Senin, 30 April 2012

PINTU IJTIHAD SUDAH TERTUTUP

"PINTU IJTIHAD SUDAH TERTUTUP ?"
Didalam dunia Islam khususnya dunia ilmu pengetahuan Islam, kita sering mendengar pernyataan bahwa “ Pintu Ijtihad (pemikiran baru) dalam dunia Islam sudah tertutup”. Padahal tidak seorangpun yang benar-benar mengetahui kapankah pintu ijtihad tersebut ditutup dan siapakah sesungguhnya yang menutupnya. Istilah “Penutupan Pintu Ijtihad” merupakan pernyataan klasik yang sulit dipahami bagaimana bisa muncul yang kemudian menjadi sebuah wacana yang mengganjal idealisme Islam secara aplikatif sehingga membuat umat Islam hidup di masa lampaunya.  

Pengertian Ijtihad
Menurut bahasa berasal dari kata: berarti sungguh-sungguh, rajin, giat, atau mencurahkan kemampuannya daya upaya atau usaha keras, berusaha keras untuk mencapai atau memperoleh sesuatu.
Menurut istilah ijtihad adalah suatu upaya pemikiran yang sungguh-sungguh untuk menegaskan prasangka kuat atau Dhon yang didasarkan suatu petunjuk yang berlaku atau penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan suatu yang terdekat dengan kitabullah dan sunnah rasulullah SAW.
Muhammad Iqbal menamakan ijtihad itu sebagai the principle of movement. Mahmud Syaltut berpendapat, bahwa ijtihad atau yang biasa disebut arro'yu mencakup dua pengertian : a. Penggunaan pikiran untuk menentukan sesuatu hukum yang tidak ditentukan secara eksplisit oleh al-Qur'an dan as-Sunnah. b. Penggunaan fikiran dalam mengartikan, menafsirkan dan mengambil kesimpulan dari sesuatu ayat atau hadits. 

Dasar Ijtihad
Ijtihad bisa sumber hukumnya dari al-qur'an dan al-hadis yang menghendaki digunakannya ijtihad. Salah satu ayat yang menjadi dalil dari Ijtihad terdapat pada firman Allah dalam Surat An-Nisa' Ayat 59: 

Artinya: Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu. kemudian jika kamu berlainan Pendapat tentang sesuatu, Maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian. yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.( An-Nisa:59)

Kedudukan Ijtihad
Berbeda dengan al-Qur'an dan as-Sunnah, ijtihad terikat dengan ketentuan-ketentuan sebagi berikut :
a. Pada dasarnya yang ditetapkan oleh ijtihad tidak dapat melahirkan keputusan yang mutlak absolut. Sebab ijtihad merupakan aktifitas akal pikiran manusia yang relatif. Sebagai produk pikiran manusia yang relatif maka keputusan daripada suatu ijtihad pun adalah relatif.
b. Sesuatu keputusan yang ditetapkan oleh ijtihad, mungkin berlaku bagi seseorang tapi tidak berlaku bagi orang lain. Berlaku untuk satu masa / tempat tapi tidak berlaku pada masa / tempat yang lain.
c. Ijtihad tidak berlaku dalam urusan penambahan ibadah mahdhah. Sebab urusan ibadah mahdhah hanya diatur oleh Allah dan Rasulullah.
d. Keputusan ijtihad tidak boleh bertentangan dengan al-Qur'an dan as-Sunnah.
e. Dalam proses berijtihad hendaknya dipertimbangkan faktor-faktor motifasi, akibat, kemaslahatan umum, kemanfaatan bersama dan nilai-nilai yang menjadi ciri dan jiwa daripada ajaran Islam.

“Pintu Ijtihad Sudah Tertutup ?”
Ijtihad tertutup berawal dari kesalahpahaman masyarakat fiqih. Awalnya berkembang opini bahwa tak-ada figur yang menyamai Imam terdahulu. Pandangan opini bermula dari anggapan bahwa figur dan personifikasi mujtahid telah hilang. Banyak teori kelayakan mujtahid muncul, yang itu semua lebih bersifat teoritis dan retrospektif yang dipakai guna menjatuhkan orang-orang yang berusaha mengembangkan kajian fiqih. Pada kenyataannya, sejak ushul fiqih bersifat interdisipliner/multidisiplin, tidak ada mujtahid yang mampu mengetahui segala ilmu di bumi. Karena itu, kecenderungan kelayakan mujtahid diarahkan dan dipersempit sebagai teori kelayakan bagi seorang Agamawan yang sangat-sangat ideal.
Secara kontekstual, ijtihad tertutup mengakibatkan fiqih menjadi stagnan (berhenti / tidak berkembang), yang ini, nantinya berpengaruh terhadap semangat keilmuan Muslim. Dampak ijtihad tertutup terhadap fiqih, Fiqih cenderung hanya memperjelas (syarah), memahami, dan meringkas (ikhtisar) buku lama.
Kajian Fiqih menjadi seperti berikut ini :
1) Kajian Fiqih hanya dibatasi pada apa yang ada dalam buku fiqh.
2) Kajian Fiqih meringkas masalah cabang (furu’) dalam uraian singkat.
3) Kajian Fiqih memperbanyak pengandaian dalam masalah.

Ulama Khalaf yang berpendapat bahwa pintu ijtihad telah tertutup dengan mengemukakan argumen sebagai berikut :
v  Hukum-hukum Islam dalam bidang ibadah, mu’amalah munakahat, jinayat, dan sebagainya, sudah lengkap dan terinci dengan rapi.
v  Mayoritas Ahlu as-Sunnah hanya mengakui empat madzhab. Karena itu hendaknya pengikut Ahlu as-Sunnah hendaknya memilih satu madzhab saja.
v  Membuka pintu ijtihad selain percuma dan buang-buang waktu hasilnya akan berkisar pada hukum yang terdiri atas kumpulan pendapat dua madzhab atau lebih. 
v  Kenyataan sejarah menunjukkan bahwa sejak awal abad keempat hijriyyah sampai kini tak seorang ulama pun yang berani menonjolkan dirinya atau ditonjolkan para pengikutnya sebagai seorang mujtahid “muthlak mustaqil”.  

Sementara Ulama Pembaharu yang menentang bahwa pintu ijtihad telah tertutup berargumen:
v  Menutup pintu ijtihad berarti menjadikan hukum Islam yang dinamis menjadi kaku dan beku.
v  Menutup pintu ijtihad berarti menutup kesempatan bagi para ulama Islam untuk menciptakan pemikiran-pemikiran yang baik dalam memanfaatkan sumber (dalil) hukum Islam.
v  Membuka pintu ijtihad berarti membuat setiap permasalahan baru yang dihadapi oleh umat Islam dapat diketahui hukumnya, sehingga hukum Islam akan selalu berkembang serta sanggup menjawab tantangan zaman.
Semakin berkembang dan berubahnya dunia ini, mengharuskan para ulama untuk mampu menyikapi dan meresponnya, sehingga akan mudah umat untuk mengikuti dan memegangi syari’at Islam. Ijtihad secara maknawi (dalam arti luas) tidak akan pernah tertutup. Perlunya ijtihad tersebut bukan hanya dikarenakan adanya kebebasan berfikir oleh setiap manusia, namun memang karena diperlukannya hukum terhadap problem umat oleh kalangan ulama Islam.


Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…

PLURALISME AGAMA

PLURALISME AGAMA

Pluralitas Agama di Indonesia adalah realitas keanekaragaman agama yang berkembang di Indonesia. Sedangkan Pluralisme Agama dapat diartikan sebagai sebuah pandangan yang mendorong bahwa berbagai macam agama yang ada dalam satu masyarakat harus saling mendukung untuk bisa hidup secara damai. Pluralisme Agama bukan lagi merupakan sebuah wacana baru bagi kalangan masyarakat khususnya di Indonesia ini, meninggalnya Gus Dur menjadi moment penting bagi para penyokong ajaran pluralisme untuk kembali menggiatkan kampanyenya mengusung gagasannya. Salah satu agenda penting yang akan digoalkan saat ini adalah menjadikan Gus Dur sebagai pahlawan Nasional, karena jasa-jasanya dalam membangun persatuan bangsa. Sebagian lagi menganggapnya sebagai “Bapak Pluralisme”, tak main-main yang mengatakan demikian adalah presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Padahal, di sisi lain, MUI telah berfatwa tentang haramnya pemahaman pluralisme ini.
Secara sederhana pluralisme dapat diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya keragaman pemikiran, peradaban, agama, dan budaya. Bukan hanya menoleransi adanya keragaman pemahaman tersebut, tetapi bahkan mengakui kebenaran masing-masing pemahaman, setidaknya menurut logika para pengikutnya.
Pluralisme Agama adalah istilah khusus dalam kajian agama-agama. Sebagai ‘terminologi khusus’ istilah ini tidak dapat diartikan sembarangan, misalnya diartikan sama dengan ‘toleransi’ ‘saling menghormati’ ( mutual respect ) dan sebagainya. Sebagai satu paham (isme) yang membahas cara pandang terhadap agama-agama yang ada istilah Pluralisme Agama telah menjadi pembahasan panjang di kalangan para ilmuwan dalam studi agama-agama (religious studies).
Bagi para penganut pluralisme dari kalangan kaum muslimin mereka pun menggarisi ayat-ayat yang mengandung gagasan pluralisme. Di antara ayat yang sering mereka garisi adalah;

Artinya: “ tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam).” (Al-Baqarah: 256)

Artinya: “Sesungguhnya orang-orang mukmin, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran kepada mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” (Al Baqarah: 62)

Dalam mengajarkan gagasan ini penganut Pluralisme sering mengumpamakan agama dengan tiga orang buta yang menjelaskan tentang bentuk gajah. Ketiga orang buta itu diminta untuk memegang gajah, ada yang memegang telinganya, ada yang memegang kakinya, dan ada yang memegang belalainya. Setelah mereka semua memegang gajah, lalu mereka bercerita satu sama lain; yang memegang belalai mengatakan bahwa gajah itu seperti pipa, yang memegang telinganya berkata bahwa gajah seperti kipas yang lebar dan kaku. Yang memegang kaki mengatakan bahwa gajah seperti pohon besar yang kokoh. Dengan berpijak pada cerita tersebut lalu mereka mengatakan bahwa semua agama pada dasarnya menyembah Tuhan yang sama, meskipun cara penyembahannya berbeda-beda. (Penganut Pluralisme)
Pluralisme Agama itu sesuai dengan “semangat zaman”. Anggapan bahwa hanya agamanya sendiri yang benar merupakan kesombongan. Agama-agama hendaknya pertama kali memperlihatkan kerendahan hati, tidak menganggap lebih benar daripada yang lain-lain. Teologi yang mendasari anggapan itu bahwa agama-agama merupakan ekspresi religiositas umat manusia. (Frans Magnis Suseno, Tokoh Teolog Kristen)
Bahwa setiap agama mempunyai ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama ibarat roda yang berputar, pusat roda tersebut adalah tuhan yang sama melalui jalan berbagai agama yang heterogen tapi satu makna. Inilah yang disebut dengan Pluralisme. (Prof.Dr.Nurcholish Madjid, Tokoh Pembaruan Islam di Indonesia).
Istilah Pluralitas di kalangan umat Islam tidak menimbulkan pro dan kontra, sedangkan pluralisme menimbulkan banyak masalah karena perbedaan persepsi tentang pluralisme tersebut. Satu pihak memandang pluralisme sebagai hal yang diperlukan untuk membangun kehidupan yang damai, sementara yang lain menganggap bahwa pluralisme akan menghilangkan jati diri agama, karena menganggap bahwa semua agama itu sama.
Pluralisme bisa saja diterima dengan syarat seluruh agama-agama yang ada terutama di Indonesia ini mau saling toleransi, menghormati satu dengan yang lainnya dan yang paling utama adalah adanya kerelaan hati dari umat beragama terhadap agama lainnya. Akan tetapi Pluralisme mungkin juga ditolak karena adanya ayat-ayat Al Qur’an yang tidak disinggung tadi diatas yang menjelaskan tentang tidak adanya agama yang benar selain Islam. Firman Allah dalam surat Ali Imron ayat 19 dan 85, yang berbunyi :
Artinya: “Sesungguhnya agama (yang diridhai) disisi Allah hanyalah Islam.” (Ali Imran:19)
Artinya: ”Barangsiapa mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan diterima (agama itu)daripadanya, dan Dia di akhirat Termasuk orang-orang yang rugi.” (Ali Imran: 85)

Demikianlah, Islam sama sekali tidak mengakui kebenaran ide pluralisme. Islam hanya mengakui adanya pluralitas agama dan keyakinan. Maknanya Islam hanya mengakui adanya agama dan keyakinan di luar agama islam, serta mengakui adanya identitas agama-agama selain Islam. Islam tidak memaksa pemeluk agama lain untuk masuk Islam. Mereka dibiarkan memeluk keyakinan dan agama mereka. Hanya saja, pengakuan Islam terhadap pluralitas agama tidak boleh dipahami bahwa Islam juga mengakui adanya kebenaran pada agama selain Islam.

Akhirnya, dengan melihat definisi Pluralisme yang menyatakan bahwa semua agama itu sama, maka paham ini tidak dibenarkan, akan tetapi jika Pluralisme ini didefinisikan sebatas mengakui keragaman agama maka paham ini bisa diterimat. Semuanya itu bisa terwujud dengan sikap toleransi dan saling menghormati sehingga perbedaan bukan masalah lagi dalam kehidupan bermasyarakat. Karena Rasulullah pernah bersabda yang artinya: “perbedaan yang terjadi pada ummatku adalah rahmat.”

 Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…