SEJARAH PERKEMBANGAN TAUHID
A. LAHIRNYA TAUHID
Tauhid berasal dari Bahasa Arab, masdar dari kata وحّد – يوحّد. Secara
Etimologis, tauhid berarti Keesaan. Maksudnya,
ittikad atau keyakinan bahwa Allah SWT
adalah Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian
Tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ;
Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah.
Sejarah menunjukkan, bahwa pengertian manusia terhadap tauhid itu
sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya nabi Adam. Adam mengajarkan tauhid
kepada anak cucunya. Merekapun taat dan tunduk kepada ajaran Adam yang
meng-Esa-kan Allah SWT. Tegasnya sejak permulaan manusia mendiami bumi ini,
sejak itu telah diketahui dan diyakini adanya dan Esanya Allah pencipta alam.
Hal ini (adanya tauhid sejak zaman Nabi Adam) seperti firman Allah dalam surat
Al Anbiya’ ayat 25 yang berbunyi:
وما ا ر سلنك من قبلك من رسول الا نوحي اليه انه لا اله
الاانا فعبدو
Artinya: “Dan tidaklah kami mengutus sebelum engkau seseorang
rosul pun melainkan kami wahyukan kepadanya: bahwasanya tiada tuhan yang
sebenarnya disembah melainkan Aku, maka sembahlah Daku.”
Semua nabi mulai nabi Adam sampai nabi Muhammad, mengajar dan
memimpin umat, untuk meyakinkan bahwa yang menjadikan alam atau pencipta alam
semesta ini adalah Tunggal, Esa, yaitu Allah SWT. Demikianlah adanya garis
lurus sejak Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad SAW yang meyakini dan
memercayai suatu keyakinan dan kepercayaan yang tunggal tentang sifat dan zat
pencipta alam yaitu Allah SWT.[i]
B. NALURI BERAGAMA
Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman, dalam
bukunya the idea of The Holy yang terbit pada 1917, seperti yang
dikutip Karen Amstrong, mengatakan, kebutuhann manusia terhadap agama berawal
dari ketakjuban mereka terhadap fenomena keteraturan dan keunikan alam semesta.
Dengan pikiran dan perasaan yang dimilikinya, manusia berusaha memahami dan
memecahkan fenomena tersebut yang akhirnya memunculkan rasa tentang yang Gaib,
yaitu ada kekuatan besar yang mengatur alam semesta dan kehidupan mereka yang
hakikatnya tak mampu dijangkau oleh akal pikiran mereka. Perasaan tentang yang
gaib itu, lanjut Otto, adalah titik berangkat manusia ketika menjelaskan
asal-usul dunia atau bagaimana menjalankan kehidupan yang baik di dunia.[ii]
Dengan demikian, manusia secara fitrah membutuhkan agama. Kebutuhan
manusia terhadap agama berasal dari dalam diri manusia itu sendiri atau naluri
alamiah (fitrah) manusia karena adanya respon dari luar. Fitrah alamiah manusia
senantiasa menuntut untuk bertanya tentang hakekat alam dan manusia. Misalnya,
adakah kekuatan yang mengatur dan mengendalikan alam semesta ini? Adakah
kehidupan setelah kematian? dan pertanyaan-pertanyaan filosofis lainnya.[iii]
C. KETAUHIDAN DARI MASA KE MASA
Ilmu yang digunakan untuk menetapkan akidah-akidah diniyah yang di
dalamnya diterangkan segala yang di sampaikan rosul dari Allah tumbuh
bersama-sama dengan tumbuhnya agama di dunia ini. Para ulama’ di setiap umat
berusaha memelihara agama dan meneguhkannya dengan aneka macam dalil yang dapat
mereka kemukakan. Tegasnya, ilmu tuhid ini dimiliki oleh semua umat hanya saja
dalam kenyataannyalah yang berbed-beda. Ada yang lemah, ada yang kuat, ada yang
sempit, ada yang luas, menurut keadaan masa dan hal-hal yang memengaruhi
perkembangan umat, seperti tumbuhnya bermacam-macam rupa pembahasan.
Adapun ilmu yang menetapkan akidah-akidah islamiyah dengan jalan
mengemukakan dalil dan mempertahankan dalil- dalil itu, tumbuh bersama-sama
dengan tumbuhnya islam, dan dipengaruhi oleh perkembangan jalan pikiran dan
keadaan umat islam.
Ilmu tauhid ini telah melalui beberapa masa, yaitu:
Masa Rosulullah
Masa Khulafaurrasyidin
Masa Bani Umaiyah
Masa Bani Abasiyah
Masa pasca Masa Bani Abasiyah
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA RASULULLAH SAW.
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan
peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala
masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau
berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya.[iv] Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran
pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama
sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT dan
Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya
kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah swt
berfirman dalam Al-Quran surat al-Anfal ayat 46,
واطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا فتفشلوا وتذهب ريحكم
واصبروا ان الله مع الصابرين
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu
dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. [v]
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan
peringatan. Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari
perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Allah swt berfirman dalam
Al-Quran surat An-Nahl ayat 125,
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن
ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين
ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين
artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.[vi]
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak sampai kepada
perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi
penengahnya.
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah rosulullah saw wafat, dalam masa kholifah pertama dan
kedua, umat islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah karena mereka sibuk
menghadapi musuh dan berusaha memprtahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak
pernah terjadi perbedan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al
qur’an tanpa mencari ta’wil dari ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti
perintah alqur’an dan mereka menjauhi larangannya. mereka mensifatkan allah swt
dengan apa yang allah swt sifatkan sendiri. Dan mereka mensucikan allah swt
dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan allah swt. Apabila mereka
menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihah mereka yang mengimaninya dengan
menyerahkan penta’wilannya kepada allah swt sendiri.
Di masa kholifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri
dengan terbunuhnya kholifah usman. Umat islam menjadi terpecah menjadi beberapa
golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan golongan-golongan itu
dengan perkataan dan usaha dan terbukalah pintu ta’wil bagi nas al qur’an dan
hadits. Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang,
selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.[vii]
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA DAULAH UMAYYAH.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum
muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa
sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan
dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk
agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur
agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul
keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan
Salaf.
Muncullah sekelompok umat Islam membicarakan masalah Qadar
(Qadariyah) yang menetapkan bahwa manusia itu bebas berbuat, tidak ditentukan
Tuhan. Sekelompok lain berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan Tuhan, tidak
bebas berbuat (Jabariyah). Kelompok Qadariyah ini tidak berkembang dan melebur
dalam Mazhab mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat
(sehingga mereka menamakan dirinya dengan “ahlu al-adli”), dan meniadakan semua
sifat pada Tuhan karena zat Tuhan tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa
(inilah mereka juga menamakan dirinya dengan “Ahlu At-Tauhid”).
Penghujung abad pertama Hijriah muncul pula kaum Khawarij yang
mengkafirkan orang muslim yang mengerjakan dosa besar, walaupun pada mulanya
mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena
alasan politik. Sedangkan kelompok yang tetap memihak kepada Ali membentuk
golongan Syi’ah.[viii]
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA DAULAH ABBASYIAH
Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika
terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku di luar arab yang mempercepat
berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal masa tersebut adalah
penerjemahan besar-besaran segala buku Filsafat.
