelajar yang menuntut ilmu di
Prancis mempelopori terbentuknya Organisasi Association des Etudiants
Islamique en France atau Perkumpulan Mahasiswa Islam di Prancis.
-
Islam
Prancis : Terdapat dua organisasi yang cukup populer di kalangan umat Islam di
Prancis bahkan di tingkatan pemerintahan mereka mempunyai wakil. Organisasi
tersebut adalah Federation Nationale des Musulmans de France (FNMF) atau
Federasi Nasional Muslim Prancis dan Union des Oraginisations Islamiques de
France (UOIF) atau Perkumpulan Organisasi – organisasi Islam di Prancis.
- Praktek
Islam
Praktek
Islam di Prancis dibagi menjadi pada 3 praktek keagamaan, diantaranya :
-
Praktek
Daerah
Praktek di daerah adalah praktek
keagamaan yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau individu dalam sebuah daerah
dengan menyesuaikan diri di tempat mereka menetap. Upaya ini adalah usaha umat
Islam dalam menyesuaikan diri secara sosial dan politik dengan pemerintah dan
berbagai partai politik di Prancis.
-
Praktek
Kelompok Umur
Praktek kelompok umur adalah
praktek keagamaan yang dibedakan dalam perbedaan usia antara kaum muda dan kaum
tua. Kaum tua dalam prakteknya lebih bersifat tenang, sedangkan kalangan muda
lebih terbuka.
-
Praktek
Sektoral
Praktek sektoral lebih bersifat
politik sebagai upaya pemerintah, perusahaan negara dan swasta untuk memenuhi
hak – hak pekerjanya. Para pekerja dibuatkan tempat ibadah beragam mulai dari
masjid, musholla bahkan ruang bawah tanah sebagai fasilitas tempat ibadah.
- Eksternal
- Migrasi
Muslim ke Prancis
Keberadaan
imigran muslim di Prancis mempengaruhi tumbuh dan perkembang pesatnya umat
Islam. Migrasi pertama pada tahun 1920-an sampai 1930-an lalu migrasi
berikutnya pada tahun 1950-an setelah Perang Dunia II berakhir.
Faktor
yang mempengaruhi[10]
warga Perancis masuk Islam adalah, pertemanan, yaitu pertemanan warga muslim
dengan non muslim. Umat Islam dikenal sangat toleran, memiliki akhlak yang
baik, taat beribadah , tidak minum alkohol dan tidak melakukan tindak kejahatan
pidana. Radio “Suara Perancis” memainkan peranan yang sangat penting di dalam
proses masuknya warga Perancis kepada Islam. Direktur bagian Acara radio ini,
Sami Abdus Salam mengatakan bahwa siaran radio ini sasarannya untuk komunitas
muslim yang berada di masyarakat Perancis berupa nasehat, arahan,
dsikusi, dialog seputar permasalahan sosial dan keagamaan, selama delapan belas
(18) jam secara live.
Dari
hasil siaran itu, banyak dari kalangan pemuda muslim, sekitar 99% tidak mau
makan daging babi. Selain itu, bertambahnya orang yang masuk Islam setiap hari
dari warga asli Perancis, karena mereka melihat keadilan Islam yang disiarkan
melalui radio. Jumlah populasi umat Islam di Perancis lebih dari 6 juta orang,
10% dari total jumlah penduduk Perancis. Mereka mempunyai jumlah suara dalam
pemilu sebesar 1,8 Juta suara. Mereka berasal dari 53 negara yang berbeda, dan
21 bahasa yang berbeda. Keturunan Al Jazair termasuk yang paling dominan.
- KETERKAITAN
SEKULARISME DENGAN ISLAM DI PRANCIS
Pemerintah
Perancis melarang penggunaan cadar di tempat umum. Namun, mereka menyatakan
bahwa Perancis tidak menentang Islam.
”Menjadi
kewajiban pemerintah agar tiap pemeluk agama (termasuk Islam) dapat menjalankan
ibadahnya,” kata Bernard Godard, Kepala Misi Agama Islam pada Kementerian Dalam
Negeri Perancis, Senin (20/6).
Dijelaskan,
sesuai dengan prinsip sekularisme (laicite) yang dianut Perancis, maka
negara memegang teguh netralitas. ”Pemerintah tidak ikut campur dalam urusan
agama. Pemerintah tidak memiliki hak untuk mencampuri masalah internal sebuah
agama, juga tidakberhak mencampuri organisasi internal agama tersebut.”
Aspek
lain dari sekularisme Perancis, kata dia, adalah adanya keseimbangan antaragama
dan juga penghormatan terhadap agama-agama tersebut sehingga tidak ada agama
yang lebih difavoritkan dibanding lainnya.
Seringkali,
katanya, orang di Perancis dan negara lain menganggap bahwa sekularisme ala
Perancis adalah terhapusnya agama dari lingkungan umum. ”Itu salah,” ujarnya.
Justru menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin agar tiap pemeluk agama bisa
menjalankan aktivitas keagamaannya[11].
Mengisi kesenjangan spiritual di tanah air mereka yang
sekuler, semakin banyak warga Prancis yang memilih untuk masuk Islam, menjadi
anti tesis dari sikap bermusuhan pemerintah dan sebagian masyarakat Prancis
terhadap agama Islam.
“Fenomena mualaf meningkat secara signifikan dan
sangat mengesankan, terutama sejak tahun 2000,” kata Bernard Godard, yang
bertanggung jawab atas isu-isu agama di Kementerian Dalam Negeri Prancis
mengatakan kepada surat kabar New York Times pada hari Senin 4 Februari 2013.
Estimasi menunjukkan bahwa sekitar 150 prosesi masuk Muslim diadakan setiap
tahun di sebuah masjid di Créteil.
Meskipun relatif kecil secara total jumlah penduduk di Prancis,
jumlah warga Prancis yang menjadi mualaf menyajikan tantangan bagi pemerintah
Prancis karena meningkatnya umat Islam dua kali lipat dalam 25 tahun terakhir.
Menurut Godard, dari enam juta Muslim yang diperkirakan ada di
Prancis, sekitar 100.000 nya adalah mualaf, dibandingkan dengan sekitar 50.000
pada tahun 1986.
Namun Asosiasi Muslim Prancis mengatakan jumlah itu lebih tinggi
bahkan mencapai 200.000 mualaf. Menyoroti meningkatnya jumlah mualaf, banyak
para pakar menyebut fenomen tersebut sebagai perubahan besar dalam masuk
Islamnya warga Prancis.
“Di Marseille, di pantai selatan Prancis, jumlah mualaf telah
meningkat dengan kecepatan yang luar biasa dalam tiga tahun terakhir,” kata
Abderrahmane Ghoul, imam masjid Marseille dan presiden cabang lokal dari Dewan
Iman Muslim Prancis. Ghoul menyatakan bahwa dirinya menandatangani sekitar 130
sertifikat mualaf pada tahun 2012 lalu.
Banyaknya warga Prancis yang masuk Islam juga didorong oleh
sekularisme resmi yang ada di Prancis, yang pada akhirnya melahirkan kekosongan
spiritual. “Sekularisme telah menjadi antireligius,” kata Hassen Chalghoumi,
imam di Drancy, pinggiran kota dekat Paris “Akibat dari semua itu akhirnya
menciptakan sebuah fenomena yang berlawanan. Ini lah yang menyebabkan banyak
warga Prancis menemukan Islam dan akhirnya masuk Islam.”
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
[1]
http://id.scribd.com/doc/66251294/PENGERTIAN-SEKULARISME diakses pada 25 April 2013, pukul
08.38 PM
[2] http://id.scribd.com/doc/66251294/PENGERTIAN-SEKULARISME
diakses pada 25 April 2013, pukul
08.42 PM
[3] Nader
Hasmeni, Islam, Sekularisme, dan Demokrasi Liberal (Menuju Teori Demokrasi
Dalam Masyarakat Muslim). Gramedia (Jakarta : 2011). Hal. 173
[4] Mudzhar,
M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Pustaka
Pelajar, (Yogyakarta : 1998), Cet. II.
[5]
Altwajri, Ahmed O. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi
Press. Jogjakarta: 1997.
[6] http://waii-hmna.blogspot.com/2011/11/1001-pelajaran-dari-pelaksanaan.html
diakses pada tanggal 2 Mei 2013, Pukul 09.29 PM
[7] http://waii-hmna.blogspot.com/2011/11/1001-pelajaran-dari-pelaksanaan.html
diakses pada tanggal 2 Mei 2013, Pukul 08.36 PM
[8] http://yunalisra.blogspot.com/2009/07/ternyata-prancis-adalah-kota-islam.html diakses pada tanggal 30
April 2013, Pukul. 08.30 PM
[9] Saenal
Abidin, Skripsi : “Perkembangan Islam di Prancis”, Fak. Adab UIN Sunan Kalijaga
Yogyakarta: 2007. Hal. 48 - 59
[10] http://vienmuhadi.com/2011/09/20/mencermati-perkembangan-islam-di-perancis-5/
diakses pada tanggal 30 April 2013, Pukul. 08.25 PM
[11] http://www.fimadani.com/junjung-sekularisme-perancis-tidak-menentang-islam/
diakses pada tanggal 7 Mei 2013, Pukul. 08.31 PM
[12] http://islampos.com/sekularisme-menyebabkan-banyak-warga-prancis-memilih-masuk-islam-41946/
diakses pada tanggal 7 Mei 2013, Pukul. 08.38 PM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar