Rabu, 20 Februari 2013

Pandangan Orientalis terhadap Al-Qur’an "Toshihiko Izutsu"



Kajian orientalis terhadap al-Qur’an tidak sebatas mempertanyakan otentisitinya. Isu klasik yang selalu diangkat adalah soal pengaruh Yahudi, Kristian, Zoroaster, dan sebagainya terhadap Islam maupun isi kandungan al-Qur’an (‘theories of borrowing and influence’). Ada yang berusaha mengungkapkan segala yang boleh dijadikan bukti bagi ‘teori pinjaman dan pengaruh’ tersebut, seperti dari literatur dan tradisi Yahudi-Kristian (semisal Abraham Geiger, Clair Tisdall, dan lain-lain), dan ada pula yang membandingkannya dengan adat-istiadat Jahiliyyah, Romawi dan lain sebagainya. Biasanya mereka mengatakan bahwa cerita-cerita dalam al-Qur’an banyak yang keliru dan tidak sesuai dengan versi Bible yang mereka anggap lebih akurat. Sikap anti-Islam ini tersimpul dalam pernyataan negatif seorang orientalis Inggris yang banyak mengkaji karya-karya sufi, Reynold A. Nicholson: “Muhammad picked up all his knowledge of this kind [i.e. al-Qur’an] by hearsay and makes a brave show with such borrowed trappings–largely consisting of legends from the Haggada and Apocrypha.” Walau bagaimanapun, segala upaya mereka ibarat buih, muncul dan hilang begitu saja, tanpa pernah berhasil merubah keyakinan dan penghormatan mayoritas Umat Islam terhadap kitab suci al-Qur’an, apatah lagi membuat mereka murtad.[1]
Alasan penulis memilih tokoh ini karena buku karya Toshihiko Izutsu ini menurut penulis merupakan sumbangan berharga dari Prof. Izutsu terutama untuk ummat islam dan peminat studi etika religius pada umumnya. Dan yang menjadi alas an juga bahwa adanya kesulitan bagi penulis dalam menemukan referensi akan tokoh-tokoh lain yang membahas tentang Al-Qur’an atau yang membahas judul lainnya.
Adapun rumusan masalah dari latar belakang yang penulis paparkan di atas antara lain adalah:
-          Bagaimana biografi Toshihiko Izutsu?
-          Bagaimana metodologi penggunaan pendekatan semantik dalam karya Toshihiko Izutsu Relasi Tuhan dan Manusia ?
-          Apa pengertian dan fungsi semantik dalam metode penafsiran al-Qur’an ?      
pemikiran Al-Qur’an yang sangat alami perlu bagi kita untuk membedakan antara tiga lapis risalah normal. Dengan kata-kata lain ada tiga kategori konsep etis yang berlainan dalam Al-Qur’an, yakni:  yang mengacu dan menggambarkan sifat etis dari Tuhan; kemudian yang menggambarkan berbagai aspek dari sifat manusia yang fundamental terhadap Tuhan; dan yang mengacu kepada prinsip-prinsip dan kaidah-kaidah tingkah laku yang mengatur hubungan etis diantara individu-individu yang memilikinya, dan hidup di dalamnya, sebagai komunitas agama Islam.[2]
Kelompok pertama tersusun dari apa yang dinamakan “nama-nama Tuhan”: kata-kata seperti pemurah, penyayang, pengampun, adil, agung, menggambarkan aspek khusus dari tuhan. Kelompok aspek-aspek ini yang kemudian dikembangkan oleh para teolog kedalam sebuah teori atribut-atribut ketuhanan dan yang bisa digambarkan secara jitu sebagai etika ketuhanan.
Kelompok yang kedua berkaitan dengan hubungan etis mendasar antara manusia dan tuhan. Kemudia untuk kelompok yang ketiga berkaitan dengan sikap etis dasar  seorang manusia terhadap sesamanya dalam komunitas. Tentu saja harus diciptakan dalam fikiran bahwa tiga kelompok ini tidak berjauhan satu sama lain, tetapi sangat dekat berhubungan. Dan ini disebabkan oleh fakta dasar bahwa pandangan dunia Al-Qur’an secara esensial bersifat teosentris. Citra Tuhan meliputi seluruh pandangan ini, dan tidak ada satu pun yang terlepas dari pengetahuan dan pemeliharaanNYA. Ketergantungan dasar etika manusia pada etika ketuhanan timbul dalam bentuk lebih pasti dalam versi berikut. Yaitu yang dengan jelas menyatakan bahwa seseorang harus mencoba mengampuni dan memaafkan sesamanya, karena Tuhan selalu siap memaafkan dan melimpahkan kasih sayang kepada makhluknya.[3]
Adapun tujuan pembahasan dalam judul ini yaitu mengungkap atau meneliti pemikiran Toshihiko Izutsu dalam karya-karya beliau seperti konsep-konsep etika religius dalam Qur’an, etika beragama dalam Qur’an, relasi Tuhan dan manusia, dan mungkin banyak yang lainnya, namun pada saat ini penulis hanya mengambil referensi dari tiga judul buku karya beliau yang tercantum di atas. Mulai dari kajian semantic Al-Qur’an, sejarah istilah-istilah kunci Al-Qur’an, relasi ontologis antara Tuhan dan manusia, prinsip-prinsip analisis semantic, dari aturan kesukuan ke etika islamik, seperti konsepsi pesimistis kehidupan duniawi, semangat solidaritas kesukuan dan lain sebagainya yang ada dalam pembahasan buku karya Toshihiko Izutsu.
Sekarang mudah sekali untuk melihat bahwa kata Al-Qur’an dalam frasa “semantic Al-Qur’an” harus difahami hanya dalam pengertian Weltanschauung. Al-Qur’an atau pandangan dunia Qur’ani, yaitu tentang visi Qur’ani tentang alam semesta. Semantic Al-Qur’an terutama akan mempermasalahkan persoalan-persoalan bagaimana dunia wujid di strukturkan, apa unsur pokok dunia dan bagaimana semua itu terkait satu sama lain menurut pandangan pandangan kitab Suci tersebut.[4]
Berbicara dalam istilah-istilah yang lebih umum, ketika kata-kata tersebut diambil dari kombinasi baku tradisionalnya dan ditempatkan kedalam sebuah konteks yang sama sekali baru dan berbeda, umum diketahui bahwa kata-kata itu cenderung terpengaruh oleh perubahan tersebut. Ini dikenal sebagai pengaruh konteks terhadap makna kata. Kadang dampak ini hanya terasa pada perubahan tak kentara penekanan dan sedikit nuansa serta evokasi emotif, tetapi yang lebih sering adalah perubahan drastic pada struktur makna kata tersebut.[5]
BIOGRAFI TOKOH

Toshihiko Izutsu lahir di Tokyo, jepang,pada tanggal 4 mey 1914. Beliau professor pada lembaga studi kebudayaan dan linguistic, Universitas Keio, Tokyo, dan Profesor tamu pada lembaga studi keislaman Universitas McGill, dimana dia menghabiskan enam bulan setiap tahun untuk mengajar teologi dan filsafat islam. Beliau wafat pada tanggal 1 juli 1993. Berasal dari keluarga yang taat, dia telah mengamalkan ajaran Zen Buddhisme sejak kecil. Bahkan, pengalaman bertafakur dari praktik ajaran Zen sedari muda telah turut memengaruhi cara berpikir dan pencariannya akan kedalaman pemikiran filsafat dan mistisisme. Pendek kata, suasana dan latar belakang keluarga telah membentuk pemikiran Izutsu.
Karya-karya Toshihiko Izutsu antara lain yaitu: dalam bahasa inggris; language and magic: studies in the magical function of speech, Tokyo: Keio University,1956; the structure of the ethical terms in the Koran, Tokyo, Keio University, 1959.(telah direvisi dalam bahasa Indonesia yaitu “etika beragama dalam Qur’an”); kemudian karya lain yaitu  God and Man in the Koran: a semantical analysis of the koranic Weltanschauung, Tokyo:Keio University, 1964: dan the concept of belief in Islamic theology, Tokyo: the Keio Institute of cultural and linguistic studies, 1965.
Tokoh lain yang mempengaruhi pemikiran Toshihiko Izutsu seperti Pembacaan atas Pemikiran Charles J. Adams dan John A. Williams yang merupakan sebagai penyunting keislaman McGill yang mana studi islam di McGill ini bertujuan menyediakan serangkaian terbitan beberapa hasil karya yang diteruskan pada lembaga studi keislaman McGill bagi para sarjana dan masyarakat umum.

OBJEK MATERIAL TOKOH DAN FORMAL
            Toshihiko Izutsu dalam karya-karya dan pemikirannya menurut peneliti bahwa beliau menggunakan Metode Analisa/ Analisis. Ada berbagai cara untuk seseorang untuk mengetahui arti sebuah kata asing. Yang paling sederhana dan yang paling umum, tapi sayangnya kurang sekali dapat diandalkan yaitu dengan mengatakan dengan bahasa orang itu sendiri dengan kata yang sama artinya. Kata Gatte dalam bahasa Jerman, misalnya, berarti sama dengan Husband dalam bahasa Inggris. Dalam cara ini kata Kafir dalam bahasa Arab dapat diartikan sama dengan penganut yang salah, zalim sebagai penjahat, dhab sebagai dosa, dan lain sebagainya.
            Dalam Islam, sebagaimana akan kita lihat selanjutnya, salah satu dasar pikiran dari belief adalah gratitude, thankfulness. Dan ini merupakan imbangan dalam konsepsi al-Qur’an mengenai tuhan sebagai peramah, raja yang pemurah bagi semua manusia dan semua makhluk, hal yang dalam Qur’an tak pernah jemu-jemunya ditekankan tentang kebajikan tuhan yang maha kuasa yang sepenuhnya tak menuntut balas apa saja yang Ia limpahkan kepada seluruh makhluk. Sebaliknya, manusia berutang kepadanya untuk kewajibannya berterimakasih atas kasih saying dan kebaikan-NYA.
            Ketidaksesuaian semantik antara kata-kata dan kesamaan artinya biasanya bertambah jika kita beralih kepada wilayah eksistensi dimana mode visi yang unik cenderung mendominir, dan dimana bahasa yang dibebani dengan tugas memantulkan dan mengungkapkan ciri-ciri kehidupan bangsa yang sesungguhnya secara etis. Memang kita mesti meletakkannya sebagai aturan umum bahwa sebuah kata yang lebih ekspresif mengenai ciri etnis yang berakar mendalam dari kebudayaan tertentu, maka lebih sulit kata itu diubah secara tepat kedalam bahasa lainnya.
            Kata kafir dalam al-Qur’an memperoleh arti sekunder sebagai orang yang tidak percaya pada Tuhan, karna sangat sering timbul dalam kontras dalam kata mu’min, yang berarti orang yang menganggap sesuatu sepenuhnya benar, dan kata muslim berarti orang yang sepenuhnya menyerahkan dirinya kepada kemauan Tuhan. Biasanya banyak dibicarakan bahwa kategori semantik dari sebuah kata cenderung sangat kuat dipengaruhi oleh kata-kata yang berdekatan yang termasuk dalam daerah pengertian yang sama.
Salah satu contoh yang di angkat beliau yaitu yang menekankan secara khusus pada sifat perlawanan yang sangat kuat dan ulet terhadap agama yang terungkap dalam hal jahiliyyah. “ dan ingatlah hari ketika orang-orang kafir dihadapkan ke neraka kepada mereka dikatakan: kamu telah menghabiskan rezekimu yang baik dalam kehidupan duniawimu saja dan kamu telah bersenang-senang dengannya; maka pada hari ini kamu dibalasi dengan azab yang menghinakan karena kamu telah menyombongkan diri di muka bumi tanpa hak, dan karena kamu telah fasik, dan ingatlah Hud, saudara kaum ‘Aat, yaitu ketika dia memberi peringatan kepada kaumnya di al-Ahqaf dan sesungguhnya telah terdahulu beberapa orang pemberi peringatan sebelumnya dan sesudahnya dengan mengatakan; janganlah kamu menyembah selain Allah, sesungguhnya aku khawatir kamu akan ditimpa azab hari yang besar. Mereka menjawab;, apakah kamu dating kepada kami untuk memalingkan kami dari menyembah tuhan-tuhan kami? maka datangkanlah kepada kami azab yang telah kamu ancamkan kepada kami jika kamu termasuk orang-orang yang benar. Ia berkata; sesungguhnya pengetahuan tentang itu hanya pada sisi Allah dan aku hanya menyampaikan kepadamu apa yang aku di utus dengan membawanya tetapi aku lihat kamu adalah kaum yang bodoh”. (Q.S. al-Ahqaaf,20-21/22-23).[1]

POKOK-POKOK PEMIKIRAN TOKOH
            Dalam buku Consciousness and Reality Makino Shinya, profesor kajian Islam Jepang, menyatakan bahwa penelitian Toshihiko Izutsu menitikberatkan pada masalah hubungan kesadaran dan realitas. Pencarian ini dilakukan melalui bidang kajian Islam (Islamic studies), filsafat bahasa dan perbandingan filsafat. Hakikatnya, karya Izutsu hendak menciptakan sebuah hubungan dialog yang sejati di antara berbagai tradisi kebudayaan atau apa yang disebut oleh Henry Corbin dengan “undialogue dans la metahistoirere” yang sangat penting di dalam situasi dunia sekarang ini. Sejarah kemanusiaan memerlukan satu pemahaman timbal balik di antara pelbagai bangsa dunia. Hal ini bisa diwujudkan – atau sekurang-kurangnya bisa disusun – pada beberapa tingkat kehidupan yang berbeda. Tingkat filsafat adalah salah satu daripadanya, yang menurut Izutsu merupakan paling dasar. Ciri khas dari tingkat filsafat, tidak seperti tingkat kepentingan manusia yang lain yang berhubung dengan situasi kontemporer dan kondisi kekinian, memungkinkan “pemahaman timbal-balik”  yang diwujudkan di dalam bentuk dialog metahistoris. Bentuk dialog semacam ini, jika dilakukan secara metodologis, dipercayai oleh Izutsu, bisa menghablur menjadi sebuah philosophia perennis di dalam pengertian yang utuh. Karena dorongan filsafat daripada pikiran manusia, tanpa mempertimbangkan usia, tempat dan bangsa, hakikatnya dan akhirnya adalah satu.[1]
            Sebagai seorang intelektual termasyhur, Izutsu menguasai lebih daripada dua puluh bahasa asing. Dengan bakat cemerlang ini, dia bisa melakukan penelitian pelbagai kebudayaan dunia dan menerangkan secara khas kandungan dari beranekaragam sistem keagamaan dan filsafat melalui bahasa asalnya. Ketika pada zaman sekarang terdapat kecenderungan untuk mempelajari sesuatu secara khusus, ternyata bidang penelitiannya begitu luas berhubung dengan prinsip-prinsip kebudayaan dunia. Dari sini, sintesis dari pelbagai khazanah  karya di seantero negeri melahirkan pandangan yang jauh lebih menyeluruh dan tak lagi terkungkung dengan padangan sempit tentang ‘kebenaran’ dan keunikan sebuah tradisi tertentu.
            Bidang kegiatan penelitian Izutsu adalah sangat luas yang meliputi filsafat Yunani kuno dan filsafat Barat Abad Tengah hingga mistisisme Islam Arab dan Persia, filsafat Yahudi, filsafat India, pemikiran Confusianisme, Taoisme Cina, dan filsafat Zen. Keluasaan pengetahuan sarjana tersebut pada gilirannya memungkinkan untuk melihat persoalan tertentu dari pelbagai perpektif, sehingga akan melahirkan pandangan yang menyeluruh tentang satu masalah. Di dalam karya-karyanya, dia menunjukkan keaslian dan keunikan pemikirannya melalui penyusunan terhadap dasar-dasar teoretis yang rumit yang pada saat yang sama didasarkan pada sebuah pengetahuan yang luar biasa terhadap teks-teks utama yang cukup untuk meyakinkan para ahli di dalam kajian masing-masing. Selain itu, saya menemukan banyak karangannya yang disertakan dengan contoh-contoh keseharian sehingga memudahkan pembaca untuk memahami konsep pemikiran yang abstrak. Tambahan lagi, di dalam beberapa karyanya, dia kerap menggunakan diagram atau gambar dalam menerangkan sebuah teori atau pemikiran.[2]
ANALISIS TERHADAP TOKOH
            Kajian al-Qur’an kontemporer yang dilakukan oleh para sarjana Barat di penghujung abad ke-20 diwarnai oleh terbentuknya sebuah konsorsium guna membentuk The Encyclopedia of the Qur’an yang berhasil terbit untuk pertama kalinya di tahun 2002 dengan dewan editorial yang dikepalai oleh Jane Dammen McAuliffe, dibantu oleh beberapa nama terkenal seperti Claude Gilliot dan Andrew Rippin. Kontributor dari ensiklopedi ini tidak hanya kalangan sarjana Barat, tetapi juga melibatkan kalangan sarjana Muslim, bahkan sebagai dewan penasehat seperti Muhammed Arkoun dan Nasr Abu Zayd. Beberapa nama orientalis generasi baru yang tercatat dalam dewan penasehat adalah Gerhard Bowering, Gerald R. Hawting, Frederik Leemhuis, Angelika Neuwirth, dan Uri Rubin. Selain mereka yang terlibat dalam proyek Encyclopedia of the Qur’an, beberapa sarjana Barat yang konsern dalam studi al-Qur’an kontemporer adalah Alan Godlas yang memusatkan kajiannya pada perkembangan penafsiran corak mistik terhadap al-Qur’an, Herbert Berg, Fred M. Donner, Gabriel Said Reynolds, Gregor Schoeler, Stefan Wild, dan masih banyak lagi nama-nama yang banyak memberikan kontribusi pada perkembangan kajian hermeneutika al-Qur’an dengan beragam coraknya.

            Seperti sudah disuarakan sebelumnya oleh T. Andrae, dalam kesarjanaan Barat sejak paruh pertama abad ke-20 muncul pengakuan bahwa Islam didasarkan pada wahyu asli yang diterima oleh Muhammad. Dari kalangan sarjana Katolik, Louis Massignon menegaskan bahwa melalui wahyu asli yang diterimanya, Muhammad mampu menangkap keesaan Tuhan (tauhid). Seiring dengan lengkapnya wahyu, Muhammad mengetahui bahwa asal usul bangsa Arab merujuk pada figur Ismail yang disebut dalam Bible. Di sini, wahyu dalam Islam bisa dianggap sebagai “jawaban misterius terhadap rahmat Tuhan dalam do’a Ibrahim untuk Ismail dan bangsa Arab” yang tidak perlu dipertentangkan. Di sini, semangat kesatuan (tauhid) yang dibawa Massignon, tidak saja merefleksikan pandangannya terhadap keaslian yang sama dari 3 agama semitik yang ada, tetapi juga menemukan kecocokan agama Katolik yang dianutnya dengan doktrin Islam tentang tasawwuf. Satu kritik yang menandaikelemahan penelitian Massignon tentang tasawwuf dalam bukunya Passion d’ al-Hallaj adalah lantaran pribadi al-Hallaj sendiri dianggap sebagai figur marjinal dalam Islam.
Menurut Muhammad Syahrur, sejak orientalis asal Jepang, Toshihiko Izutsu (1914-1993) pertama kali menerbitkan karyanya, Ethico-Religious Concepts in the Quran pada tahun 1950, pengaruh metodologi Barat terhadap paradigma interpretasi dan penafsiran terhadap al-Qur’an dengan model pendekatan ilmu linguistik dan kesejarahan (historis) , atau yang kemudian terkenal dengan istilah pendekatan hermeneutika, dapat ditelusuri pada karya-karya pemikir muslim, sebagai hasil dari interaksi intelektual yang intensif antara dunia akademis Muslim dengan tradisi keilmuan Barat.
Menurut catatan ‘Abd al-Rahmān al-Hāj Ibrāhīm pengaruh pendekatan ala Barat ini mulai terlihat cikal bakalnya secara jelas di dunia Arab pada khususnya dan dunia Muslim pada umumnya saat seorang intelektual Sudan bernama Muhamad Abū Al-Qāsim Hāj Hamd pertama kali pada tahun 1979, mengeluarkan hasil studinya yang berjudul “Al-‘Ālamiyah al-Islāmiyah al-Tsāniyah”.

KESIMPULAN
Dari pembahasan di atas, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
Toshihiko Izutsu lahir pada 4 Mei 1914 dan wafat pada 1 Juli 1993. Beliau  dilahirkan dalam sebuah keluarga kaya pemilik bisnis di Jepang. Sejak usia dini, ia akrab dengan Zen meditasi dan teka-teki, karena ayahnya juga seorang ahli kaligrafi dan Buddha Zen praktisi awam. Beliau masuk fakultas ekonomi, Universitas Keio, tetapi dipindahkan ke departemen sastra Inggris, berharap akan diperintahkan oleh Profesor Junzaburō Nishiwaki. Ia menjadi asisten riset pada tahun 1937, setelah lulus dengan gelar BA.
Analisis semantik Toshihiko Izutsu menghasilkan alternatif baru penafsiran al Qur’an secara obyektif sesuai dengan makna awal ketika wahyu al Qur’an diturunkan dan mempermudah adaptasinya dengan kehidupan sekarang.
Semantik adalah suatu studi dan analisis tentang makna-makna linguistik. Maksudnya, semantik merupakan suatu ilmu yang menelaah lambang-lambang atau tanda-tanda yang menyatakan makna, hubungan makna yang satu dengan yang lain. Dengan demikian mencakup makna kata, perkembangan dan perubahannya. Makna merupakan obyek kajian semantik, karena ia berada dalam satuan-satuan dari bahasa berupa kata, frase, klausa, kalimat, paragraf dan wacana. Dengan demikian  fungsi dari simantik adalah untuk memunculkan tipe ontologis yang “dinamik” dari al-Qur`an dengan penelaahan kritis dan metodologis terhadap konsep-konsep pokok, yaitu konsep-konsep yang tampaknya memainkan peran menentukan dalam pembentukan visi al-Qur`an tentang semesta, realitas. Hal ini akan menghasilkan konsekuensi adanya kemestian mencermati seluruh konsep-konsep kunci dalam al-Qur`an. Yang bertujuan untuk menganalisis al Qur’an dan menyingkap makna dan merekonstruksi pandangan keduniaan dari al Qur’an.[1]
Adapun tujuan pembahasan dalam judul ini yaitu mengungkap atau meneliti pemikiran Toshihiko Izutsu dalam karya-karya beliau seperti konsep-konsep etika religius dalam Qur’an, etika beragama dalam Qur’an, relasi Tuhan dan manusia, dan mungkin banyak yang lainnya, namun pada saat ini penulis hanya mengambil referensi dari tiga judul buku karya beliau yang tercantum di atas. Mulai dari kajian semantic Al-Qur’an, sejarah istilah-istilah kunci Al-Qur’an, relasi ontologis antara Tuhan dan manusia, prinsip-prinsip analisis semantic, dari aturan kesukuan ke etika islamik, seperti konsepsi pesimistis kehidupan duniawi, semangat solidaritas kesukuan dan lain sebagainya yang ada dalam pembahasan buku karya Toshihiko Izutsu.
Sekarang mudah sekali untuk melihat bahwa kata Al-Qur’an dalam frasa “semantic Al-Qur’an” harus difahami hanya dalam pengertian Weltanschauung. Al-Qur’an atau pandangan dunia Qur’ani, yaitu tentang visi Qur’ani tentang alam semesta. Semantic Al-Qur’an terutama akan mempermasalahkan persoalan-persoalan bagaimana dunia wujid di strukturkan, apa unsur pokok dunia dan bagaimana semua itu terkait satu sama lain menurut pandangan pandangan kitab Suci tersebut

 Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…

DAFTAR PUSTAKA:
1)      “Relasi Tuhan dan Manusia”. Pendekatan semantic terhadap al-Qur’an. Toshihiko Izutsu. Pengantar: Dr.Machasin
2)      Toshihiko Izutsu “Etika beragama dalam Qur’an” revisi dari the structure of the ethical terms in the Koran.
3)      Creation and the Timeless Order of Things: Essays in Islamic Philosophy (Ashland, Oregon: White Cloud Press, 1994).
4)      “konsep-konsep Etika Religius dalam Qur’an” Toshihiko Izutsu- penerjemah: Agus Fahri Hussein; Yogyakarta. Tiara Wacana yogya 1993.
5)      Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an, taufiq adnan amal, forum kajian budaya dan agama (FKBA)
6)      http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=377:sekilas-tentang-kajian-orientalis-terhadap-al-quran&catid=43:aliran-menyimpang&Itemid=103




[1] Rekontruksi Sejarah Al-Qur’an, taufiq adnan amal, forum kajian budaya dan agama (FKBA)








[1] Sila rujuk Izutsu, A Comparative Study of The Key Philosophical Concepts in Sufism and Taoism (Tokyo: The Keio Institute of Cultural and Linguistic Studies, 1967), hlm. 191.
[2] Creation and the Timeless Order of Things: Essays in Islamic Philosophy (Ashland, Oregon: White Cloud Press, 1994).






[1] “etika beragama dalam Qur’an”. Toshihiko Izutsu.hlm:51-56







[1] http://www.inpasonline.com/index.php?option=com_content&view=article&id=377:sekilas-tentang-kajian-orientalis-terhadap-al-quran&catid=43:aliran-menyimpang&Itemid=103
[2] “Etika beragama dalam Qur’an” karya Toshihiko Izutsu. Hlm: 25
[3]etika beragama dalam Qur’an” buku karya Toshihiko Izutsu. Hlm 27-29
[4] “relasi tuhan dan manusia” pendekatan semantic terhadap Al-qur’an. Buku karya Toshihiko Izutsu. Hlm:3
[5] “relasi tuhan dan manusia” pendekatan semantic terhadap Al-qur’an. Buku karya Toshihiko Izutsu. Hlm:4-5

TOKOH ORIENTALISME "CHRISTIAN SNOUCK HURGRONJE"




PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sepanjang perkembangan sejarahnya, kajian orientalis tentang Islam dan kaum Muslim pada umumnya telah mengalami pasang surut dan memiliki fase-fase kekhususannya sendiri. Ada beberapa tahapan penting dalam sejarah terbentuknya Orientalisme. Pertama, tanggapan awal kedatangan dan perkembangan Islam (sejak abad ke-7 sampai abad ke-13 Masehi). Pada masa itu kesan Barat tentang Islam dan kaum Muslim tidak akurat dangan sangat negatif. Menurut W. Montgomery Watt ada “citra standar” masyarakat Eropa—yang telah dibangun oleh para teolog Kristen—tentang Islam. Kesan-kesan tersebut adalah: Islam merupakan agama yang keliru dan merupakan pemutarbalikan secara sengaja terhadap kebenaran Kristen; Islam adalah agama yang disebarkan melalui kekerasan dan pedang; Islam adalah agama hawa nafsu; dan Muhammad adalah anti Kristus.[1] Di samping empat citra tersebut, mereka juga memandang al-Qur’an sebagai kitab suci palsu buatan Muhammad sendiri dengan mengambil bahan-bahan dari perjanjian lama, perjanjian baru dan dari kaum murtad.
Kajian orientalis ini sendiri mulai marak yaitu setelah adanya kemunduran islam, setelah perang salib, yang mana perang ini masih menimbulkan banyak pertanyaan dari segi kebenarannya maupun asal dari perang salib ini. Dan setelah perang salib ini berakhir, maka banyak pula dari kalangan barat yang mengkaji seputar  agama islam. Dan banyaknya para pengkaji inilah yang di namakan “Orientalisme” (dari barat ke timur).
Sejak berabad-abad di negeri Belanda terdapat banyak peminat yang rajin mempelajari bahasa Arab. Orientalis ini banyak dikenal masyarakat Indonesia. Lahir di Belanda, Snouck meraih gelar sarjananya di Fakultas Teologi, Universitas Leiden. Kemudian ia melanjutkan ke jurusan sastra Semitik dan meraih doktor, ketika umur 23 tahun (24 November 1880). Snouck Hurgronje menempati posisi tersendiri di kalangan jajaran orientalis yang meniti Islam, baik dari sisi Islam sebagai agama maupun syari’at.
Christian Snouck Hurgronje, seorang orientalis besar pada zamannya. Oleh kebanyakan orang di Indonesia, Snouck Hurgronje dianggap sebagai kaki tangan kaum imperalis; alat kaum penjajah; sehingga segala ulah dan sikapnya dinilai sangat menguntungkan kolonialis Belanda semata.
Snouck Hurgrunje bermaksud menukar Islam dengan kebudayaan Eropa, sehingga upaya kepentingan politik dan agama  (Kristen) menjadi gampang.
   “To bring about a cultural  unity string enough to void the difference of religious denomination from its political and social significance.”
    (Menjadikan ikatan kesatuan budaya dapat melenyapkan perbedaan agama dari kepentingan politik dan kemasyarakatan).[2]

Rumusan Masalah
1.      Bagaimana kehidupan sosial Snouck Hurgronje ?
2.      Bagaimana pendidikan Snouck Hurgronje ?
3.      Apa saja karya-karya Snouck Hurgronje ?
4.      Bagaimana konsep pokok pemikiran Snouck Hurgronje ?
Tujuan Pembahasan
1.      Untuk mengetahui kehidupan sosial Snouck Hurgronje.
2.      Untuk mengetahui latar belakang pendidikan Snouck Hurgronje.
3.      Untuk mengetahui karya-karya Snouck Hurgronje.
4.      Untuk mengetahui konsep pokok pemikiran Snouck Hurgronje.


PEMBAHASAN

Latar belakang Keluarga Snouck Hurgronje
Christian Snouck Hurgronje adalah seorang ilmuwan sekaligus politikus ulung yang lahir pada 8 Februari 1857 di desa Osterhout yang terletak di Timur Laut kota Breda, Belanda. dari pasangan JJ Snouck Hurgronje dan Anna Maria. Meninggal pada tanggal 26 Juni 1936, di Leiden. Berasal dari keluarga pendeta Protestan tradisional, mirip Ortodoks. Tetapi lingkungan pendidikannya bercorak Liberal dan bebas.
Dua saudara Christiaan Snouck Hurgronje lahir di luar perkawinan resmi. Christiaan Snouck Hurgronje adalah anak yang ke empat dan dilahirkan dua tahun setelah perkawinan resmi orang tua kandungnya. Dari arsip Kota Oosterhout, Terheijden dan Mechelen, didapat keterangan bahwa kedua anak pertama, Anna Maria dan Jacqueline Julie dilahirkan berturut-turut di Chilham (Inggris) pada tanggal 24 Mei 1849 dan di Mechelen pada tanggal 4 Desember 1850. Setelah perkawinan lahirlah pada tanggal 19 Februari 1855 Christina Anna Catherina (wafat pada 3 Maret 1856 di Oosterhout); pada 8 Februari 1857 Christiaan di Oosterhout; pada 3 September 1859 Anna Catherina di Oosterhout. Kedua anak pertama yang lahir sebelum perkawinan sah memakai nama ibu mereka ‘De Visser’ setelah meninggalkan Oosterhout pada tanggal 3 Mei 1871; anak-anak lainnya selalu memakai nama "Snouck Hurgronje".[1]
Nama Chistiaan Snouck Hurgronje merupakan gabungan nama kakeknya “Christiaan” dan nama ayahnya “Snouck Hurgronje”. Dengan menyandang dua nama besar ini menjadi tugas berat baginya. Karena ia harus menjalani hidup sebagai pemuka bagi penganut Protestan atau pendeta dalam rangka memperbaiki atau menebus kesalahan yang pernah diperbuat ayah dan ibunya.
Orang-orang yang berpengaruh dalam kehidupannya. Mereka adalah para guru dan keluarganya. Snouck hidup dalam lingkungan keluarga yang menganut agama Kristen Protestan yang setia. Pengetahuan Snouck tentang Islam berkaitan dengan pengetahuan kakeknya tentang Islam. Pemikirannya tentang teologi modern di dapatkan dari para gurunya di Universitas Leiden. Di bawah bimbingan para modernis, ia medalami ilmu sejarah dan perbandingan agama. Berakar dari sini Snouck mengembangkan ilmu di bidang orientalistik.
Kondisi politik dunia semasa Snouck Hurgronje Hidup. Ia hidup pada masa kolonialisme. Kekhalifahan Turki Usmani runtuh dan bangsa Eropa tampil dengan kekuatannya. Negaranya menganggap bahwa peradaban Eropa dan agama Kristen lebih unggul daripada peradaban lain. Realitas ini yang menentukan arah hidupnya.
Posisinya sebagai politikus kolonial Belanda. Ia mencurahkan tenaga, pikiran, dan ilmunya untuk melakukan penelitian yang kemudian digunakan untuk kepentingan pemerintah Belanda yaitu melawan pemberontakan negeri jajahannya.
Latar belakang Pendidikan Snouck Hurgronje
Dia belajar bahasa Latin dan Yunani pada guru khusus sebagai persiapan masuk universitas dan berhasil menempuh ujian masuk universitas pada Juni 1874. Dia mendaftar ke Fakultas Teologi di Universitas Leiden dan pada Mei 1876 ia menempuh ujian kandidat dalam filologi klasik Yunani dan Latin, lalu pada April 1878 ia mengikuti ujian kandidat dalam Teologi. Pada bulan November 1879 dia berhasil memperoleh gelar doktor dengan risalah yang berjudul “ Musim Haji di Makkah “.[2] Pada tahun ajaran 1880 / 1881, Snouck menghadiri perkuliahan Theodore Noldeke di Strassburg bersama koleganya, di antaranya adalah dua orientalis terkenal, C. Bezold yang meninggal pada tahun 1922 di Hedelburg dan R. Bunnow yang meninggal pada tahun 1917 di Amerika. Pada tahun 1884 Snouck mengadakan petualangan ke Jazirah Arab dan menetap di Jeddah sejak Agustus hingga Februari 1885 sebagai persiapan menuju Makkah yang merupakan tujuan utama dari petualangannya. Snouck sampai di Makkah pada 22 Februari 1885 dengan menggunakan nama samaran Abdul Ghafar. Dia menetap di Makkah selama delapan bulan dan menghasilkan karya berjudul “Makkah”. Namun akhirnya, pada bulan Agustus Snouck dipaksa keluar dari Makkah oleh konsul Prancis. Dia pulang dengan empat ekor unta yang membawa barang-barang yang dikumpulkan selama mukim disana. Yang disesalkan adalah bahwa perintah untuk meninggalkan  Makkah bertepatan dengan awal musim Haji. Padahal risalah doktor yang pernah ditulisnya berkaitan dengan musim Haji, meskipun hanya berdasarkan pada sumber-sumber literatur, manuskrip-manuskrip, dan pengalaman orang yang berziarah kesana bukan atas dasar pengalamannya sendiri.
Snouck memulai kegiatan mengajarnya di Leiden dan Delf di Sekolah Calon Pegawai di Indonesia. Dengan meninggalnya A.W.T Joynboll tahun 1887, Snouck ditugasi menggantikan posisinya di Delf, namun Snouck lebih memilih mengajar bidang syari’at Islam di Universitas Leiden.  Sejak tahun 1889, Snouck memulai kegiatannya sebagai penasihat kolonial Belanda di Indonesia. Pertama kali ia menetap di Indonesia selama dua tahun, sebagai penasihat umum pemerintah kolonial Belanda dalam masalah Islam yang bertempat di Pulau Jawa. Pada Maret 1891 ia menjadi penasihat dalam bahasa-bahasa Timur dan Syari’at Islam bagi pemerintah kolonial Belanda, dan menetap di Aceh sejak tahun 1891-1892.
Pemikir lain yang mempengaruhi tokoh

Ds. J. Scharp (1756-1829), buyut (ayah kakeknya) dari pihak ibu, bisa dikatakan sebagai salah satu yang sangat mempengaruhi perkembangan pemikiran Christiaan Snouck Hurgronje. Ds. J. Scharp, seorang orator ulung Rotterdam di zamannya. Pada 1824 berhasil menyelesaikan buku pelajaran Islam “Korte schets over Mohammed en de Mohammadanen. Hendleiding voor de kwekelingen van het Nederlandsche Zendelinggenootschap,” atau Sketsa Singkat tentang Muhammad dan Kaum Muslimin. Buku Pegangan bagi Para Siswa Perhimpunan Pengabar Injil Belanda. Buku ini menguraikan kelemahan ajaran Islam, disertai trik-trik melumpuhkan ajaran Islam. Selain karena pendidikan modern yang diperoleh di Leiden, pelajaran dari Ds. J. Scharp bisa dianggap sangat mempengaruhi pola pemikiran Christiaan Snouck Hurgronje sebagai orientalis kolonial di kemudian hari.
Abraham Kuenen, salah satu modernis Leiden yang dikenal sebagai ahli Penjanjian Lama, telah memberikan pelajaran kritik biblik atau kritik atas Kitab Suci kepada Christiaan Snouck Hurgronje. Kritik biblik yang menggunakan metode rasional menghasilkan pemikiran kontroversial dan kadang sangat bertentangan dengan ajaran agama yang dianut di kala itu. Akibat perjumpaan-perjumpaan dengan kaum modernis Lieden Christiaan Snouck Hurgronje menjadi salah satu pengikut fanatik rasionalisme Leiden. Ciri-cirinya adalah penolakan terhadap sesuatu yang irasional. Trinitas dan posisi Yesus sebagai anak Allah dalam ajaran Kristen (Katholik) ditolaknya karena dianggap bagian ajaran agama yang tak masuk akal.
Karya-karya Snouck Hurgronje
Karya ilmiah Snuck terbagi dalam dua jenis, yaitu karya dalam bentuk buku dan dalam bentuk makalah-makalah kecil. Di antara hasil karya besarnya ialah tulisannya tentang kota Makkah terdiri atas dua bagian, bagian pertama terbit di kota Den Haag pada tahun 1888 dan bagian kedua juga terbit di kota yang sama pada tahun 1889. Kemudian karyanya yang berjudul De Atjehers dalam dua bagian, bagian pertama terbit di Batavia (sekarang dikenal Jakarta) pada tahun 1893 dan bagian kedua di Leiden pada tahun 1894, Daerah Gayo dan Penduduknya dicetak di Batavia pada tahun 1903. Bagian kedua dari buku Makkah dan bagian pertama dan kedua dari buku De Atjehers sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Inggris. Karya-karya dalam bentuk makalah adalah “Munculkan Islam”, “Perkembangan Agama Islam”, “Perkembangan Politik Islam”, dan “Islam dan Pemikiran Modern”. Semua makalah itu telah dikumpulkan oleh muridnya, A.J. Wensinck dengan judul Bunga Rampai dari Tulisan Christian Snouck Hurgronje, dalam enam jilid, jilid pertama tentang Islam dan sejarahnya, jilid kedua tentang syari’at Islam, jilid ketiga tentang Jazirah Arab dan Turki, jilid keempat tentang Islam di Indonesia, jilid kelima tentang bahasa dan sastra, dan jilid keenam tentang kritik buku, dan tulisan-tulisan lain daftar indeks, serta rujukan-rujukan.[3]
Banyaknya karya tulis Christiaan Snouck Hurgronje. Melalui karya-karyanya bisa diungkap alur-alur kekolonialnya dalam bentuk pemikiran-pemikirannya. Di antara karya tulis doktor pengikut modernis Leiden ini yang mudah dijumpai di perpustakaan kita adalah[4]:
1.      C. Snouck Hurgronje, The Holy War, Made In Germany, (New York and London: The Knickerbocker Press, 1915).
2.      C. Snouck Hurgronje, The Revolt in Arabia, (New York and London: The Knickerbocker Press, 1917).
3.      C. Snouck Hurgronje, Islam di Hindia Belanda, (Jakarta: Bratara Karya Asara, 1 973).
4.      C. Snouck Hurgronje, Aceh, Rakyat & Adat Istiadatnya, (Jakarta: INIS, 1 873).
5.      C. Snouck Hurgronje, Mekka in the Latter, Het Mekkaansche Feest, terj. Supardi, Perayaan Mekah, (Jakarta: INIS 1989).
6.      E. Gobee dan C. Adiaanse (penyunting), Nasihat-Nasihat C. Snouck Hurgronje Semasa Kepegawaiannya Kepada Pemerintah Hindia Belanda 1889-1 936, Jilid I-XI, (Jakarta: INIS, 1990-1995).
Metode Pendekatan
Metode yang digunakan oleh Snouck Hurgronje dalam mengemban tugasnya untuk melakukan pendekatan kepada masyarakat di Indonesia terutama Aceh adalah dengan pendekatan sosiologis dimana dia langsung berbaur kepada masyarakat guna mendapatkan apa yang ia cari. 

POKOK PEMIKIRAN DAN ANALISIS
Pokok-Pokok Pemikiran Tokoh
Arah pemikiran Snouck adalah Ia berpandangan liberal dan rasional. Dalam aliran pemikiran ini, agama hanyalah sekedar kesadaran etis yang ada pada setiap manusia. Ia beranggapan budaya Eropa memiliki superioritas kebudayaan sehingga interaksi antara agama Kristen dengan budaya Eropa adalah proses puncak perkembangan kebudayaan. Sedangkan kebudayaan lain – Islam dan budaya Timur – merupakan suatu bentuk “degenerasi” kebudayaan. Christian Snouck Hurgronje, orientasi studinya adalah membangun pandangan yang komprehensif tentang Islam sebagai Agama dan Budaya (bahasa dan literatur, sejarah, realitas sosial, agama).
Snouck menggalakkan pembukaan sekolah-sekolah misi dengan harapan agar penganut Islam secara berangsur beralih ke agama Kristen. Cara demikian ditempuh karena ratusan ribu penduduk merindukan pendidikan, tetapi mereka tidak menyukai pendidikan Kristen untuk anak-anak mereka. Aktivitas mereka pun didasarkan pada politik asosiasi karena ia berpendapat bahwa penyebaran sekolah-sekolah berpola Eropa merupakan satu-satunya sarana untuk mewujudkan impian, sekali pun hal itu dilakukan melalui sekolah-sekolah misi.[1]
Deislamisasi
Sesuai dengan tugasnya, Snouck merumuskan kebijakan pemerintah Hindia Belanda dalam menangani masalah Islam. Ia membedakan Islam dalam arti “ibadah” dengan Islam sebagai “kekuatan sosial politik”. Ia membagi masalah Islam atas tiga kategori.
Pertama, dalam semua masalah ritual keagamaan atau aspek ibadah, rakyat Indonesia harus dibiarkan bebas menjalankannya. Snouck menyatakan bahwa pemerintah Belanda yang ”kafir” masih dapat memerintah Indonesia sejauh mereka dapat memberikan perlakuan yang adil dan sama-rasa sama-rata, bebas dari ancaman dan despotisme.
Kedua, sehubungan dengan lembaga-lembaga sosial Islam atau aspek muamalat, seperti perkawinan, warisan, wakaf, dan hubungan-hubungan sosial lain, pemerintah harus berupaya mempertahankan dan menghormati keberadaannya.
Ketiga, dalam masalah-masalah politik, Snouck menasihati pemerintah untuk tidak menoleransi kegiatan apa pun yang dilakukan kaum Muslim yang dapat menyebarkan seruan-seruan Pan-Islamisme atau menyebabkan perlawanan politik atau bersenjata menentang pemerintah kolonial Belanda. Dalam hal ini, Snouck menekankan pentingnya politik asosiasi kaum Muslim dengan peradaban Barat. Cita-cita seperti ini mengandung maksud untuk mengikat jajahan itu lebih erat kepada penjajah dengan menyediakan bagi penduduk jajahan itu manfaat-manfaat yang terkandung dalam kebudayaan pihak penjajah dengan menghormati sepenuhnya kebudayaan asal (penduduk).
Hubungan Snouck dengan Missi Kristen dan Penyamarannya
Adapun hubungan Snouck Hurgronje dengan misi kristenisasi, kembali pada asal usul lingkungan kelahirannya sendiri pada masa dia hidup dan belajar, serta fakultas tempat dia menimba ilmu. Dia adalah putra penganut gereja Protestan Calvinisme yang terkenal akan ajaran-ajaran  dan kekerasan teologinya, kemudian belajar teologi pada fakultas yang didirikan khusus untuk menyiapkan  para pendeta. Dia hidup pada masa Eropa menguasai sebahagian besar penduduk dunia, termasuk di dalamnya kaum Muslimin. Dia belajar bahasa Arab pada de Goeje, ilmuwan ulung yang memiliki sikap ilmiah obyektif dan mentalitas mulia, serta kesungguhan luar biasa dalam penelitian dan penerbitannya. Kenyataan itu menonjol pada muridnya, Van Fluton (w. 1902), dan keilmiahannya pada teks-teks yang diterbitkannya Miftah al-’Ulum oleh Al-Khawarizmi serta  Al-Mahasin wa Al-Adhdan yang dinisbahkan kepada Al-Jahiz dan lain-lain.[2]

Dukungan terhadap Snouck Hurgronje
Jendral Van Houts merupakan orang yang menugaskan Snouck Hurgronje untuk memantau keadaan dan perkembangan Islam di Indonesia. Demikianlah faktanya. Snouck telah melibatkan dirinya untuk kepentingan penjajahan dengan bukti pernyataan dan laporannya kepada Jendral Van Houts untuk memerangi kaum muslimin di seluruh wilayah jajahan Belanda. Dengan kata lain ia mengusulkan untuk menggunakan kekerasan dalam menumpas kaum muslimin. Karena itu, Jendral tadi mendapat julukan Pedang Snouck yang ampuh karena keberhasilannya dalam memerangi umat Islam.
Di samping itu Snouck Hurgronje juga banyak membantu dalam pembinaan kader missionaris Belanda dan membuka sekolahan untuk mengkristenkan muslimin di seluruh wilayah jajahannya.
Pendapat HM Rasjidi ,bagi Rasjidi figur sosok Snouck Hurgronje justru merupakan teman ummat Islam Indonesia. Penilaian keliru terhadap Snouck itu, menurut Rasjidi disebabkan karena pada umumnya orang belum pernah membaca buku-buku karya orientalis tadi secara lengkap dan teliti. Sebagai cendekiawan yang sudah membaca seluruh karya Snouck Hurgronje secara tuntas, Rasjidi sampai pada kesimpulan, bahwa doktor (Snouck Hurgronje) tersebut pada hakekatnya adalah teman ummat Islam Indonesia.
Snouck, di kalangan orang Belanda sendiri dikenal sebagai seorang yang anti-zending dan anti-missi. Snouck pernah berpolemik dengan anggota parlemen Belanda yang menaruh simpati pada gereja.[1]

Kontra terhadap Snouck Hurgronje
Van Teijn yang menjabat sebagai Gubernur Aceh pada waktu itu melarang Snouck masuk Aceh. Van Teijn menyangka Snouck seorang sekutu bagi Aceh karena diketahui Snouck banyak bergaul dengan tokoh-tokoh Aceh sewaktu di Mekkah.[2]
Ide dan cara yang diusulkan Snouck itu ditentang oleh pihak missionaris yang memang ditugaskan secara resmi oleh kerajaan Belanda ke Indonesia, sehingga terjadi polemik antara Snouck dengan anggota parlemen. Menteri Belanda Lohman, menuduh Snouck  sebagai orang yang menghalangi kristenisasi di Indonesia.
Analisis Pemakalah
Dilihat dari perpsektif sejarahnya, Snouck Hurgronje merupakan tokoh Orientalis yang kontemporer karena beliau lahir pada abad ke- 19 yang merupakan abad Modern dalam sejarah perkembangan ilmu pengetahuan.
Sedangkan jika dilihat dari perspektif studinya, apa yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje adalah Islamic Studies karena beliau mampu untuk melepaskan dirinya dari Agamanya dan fokus pada apa yang dia ingin dapatkan. Serta melakukan semuanya dengan berbagai teori dan metode pendekatan.
Kontribusi tokoh, Snouck Hurgronje melakukan ini semua atas perintah pemerintahan Belanda yang didasari untuk menjajah dan menguasai Indonesia. Dan dari hasil yang didapatkan oleh Snouck diperolehlah kesimpulan yang menyatakan apabila ingin menguasai Indonesia terutama di Aceh ialah pisahkan pengaruh ulama terhadap masyarakat luas. Sehingga Belanda mampu mengambil kendali masayarakat pada waktu itu. Jadi menurut saya, Snouck Hurgronje hanya berpura-pura masuk Islam guna dapat diterima masuk ke wilayah Aceh dan dengan lancar melaksanakan inti misinya yang sebenarnya. Tidak ada keraguan bahwa Snouck pandai memainkan peran di hadapan istri dan anak-anaknya, seperti kepandaiannya memainkan peran di tengah kebanyakan umat Islam yang menganugerahkan kepadanya kecintaan lalu dikhianatinya sendiri.

Kesimpulan
Orientalis secara garis besar ada tiga kategori:
a. Mengabdi kepentingan penjajah.
b. Menjalankan misi Kristen/ Katolik.
c. Berupaya obyektif, tetapi ini sangat langka dan bahkan dimusuhi oleh dua kelompok lainnya.
Christian Snouck Hurgronje adalah orientalis Belanda terkemuka akhir abad 19 dan abad 20 (w 1936) yang menjadi penasihat khusus kolonial Belanda urusan (Islam) di Hindia Belanda. Snouck memang telah meninggal pada 1936. Meskipun sebegitu tegasnya untuk menghancurkan ulama dan Muslimin Aceh, namun Snouck tidak setuju kalau kristenisasi di Indonesia itu memakai cara-cara yang dilakukan missionaris selama ini. Snouck menyarankan agar kristenisasi dilakukan secara pendekatan dan sosialisasi budaya Eropa/ Belanda. Dengan cara pendekatan budaya itu menurut Snouck, umat Islam Indonesia tidak bereaksi, dan bahkan nantinya mereka masuk Kristen dengan sendirinya. Namun, semangat dan pemikirannya meninggalkan pengaruh besar di Indonesia. Ia telah memperlebar akses sekulerisasi dan Kristenisasi. Hingga kini, kedua hal ini menjadi tantangan dakwah terbesar umat Islam Indonesia. Wallahu a‘lam.
 

Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…



[1] Hartono Ahmad Jaiz. “Kristenisasi di Indonesia dan rekayasa Snouck Hurgronje”. Diakses pada tanggal 12 Januari 2013. http://nahimunkar.com/10352/kristenisasi-di-indonesia-dan-rekayasa-snouck-hurgronje/
[2] Nuryanto Dwisihyono, “Snouck Hurgronje, Siapa Dikau ?” diakses pada tangal 14 Januari 2013. http://elhaniev-cyberultimate.blogspot.com/2012/05/snouck-hurgronje-siapa-dikau.html
 



[1] Hurgronje Snouck. Kumpulan Karangan Snouck Hurgronje, diterjemahkan Soedarso Soekarno, dkk. Jilid X, (Jakarta INIS : 2000) hlm. 165-166

[2]Hartono Ahmad Jaiz. ”Kristenisasi di Indonesia dan Rekayasa Snouck Hurgronje”  di akses pada tanggal 12 Januari 2012 http://www.muslimdaily.net/opini/wawasanislam/kristenisasi-di-indonesia-dan-rekayasa-snouck-hurgronje-.html

 



[1] Referensi Makalah. Referensi Inspiratif. “Biografi Christian Snouck Hurgronje” diakses pada tanggal 11 Januari 2013 http://www.referensimakalah.com/2013/01/biografi-christiaan-snouck-hurgronje.html
[2] Badawi. Abdurrahman. Ensiklopedi Tokoh Orientalis. ( Yogyakarta LKiS : 2003 ). Hal. 183
[3] Badawi. Abdurrahman. Ensiklopedi Tokoh Orientalis. (Yogyakarta LKiS : 2003) . hal. 185-186
[4] Referensi Makalah. Referensi Inspiratif. “Biografi Christian Snouck Hurgronje” diakses pada tanggal 11 Januari 2013 http://www.referensimakalah.com/2013/01/biografi-christiaan-snouck-hurgronje.html
 




[1] W. Montgomery Watt, The Influence of Islam on Medieval Europe, (Edinburg: Edinburg University Press, 1972), hal. 74-77.
[2] Dr Qasim As-Samra’i, Al-Istisyraqu bainal Maudhu’iyati wal Ifti’aliyah, terjemahan Prof. Dr Syuhudi Isma’il dkk, Bukti-bukti Kebohongan Orientalis, GIP, Jakarta, cetakan pertama 1417H/ 1996M,  hal.  139.