Para khalifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen
sebagai juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka kesempatan ini
digunakan untuk mengembangkan pikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam
tetapi dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya
aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam.[ix]
Dalam masa ini muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap
bertentangan. Misalnya dilakukan oleh ‘Amar bin Ubaid Al-Mu’tazili dengan
bukunya “Ar-Raddu ‘ala Al-Qadariyah” untuk menolak paham Qadariyah. Hisyam bin
Al-Hakam As-Syafi’i dengan bukunya “Al-Imamah, Al-Qadar, Al-Raddu ‘ala
Az-Zanadiqah” untuk menolak paham Mu’tazilah. Abu Hanifah dengan bukunya
“Al-Amin wa Al-Muta’allim” dan “Fiqhu Al-Akbar” untuk mempertahankan aqidah
Ahlussunnah. Dengan mendasari diri pada paham pendiri Mu’tazilah Washil bin
Atha’, golongan Mu’tazilah mengembangkan pemahamannya dengan kecerdasan
berpikir dan memberi argumen. Sehingga pada masa khalifah Al-Makmun,
Al-Mu’tasim dan Al-Wasiq, paham mereka menjadi mazhab negara, setelah
bertahun-tahun tertindas di bawah Daulah Umayyah. Semua golongan yang tidak
menerima Mu’tazilah ditindas, sehingga masyarakat bersifat apatis kepada
mereka. Saat itulah muncul Abu Hasan Al-‘Asy’ary, salah seorang murid tokoh
Mu’tazilah Al-Jubba’i menentang pendapat gurunya dan membela aliran Ahlussunnah
wal Jama’ah. Dia berpandangan “jalan tengah” antara pendapat Salaf dan
penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang
Mu’tazilah. Usaha ini mendapat dukungan dari Abu al-Mansur al-Maturidy,
al-Baqillani, Isfaraini, Imam haramain al-Juaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi
yang datang sesudahnya.
Usaha para mutakallimin khususnya Al-Asy’ary dikritik oleh Ibnu
Rusydi melalui bukunya “Fushush Al-Maqal fii ma baina Al-Hikmah wa
Asy-Syarizati min Al-Ittishal” dan “Al-Kasyfu an Manahiji Al-Adillah”. Beliau
mengatakan bahwa para mutakallimin mengambil dalil dan muqaddimah palsu yang
diambil dari Mu’tazilah berdasarkan filsafat, tidak mampu diserap oleh akal orang
awam. Sudah barang tentu tidak mencapai sasaran dan jauh bergeser dari garis
al-Quran. Yang benar adalah mempertemukan antara syariat dan filsafat.[x]
Dalam mengambil dalil terhadap aqidah Islam jangan terlalu
menggunakan filsafat karena jalan yang diterangkan oleh al-Quran sudah cukup
jelas dan sangat sesuai dengan fitrah manusia. Disnilah letaknya agama Islam
itu memperlihatkan kemudahan. Dengan dimasukkan filsafat malah tambah sukar dan
membingungkan.[xi]
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA PASCA DAULAH ABBASYIAH.
Sesudah masa Bani Abbasiyah datanglah pengikut Al Asy‘ari yang
terlalu jauh menceburkan dirinya ke dalam falsafah, mencampurkan mantiq dan
lain-lain, kemudian mencampurkan semuanya itu dengan ilmu kalam sebagaimana
yang dilakukan oleh Al Baidlawi dalam kitabnya Ath Thawawi dan Abuddin Al-Ijy
dalam kitab Al-Mawaqif. Madzhab Al-Asy‘ari berkembang pesat kesetara pelosok
hingga tidak ada lagi madzhab yang menyalahinya selain madzhab hambaliyah yang
tetap bertahan dalam madzhab salaf, yaitu beriman sebagaimana yang tersebut
dalam alquran dan al hadits tanpa mentakwilkan ayat-ayat atau hadits-hadits
itu.
Pada permulaan abad kedelapan hijriyah lahirlah di Damaskus seorang
ulama’ besar yaitu Taqiyuddin Ibnu Taimayah menentang urusan yang
berlebih-lebihan dari pihak-pihak yang mencampur adukkan falsafah dengan kalam,
atau menentang usaha usaha yang memasukkan prinsip-prinsip falsafah ke dalam
akidah islamiyah.[xii]
Ibnu Tamiyah membela madzab salaf ( sahabat, tabi’in dan imam-imam
mujahidin) dan membantah pendirian-pendirian golongan al asy’ariyah dan
lain-lain, baik dari golongan rafidhah, maupun dari golongan sufiyah. Maka
karenanya masyarakat islam pada masa itu menjadi dua golongan, pro dan kontra,
ada yang menerima pandapat pendapat ibnu taimiyah dengan sejujur hati, karena
itulah akidah ulama’ salaf dan ada pula yang mengatakan bahwa ibnu taimiyah itu
orang yang sesat.
Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini diteruskan oleh muridnya
yang terkemuka yaitu Ibnu Qayyimil Jauziyah. Maka sesudah berlalu masa ini,
tumpullah kemauan, lenyaplah daya kreatif untuk mempelajari ilmu kalam seksama
dan tinggallah penulis-penulis yang hanya memperkatakan makna-makna lafadz dan
ibarat-ibarat dari kitab-kitab peninggalan lama.
Kemudian diantara gerakan ilmiah yang mendapat keberkahan dari
Allah, ialah gerakan al iman Muhammad ‘Abduh dan gurunya jmaluddin Al-Afghani
yang kemudian dilanjutka oleh As-Said Rosyid Ridla. Usaha-usaha beliau inilah,
yang telah membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang
cenderung untuk mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya.
Anggota-anggota gerakan ini dinamakan salafiyyin.[xiii]
D. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ILMU
TAUHID MENJADI ILMU KALAM.
Perkembangan ilmu tauhid menjadi ilmu kalam dipengaruhi oleh beberapa
faktor. Faktor tersebut sebenarnya banyak, akan tetapi dapat dikelompokkan
menjadi dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datangnya dari dalam islam sendiri
dan faktor-faktor yang datang dari luar islam, Karena adanya
kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam.[xiv]
FAKTOR YANG DATANG DARI ISLAM
1. Dari Al-Quran sendiri, antara lain:
Quran sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai
kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal itu, menyinggung pula
golongan-golongan dan agama agama yang ada pada masa nabi Muhammad yang
mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Quran tidak membenarkan
kepercayaan mereka dengan memberikan alasan sebagai berikut, antara lain:
a) Golongan yang
mengingkari agama dan adanya tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan
kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja. (QS. Al Jatsiah: 24)
واذاتتلى عليهم اياتنا بينات مكان حجتهم الا ان قالوااءتواباباءناان
كنتم صهدقين
b) Golongan-golongan
syirik, yang menyembah bintang, bulan, matahari (QS. Al An’am: 76-78)
فلما جن عليه اليل رءا كو كبا قال هذا ربي فلما افل قال لااحب
لافلين.فلما رءاالقمر بازغا قال هذا ربي فلما افل قال لئن لم يهدني ربي
لاكونن من القوم الضلين.فلما رءاالشمس بازغة قال هذا ربي هذا اكبر فلماافلت
قال ياقوم انى باريء مما تشركون
Yang mempertuhankan Nabi Isa dan ibunya (QS. Al Maidah: 116),
واذقال الله ياعيسى ابن مريم ءانت قلت للناس اتحذ واني وامي
الاهين من دونالله قال سبحانك مايكون لى اناقول مليس لى بحق ان كنتم
قلته فقد علمته تعلم ما في نفسي ولا اعلم ما في نفسك انك انت اعلام الغيوب
Yang menyembah berhala-berhala QS. Al An’am: 74
واذاقال ابراهيم لابيه ءازراتتخذ اصناما ءالهة اني اراك وقومك في ضلال
مبين
c)
Golongan-golongan yang tidak percaya akan keutusan nabi-nabi (QS. Al Isra: 94)
قل لوكان في الارض ملائكة يمشون مطمئنين لنزلنا عليهم من
السماء ملكا رسولا
Dan tidak mempercayai kehidupan kembali di akhirat nanti (Al
Anbiya’:104)
يوم نطوى السماء كطي السجل للكتب كمابدانا اول خلق نعيده وعدا
علينا انا كنا فاعلين
d) Golongan yang
mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan tuhan
semuanya dengan tidak ada campur tangan manusia ( yaitu orang-orang munafiq)
(QS. Ali Imran:154)
ثم انزل عليكم من البعد الغم امنةنعاسا يغشى طاءفةمنكم وطاءفة
قداهمتهم يظنون بالله غيرالحق ظن الجاهلية يقولون هل لنا منالامر من شيء قل
ان الامركل لله يخفون انفسهم مالا يبدون لك يقولون لو كان لنا من الامر شيء ما
قتلنا هاهنا قل لوكنتم فى بيوتكم لبرز الذين كتب عليهم القتل الى مضا جعهم وليبتلى
الله ما فى صدوركم وليمحص ما فى قلو بكم والله عليم بذات الصدور
Allah membantah alasan-alasan dan perkataan-perkataan mereka semua
dan juga memerintahkan nabi Muhammad saw untuk tetap menjalankan dakwahnya
sambil menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak percaya dengan cara yang
halus. Firman Allah dalam surat An Nahl 125, yang bunyinya,
ادع الي سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي
احسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين
artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan
hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik.
Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat
dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat
petunjuk”.
Adanya golongan-golongan tersebut di samping ada perintah tuhan
dalam ayat ini sudah barang tentu membuka jalan bagi kaum muslimin untuk
mengemukakan alasan-alasan kebenaran ajaran agamanya di samping menunjukan
kasalahan golongan-golongan yang menentang kepercayaan-kepercayaan itu, dan
dari kumpulan-kumpulan alasan itulah berdiri ilmu kalam.
2. Ketika kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk
masuk islam, mereka mulai tenteram dan tenang pikirannya disamping melimpah
ruah rizkinya. Di sinilah mulai mengemuka persoalan-persoalan agama dan
berusaha mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya saling bertentangan.
Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama bahkan pada
tiap-tiap masyarakat pun terjadi gejala itu. Pada mulanya agama hanyalah
merupakan kepercayaan-kepercayaan yang kuat dan sederhana tidak perlu
diselisihkan dan tidak pula memerlukan penyelidikan. Penganutnya menerima
bulat-bulat apa yang diajarkan agama, kemudian dianutnya dengan sepenuh hatinya
tanpa memerlukan penyelidikan dan pemilsafatan. Sesudah itu datanglah fase
penyelidikan dan pemikiran dan membicarakan agam secara filosofis. Di sinilah
kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya.
3. Sebab yang ketiga ialah soal politik. Contoh yang tepat adalah
soal khilafah. Ketika beliau wafat beliau tidak mengangkat seorang pengganti,
tidak pula menentuka cara pemilihan penggantiny. Karena itulah antara sahabat
Muhajirin dan Anshor terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki supaya
pengganti rosul berasal dari pihaknya. Ditambah lagi dengan terbunuhnya utsman,
sejak itu kaum muslimin terpecah-pecah menjadi beberapa golongan, yang
masing-masing merasa sebagai pihak yang benar dan hanya calon daripadanya yang
berhak menduduki pimpinan Negara.
FAKTOR YANG BERASAL DARI LUAR
1. Banyak diantara pemeluk-pemeluk islam yang mula-mula beragama
yahudi, masehi dan lain-lain,bahkan diantara mereka pernah ada yang menjadi
ulama’nya. Sehingga setelah ia memegang teguh agama islam ia mengingat-ingat
kembali ajaran agamanya dan memasukkannya kedalam ajaran islam.
2. Golongan islam yang dulu, terutama mu’tazilah memusatkan
perhatiannya untuk penyiaran islam dan membantah bagi mereka yang memusuhi
islam. Menurut mereka, mereka tidak dapat melawan lawannya jika mereka tidak
tahu pendapat apa yang digunakan lawannya. Dengan demikian mereka harus
menyelami pendapat tersebut. Salah satu satunya yaitu penggunaan filsafat.
3. Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut, para mutakalimin hendak
mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa
mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan. Karena itu Annazam
(tokoh Mu’tazilah) mempelajari buku-buku Aristoteles dan membantah pendapatnya,
demikian juga dengan Abul Huzail Al-Allaf (tokoh Mu’tazilah).[xv]
E. PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN
ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU TAUHID/KALAM
Awal mula munculnya masalah teologi dalam islam memang, fakta
sejarah menunjukkan, persoalan pertama yang muncul di kalangan umat islam yang
menyebabkan kaum muslimin terpecah ke dalam beberapa
firqah (kelompok / golongan) adalah persoalan politik. Dari masalah ini
kemudian lahir berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan
pendapat yang berbeda. Namun pertentangan yang tampak dalam ilmu tauhid adalah
penggunaan dalil serta penafsirannya. Ada kelompok yang hanya memandang dalil
dari sisi tekstual, ada yang mencoba menafsirkan dalil dengan pendapat mereka
dengan menggunakan ilmu filsafat, dan ada pula yang mencoba mencari jalan
tengah dengan penalaran dalil melalui filsafat yang masih terbentengi dengan
dalil-dalil yang lain. Sehingga, dari tiap kelompok terdapat keyakinan yang
berbeda dalam menentukan sikap dalam berdalil.[xvi]
Bagi kelompok yang hanya memandang dalil secara tekstual, akan
menganggap kelompok lain yang menggunakan filsafat telah teersesat. Bagi yang
menggunakan filsafat sebagai landasan hukumnya akan menganggap tidak bergunanya
keilmuan tanpa adanya filsafat.
PERBEDAAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU KALAM.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu kalam
dan filsafat adalah :
Dalam ilmu kalam, filsafat dijadikan
sebagai alat untuk membenarkan ayat-ayat
al-Qur’an, sedangkan dalam filsafat sebaliknya, ayat-ayat
al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan hasil-hasil filsafat.
Pembahasan dalam ilmu kalam terbatas pada hal-hal yang tertentu
saja. Masalah yang dimustahilkan al-Qur’an tidak
dibahas oleh ilmu kalam tetapi dibahas oleh filsafat.[xvii]
ANALISIS
Secara jelas, al-qur’an dan hadits telah menyatakan bahwa manusia
secara fitrah berkeyakinan tauhid. Manusia sejak zaman nabi Adam juga beragama
tauhid. Namun seiring sejarah perjalanan manusia, akhirnya ajaran tauhid telah
ditinggalkan. Manusia mulai mencari Tuhan selain Allah. Akhirnya, Allah
mengutus para Nabi untuk membawa mereka kembali kefitrahnya, yakni beragama
tauhid.
Terdapat beberapa faktor sejarah yang menyebutkan sebab-sebab
manusia meninggalkan ajaran tauhid.
Pertama, sejarah telah memperlihatkan bagaimana hawa nafsu,
kebencian dan kesombongan telah menyesatkan umat-umat terdahulu yang
menyebabkan mereka menolak ajaran para Rasul Allah.
Kedua, manusia menyimpang dari ajaran tauhid Karena manusia
tidak mendaya gunakan akal pikirannya secara maksimal atau berpikir dangkal
tentang ke-Tuhan-an. Akibatnya, Tuhan ditafsirkan sesuai selera masing-masing.
Ketiga, manusia terlalu bebas menggunakan akal sampai memasuki
wilayah yang tidak mampu dijangkau oleh akal. Mereka juga menggunakan akal
sebagai tolok ukur dan pedoman untuk menentukan baik-buruk, salah-benar,
manfaat dan tidak manfaat.
Ilmu kalam atau ilmu tauhid lahir guna memenuhi kebutuhan bathin
yang gersang karena keingin tahuan mereka terhadap Allah. Namun, alasan yang
paling mendasar dalam perkembangan ilmu kalam, sehingga lahir bermacam-macam
aliran, adalah politik. Ketika tiap kubu mempertahankan keyakinan yang mereka
anggap benar, maka mereka mencoba untuk mencari tiap jawaban demi membenarkan
kelompok mereka dengan menggunakan ta’wil yang tak jarang ngawur. Sehingga
tumbuh banyak pemikiran dalam tauhid atau ilmu kalam yang memihak pada salah
satu kelompok pemikiran.
Dari waktu kewaktu, ketika banyak tantangan dalam ilmu kalam yang
datang dengan lebih menggunakan rasio dari pada dalil, banyak ulama’ yang
mencoba untuk tercebur kedalamnya. Sehingga dalam perkembangannya, ilmu kalam
bercampur dengan ilmu logika. Dan selama akal masih berperan dalam ke-Tuhan-an,
ilmu kalam tidak akan pernah sirna dari pikiran-pikiran yang mengelana mencari
pencerahan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada dasarnya setiap manusia
mempunyai fitrah berupa kepercayaan terhadap adanya Tuhan. Para
ahli Tafsir mengatakan, fitrah artinya ciptaan atau kejadian yang asli. Kalau
ada manusia kemudian tidak beragama tauhid berarti telah terjadi penyimpangan
dari fitrahnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan tempat ia hidup,
pemikiran yang menjauhkan dari agama tauhid dan sebagainya. Karena naluri
beragama tauhid merupakan fitrah maka ketauhidan dalam diri seseorang telah ada
sejak ia dilahirkan, untuk menyalurkan dan memantapkan naluri itu, Allah SWT
mengutus Nabi atau Rasul yang memberikan bimbingan dan petunjuk ke jalan yang
benar sehingga manusia terhindar dari kesesatan.
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang,
tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, kesadaran
seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul dengan
sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap,
perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Maksud dan tujuan tauhid bukanlah
sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu.
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membicarakan tentang cara-cara
menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik
dalil naqli, maupun dalil aqli.
Ilmu ini dinamakan tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol
adalah menyangkut pokok-pokok ke-Esa-an Allah yang merupakan landasan pokok
agama Islam, dan menyangkut agama yang benar yang telah dibawakan oleh para
Rasul Allah.
Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya agama di dunia ini,
sebagaimana tumbuhnya agama Islam. Pertumbuhan ilmu tauhid ini dipengaruhi oleh
perkembangan jalan pikiran dan keadaan umat Islam dari masa ke masa. Dan
dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam Islam maupun dari luar.
Pengaruh yang paling dominan dalam perkembangan ilmu kalam ini
adalah politik. Ketika satu aliran mencoba membenarkan faham yang dianut dan
mencoba untuk menangkis serangan sesat dari aliran lain, telaah keilmuan
semakin mendalam dengan banyak cara yang digunakan. Pentakwilan qur’an dengan
metode yang mereka yakini mampu menyelamatkan mereka dari kesesatan aliran lain
semakin berkembang. Meskipun pentakwilan mereka banyak yang tidak sesuai dengan
Al-Qur’an dan Al-Hadis. Pembenaran atas pemahaman semakin melebarkan jurang
perbedaan dalam tubuh Islam. Dan dari sini, pertumbuhan ilmu kalam semakin
melebar dan berkembang.
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
[i] http://ilmutauhid.wordpress.com/2009/04/12/sejarah-perkembangan-ilmu-tauhid/.
Di akses tanggal 17 April 2010.
[ii] Karen Amstrong. 2001. History of God. Terj.
Zaimul ‘Am. Sejarah Tuhan. Cet. III. Bandung Mizan. Hal. 29
[iii] Purna Siswa Lierboyo 2008. 2008. ALIRAN-ALIRAN
TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai
Modern. Cet. I. Kediri, KAISAR. Hal. 2
[iv] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah
& Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2001.
[v] . ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan
Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Opcit. 31
[vi] Mulyadi. Aqidah Akhlak. Jakarta: tt. 2005.
[vii] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Op.cit.
22
[viii] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan
Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 17
[ix] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Opcit.
21
[x] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan
Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 31
[xi] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 22
[xii] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 12
[xiii] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan
Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern. Op.Cit. 35
[xiv]Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 45
[xv] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan
Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 49
[xvi] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit.
75
[xvii] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan
Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar