Jumat, 13 September 2013

RESUME PENELITIAN HADITS KONTEMPORER

RESUME
METODOLOGI PENELITIAN HADITS
(PENGALAMAN DR. Hj. ROMLAH ABUBAKAR ASKAR, MA DI UNIVERSITAS AL- AZHAR KAIRO, UNIVERSITAS ISLAM ANTARBANGSA ISLAMAD DAN MALAYSIA)

Pendahuluan
Ilmu hadits memiliki subjek matter (maudhu’), prinsip – prinsip dasar (mabadi’) dan metodologinya (wasa’il). Karena cakupan Hadits amat luas, metodologinya pun harus dipilah-pilah seperti metodologi takhrij, metodologi periwayatan Hadits, metodologi kritik sanad dan matan, metodologi kajian perbandingan tentang hukum dan interpretasi Hadits, metodologi kajian tematik dalam Hadits, metodologi kajian Hadits menurut para orientalis, metodologi penelitian hadits di suatu Negara.
Metodologi Hadits: Pengalaman Mesir
Mesir memiliki latar belakang sejarah dan budaya Hadits yang kuat. Di tingkat perguruan tinggi (Al- Azhar), metodologi pengajaran Hadits pada tingkat Lisans (Lc) – S1, difokuskan kepada kaidah-kaidah Usul al- Hadits dan pengenalan terhadap kitab-kitab induk Hadits, namun dikenalkan melalui diktat-diktat yang dikarang oleh profesor. Di jenjang Master (S2) difokuskan untuk mengkaji setiap kitab hadits, sehingga ada mata kuliah Hadits 1,2, dst. Dan juga ada mata kuliah mentakhrij Hadits dan menghukuminya dan ada lagi mata kuliah perbandingan interpretasi Hadits misalnya antara Ibn Hajar dalam Fath al-Bari dan Imam Nawawi dalam Syarh Muslim, dst. Sementara kegiatan-kegiatan di Masyarakat atau Pemerintah, mereka mengadakan tulis menulis ilmiah dalam bidang Hadits atau ada lomba Hifzul Hadits. Bahkan ada pertemuan tahunan para periwayat Hadits sebagaimana pertemuan tahunan tentang periwayatan kehidupan zuhud, yang dikenal dengan Tariqah al- Sufiyyah.
Metodologi Hadits: Pengalaman Anak Benua India (Sup-Continent)
Anak Benua India adalah semenanjung India. Dahulu dikenal dengan al- Hind yang kini mencakup negara Bangladesh, India, dan Pakistan. Di India dan Pakistan, pada saat ini metodologi Hadits masih mempertahankan sistem periwayatan yang dimasyarakatkan melalui institut Diobandi atau Jamiah Ahli Hadits yang hampir ada di setiap kota. Seluruh Masjid di negeri ini memiliki kelas tahfiz al- Quran dan tahfiz al- Hadits. Di tingkat akademik, metodologi kajian Hadits tidak jauh berbeda dengan Mesir, terutama di International Islamic University (IIU) Islamabad. Di tingkat strata 1 (S1) mahasiswa diharuskan menyelesaikan beberapa tahap yang telah ditetapkan mulai dari semi 1 sampai semi 8. Pada semester akhir mahasiswa jurusan Tafsir Hadits harus mengulas metodologi sebuah kitab hadits dan tafsir dalam mata kuliah Metodologi Penelitian (Manhaj al-  Bahts) Tafsir dan Hadits. Tidak terdapat skripsi karena dianggap pada tingkat ini mahasiswa hanya akan copy dan paste. Sementara pada jenjang master (S2), maka dihadapkan dengan kitab-kitab syarahan hadits yang agak berat. Dengan begitu banyak kajian hadits, maka kebanyakan mahasiswa hidup di Perpustakaan karena banyak praktikum bersama professor. Disinilah para mahasiswa banyak mengetahui kitab-kitab Hadits, bahkan dalam ujian yang di antara soalnya adalah nama-nama kitab dan ulasannya serta banyak tugas pembuktian terhadap teori-teori ilmu Hadits.
Metodologi Penelitian Hadits di Nusantara (Malaysia, Indonesia & Brunai)
 Malaysia, Brunai dan Indonesia tidak jauh berbeda dari segi tradisi keilmuan Islam. Ketika di Timur Tengah dan India / Pakistan telah berjaya dengan ilmuwan – ilmuwan besarnya, di Nusantara ketika itu baru melepas zaman prasejarahnya. Islam datang paling awal adalah abad ke- 11 M tetapi berkembang pesat pada abad-abad 13-15 M. Menurut penuturan pemakalah dimana Timur Tengah telah maju dengan Islamnya, di Nusantara sendiri belum ada apa-apanya.
Dari segi penelitian ilmu di Nusantara, Indonesia dinilai lebih maju sebab SDM-nya besar. Penduduk Malaysia hanya 26 juta (sensus 2005) kira-kira setengahnya adalah Muslim, sedangkang Brunai hanya sekitar 300 ribu penduduk. Dari segi produktifitas karang-mengarang dalam hadits tentu Indonesia lebih maju. Akan tetapi dari segi penyediaan infrastruktur pendidikan untuk masa sekarang Malaysia lebih maju sedikit dari Indonesia. Malaysia awalnya belajar dari Indonesia, namun mereka mengejar kekurangannya sehingga selangkah lebih maju dari Indonesia dengan menciptakan beberapa Universitas Riset sementara kita masih di Teaching University (Universitas Belajar). Beda antara dua bentuk itu adalah yang pertama menghasilkan uang dari hasil penelitian sedangkan yang kedua menghabiskan uang subsidi tanpa pemasukan yang jelas dari hasil penelitian. Dalam penelitian Hadits, Indonesia lebih maju dengan pengamatan bahwa mahasiswa Indonesia sudah masuk ke kajian Hadits dengan mentakhrij atau menciptakan kaedah-kaedah untuk menghukumi hadits atau meneliti keshahihan/kebenaran Hadits. Sedangkan mahasiswa Malaysia masih berkisar metodologi kitab hadits dan kajian Hadits klasik.