Selasa, 01 Mei 2012

Ulumul al-Hadits

    A. Definisi dan Unsur  yang terkandung di dalamnya

Menurut bahasa hadits berarti :
      a.       الجديد  (yang baru)
          b.      القريب  (yang dekat)
             c.       الخبر  (berita/khabar)
Menurut istilah (terminologi), para ulama berbeda pendapat dalam memberikan pengertian tentang hadits, seperti :
·        Ulama Hadits umumnya menyatakan bahwa “Hadits ialah segala ucapan Nabi, segala perbuatan beliau, segala taqrir (pengakuan) beliau, dan segala keadaan beliau (sebelum dan sesudah diangkat menjadi Rasul).”
·        Ulama Ushul menyatakan bahwa “ Hadits ialah segala perkataan, segala perbuatan, dan taqrir Nabi yang bersangkut paut dengan hukum.”
·        At-Thiby menyatakan bahwa “ Hadits ialah segala perkataan, perbuatan, dan taqrir Nabi, para sahabat dan para Tabi’in.”
·        Abdul Wahab Ibnu Subky dalam “Mutnul Jam’il Jawami” menyatakan bahwa “Hadits ialah segala perkataan dan perbuatan Nabi saw.”
Perbedaan Ulama dalam memberikan definisi didasari oleh perbedaan cara peninjauannya. 

Unsur-unsur yang Terkandung dalam Hadits
·        Matan
Bahasa = matan berarti punggung jalan; tanah yang keras dan tinggi.
Istilah = matan berarti materi berita yang berupa sabda, perbuatan, taqrir Nabi saw yang terletak setelah sanad yang terakhir.
·        Sanad
Bahasa = sanad adalah sandaran; yang dapat dipegangi atau dipercayai; kaki bukit atau kaki gunung.
Istilah = sanad berarti jalan yang menyampaikan kita pada matan hadits.
Istilah-istilah dalam sanad yaitu : awal sanad, ausatus sanad, akhir sanad
Musnid = orang yang menerangkan hadits dengan menyebutkan sanadnya.
Musnad = hadits yang disebutkan dengan diterangkan seluruh sanadnya yang sampai kepada Nabi SAW. Sehingga sering disebut kitab Musnad adalah kitab yang disusun berdasar nama perawi pertama atau sanad terakhir.
Isnad = menerangkan atau menjelaskan sanadnya hadits.
·        Rawi (periwayat hadits)
Rawi = orang yang menyampaikan atau menuliskan dalam suatu kitab apa yang pernah didengar atau diterimanya dari seorang gurunya lalu menyampaikan kepada orang lain dengan menggunakan shighat penyampaian.
Bahasa = riwayat adalah memindahkan dan menukilkan berita dari seseorang kepada orang lain.
Tahamul wa ada’ al-Hadits = proses penerimaan dan penyampaian hadits oleh seorang rawi.
Terdapat dua unsur pokok dalam periwayatan :
·        Rawi yang meriwayatkan
Syarat utama seorang rawi ialah “adil”. Adil diartikan untuk menyebut orang Islam yang telah baligh, berakal, dan selamat dari berbagai sebab yang bias mengakibatkan dirinya jatuh ke lembah kefasikan. Maka tertolak hadits yang rawinya orang kafir, gila, atau belum dewasa, serta rawi yang fasik, yang selalu berbuat maksiat.
Syarat pokok kedua bagi rawi adalah dhabith. Menurut bahasa, dhabith artinya memantapkan, mengokohkan, atau memelihara dengan cermat. Disini, dhabith dimaksudkan untuk menyebut rawi yang teliti dalam hafalan, terjaga dari kelalaian, mengetahui dengan baik dan hafal apa yang diriwayatkan sebagaimana ketika menerimanya. “Tam al-Dhabith” artinya sempurna hafalan.
Kebanyakan penulis ‘Ulum al-Hadits menyebutkan ada 8 cara atau metode rawi dalam memperoleh hadis dari gurunya, yaitu :
·        As-Sama’ ( al-Sama’ min lafzh al-Syaikh)
·        Al-Qira’ah ( al-Qira’ah ‘Ala al-Syaikh)
·        Al-Ijazah
·        Al- Munawalah (bahasa = memberi/menyerahkan)
·        Al-Kitabah (al-Mukatabah)
·        Al-I’lam
·        Al-Washiyah
·        Al-Wijadah
·        Marwi yang diriwayatkan

B.     Ilmu Hadits
Sebagian besar ulama Muhadditsin membagi ilmu hadits menjadi dua bagian :
1)      Ilmu Hadits Riwayah = Ilmu untuk mengetahui sabda-sabda Nabi, perbuatan Nabi, taqrir, dan sifat-sifatnya. Objek pembahasannya adalah pribadi Nabi dari segi sabda, perbuatan, taqrir, dan sifatnya. Ulama yang terkenal sebagai pelopor ilmu hadits riwayah adalah Muhammad Ibnu Syihab Az-Zuhry.
2)      Ilmu Hadits Dirayah = Ilmu yang mempelajari tentang kaidah-kaidah untuk mengetahui tentang sanad, matan, dan cara menerima serta menyampaikan hadits, sifat rawi, dsb. Objek pembahasannya adalah keadaan matan, sanad,dan rawi hadits. Al-Qadhi Ibnu Muhammad Ar-Ramahhurmuzy yang telah membukukan Ilmu Hadits Dirayah dalam kitab khusus dan sebagai ilmu yang berdiri sendiri.

Cabang-cabang Ilmu Hadits
·        Berpangkal pada sanad dan rawi
a)      Ilmu Rijalil Hadits = ilmu yang membahas secara umum tentang kehidupan rawi dari golongan sahabat, tabi’in, dan tabi’it tabi’in.
b)      Ilmu Thabaqatir Ruwah = ilmu yang membahas tentang keadaan rawi berdasarkan pengelompokan rawi-rawi dalam keadaan tertentu (dari segi umur, guru, dsb).
c)      Ilmu Tarikh Rijalil Hadits = ilmu yang membahas tentang rawi yang menjadi sanad suatu hadits mengenai tanggal lahirnya, silsilah keturunan, guru-gurunya, jumlah hadits yang diriwayatkan, murid yang mengambil hadits darinya.
d)      Ilmu Jarh wat Ta’dil = ilmu yang membahas tentang rawi dalam bidang mengkritik keaibannya dan memuji keadilannya, dengan norma tertentu.
·        Berpangkal pada matan
a)      Ilmu Gharibil Hadits = ilmu yang membahas tentang lafadz matan Hadits yang sulit dipahami karena jarang lafadz itu digunakan.
b)      Ilmu Asbabi Wurudil Hadits = ilmu yang menerangkan sebab atau latar belakang lahirnya Hadits.
c)      Ilmu Tawarikhil Mutun = ilmu yang menerangkan kapan dan saat apa hadits diucapkan atau doperbuat Rasul. Ilmu ini berguna untuk mengetahui nasikh wal mansukh hadits.
d)      Ilmu Nasikh wal Mansukh = ilmu yang membahas tentang Hadits yang dimansukh dan yang menasikhkan.
e)      Ilmu Talfiqil Hadits = ilmu yang membahas tentang cara-cara mengumpulkan hadits yang menurut lahirnya, maknanya berlawanan. Dua hadits yang maknanya kelihatan berlawanan disebut “Mukhtaliful Hadits”.
f)        Ilmu Tashhif wat Tahrif = ilmu yang menerangkan hadits yang sudah diubah titiknya (al-mushohhafu) dan bentuknya (al-muharrofu).
·        Berpangkal pada sanad dan matan
a)      Ilmu ‘Ilalil Hadits = ilmu yang menjelaskan sebab-sebab yang samar yang dapat mencacatkan hadits.
b)      Ilmu Fannil Mubhamat = ilmu yang menerangkan tentang nama-nama orang yang tidk disebutkan namanya dalam matan dan di dalam sanad.

C.     Pembagian dan Macam-Macam Hadits
·        Dilihat dari jumlah perawinya
1)      Hadits Muttawatir. Secara bahasa, berasal dari kata al-tawatur yang berarti datang berurut-urut dan beriringan. Secara istilah, hadits yang diriwayatkan oleh banyak perawi dalam setiap tingkatan satu dengan lainnya dan masing-masing periwayat semuanya adil yang tidak memungkinkan mereka sepakat untuk berdusta, semuanya bersandar pada panca indera.
Macam-macam muttawatir :
·        Muttawatir lafdzi = diriwayatkan oleh banyak periwayat dari sisi lafadznya satu dengan yang lainnya sama.
·        Muttawatir ma’nawi = diriwayatkan oleh banyak orang periwayat dipandang dari sisi lafadznya satu dengan lainnya berbeda, tetapi masih dalam konteks yang sama.
·        Muttawatir ‘amali = amalan agama (ibadah) yang dikerjakan oleh Rasulullah lalu diikuti oleh sahabat dan seterusnya sampai umat Islam sekarang.
2)      Hadits Ahad
Secara bahasa, berasal dari kata wahid yang artinya satu. Secara istilah,hadits yang jumlah periwayatnya terbatas atau tidak sebanyak hadits muttawatir. Hadits Ahad dibagi menjadi tiga :
·        Masyhur = secara etimologis berarti tersebar atau tersiar. Secara istilah, hadits yang diriwayatkan lebih dari dua orang tetapi belum mencapai derajat muttawatir (ibn Hajar Al-Asqalaniy).
·        ‘Aziz = secara bahasa, dari kata ‘azza-ya’izzu yang berarti kuat, atau sedikit/jarang, atau disebut dengan al-syarif (yang mulia). Secara istilah,hadits yang jumlah periwayatnya tidak kurang dari dua orang dalam seluruh tingkatannya.
·        Gharib = secara etimologis, gharib merupakan sifat musyabbih yang bermakna sendirian atau jauh dari keluarganya atau jauh dari tanah air atau sulit dipahami. Secara istilah, hadits yang diriwayatkan oleh seorang periwayat dengan tidak dipersoalkan dalam tabaqah mana sajanya.
·        Dilihat dari segi yang menyampaikan berita
1)      Hadits Marfu’ = disandarkan kepada Nabi baik sanadnya bersambung atau tidak (marfu’ hakiki, marfu’ hukmi)
2)      Hadits Mauquf = disandarkan kepada sahabat baik sanadnya besambung atau terputus .
3)      Hadits Maqthu’= disandarkan kepada tabi’in baik sanadnya bersambung atau tidak
·        Dilihat dari segi persambungan sanadnya
1)      Bersambung sanadnya = hadits Musnad (hadits Marfu’ yang sanadnya bersambung), hadits Muttashil/Maushul (hadits yang sanadnya bersambung baik sampai kepada Nabi ataupun hanya sampai kepada sahabat)
2)      Terputus sanadnya = mu’allaq, munqathi’, mu’dhal, mudallas, mursal
·        Dilihat dari penyandarannya kepada Allah
1)      Hadits Qudsi = hadits yang disandarkan kepada Allah
2)      Hadits Nabawi
·        Dilihat dari segi kualitas sanad, perawi, dan matan
1)      Hadits Sahih (Sahih Lidzatihi, Sahih Lighairihi)
2)      Hadits Hasan (Hasan Lidzatihi, Hasan Lighairihi)
3)      Hadits Dhaif
Dilihat dari adanya sanad yang gugur :
a)      Mu’alaq = gugur/dibuang permulaan sanadnya, seorang atau lebih kecuali sahabat
b)      Munqathi’ = gugur sanadnya sebelum Shahaby, seorang atau dua orang dengan tidak berturut-turut
c)      Mu’dhal = gugur sanadnya dua orang atau lebih secara berturut-turut di pertengahan sanad.
d)      Mudallas = sanad digugurkan, atau disiftakan dengan sifat yang belum dikenal dengan maksud untuk menimbulkan kesan bahwa hadits tersebut lebih baik nilai sanadnya dari sebenarnya.
e)      Mursal = hadits yang sanadnya ada yang gugur baik sebelum atau sesudah tabi’in (fuqaha empat), hadits yang gugur sanadnya setelah tabi’in (ulama Hadits).
Dilihat dari selain gugurnya sanad :
a)      Hadits Mudha’af = dinilai kuat sebagian Ulama, tetapi dinilai dha’if oleh Ulama lain, baik pada matan atau sanadnya.
b)      Hadits Mudhtarib = diriwayatkan dengan berbagai jalan, tetapi antara satu dengan lainnya saling bertentangan dan sulit dikompromikan.
c)      Hadits Syadz = diriwayatkan oleh orang yang diterima periwayatannya, tetapi riwayatnya menyalahi riwayat dari perawi yang lebih kuat.
d)      Hadits Mungkar = diriwayatkan oleh perawi yang dha’if dan riwayat serta isinya bertentangan dari yang diriwayatkan oleh orang yang tsiqah.
e)      Hadits Matruk = diriwayatkan oleh orang yang tertuduh dusta dalam meriwayatkan hadits, suka berbuat fasik.

TAKHRIJ HADITS
Ilmu Takhrij Hadits merupakan salah satu perangkat keilmuan yang sangat signifikan dalam keilmuan hadits, baik riwayah maupun dirayah. Secara etimologis, kata takhrij adalah bentuk imbuhan dari kata khuruj. Kata yang terakhir ini adalah bentuk derivatif dari kata kerja kharaja yang berarti keluar. Dari kata kharaja dapat dibentuk kata akhraja, kharaja, dan istakhraja.
Ada tiga hal yang dijelaskan dalam definisi ini :
1)      Yang dimaksud dengan”menunjukkan tempat atau letak hadits” adalah menyebut nama kitab tempat hadits tersebut berada.
2)      Yang dimaksud dengan “kitab-kitab sumber yang orisinil” dalam defisini ini adalah:
·        Kitab-kitab sunnah yang dihimpun oleh penyusunnya setelah menerima langsung dari gurunya berikut sanad-sanadnya yang bersambung sampai kepada nabi.
·        Kitab-kitab hadits yang menghimpun, meringkas atau membuat athraf bagi kitab-kitab yang termasuk kelompok diatas.
·        Kitab-kitab non hadits yang berhubungan dengan disiplin ilmu-ilmu lain, seperti tafsir, fiqih dan sejarah yang didalamnya penyusun mengutip hadis-hadis dengan sanad-sanadnya secara independen, artinya hadis-hadis itu tidak dikutip dari kitab lain.
3)      Menjelaskan nilai hadits dalam takhrij menurut definisi di atas bukanlah hal yang pokok dalam takhrij, ia hanya sebagai pelengkap.

Sejarah Perkembangan Takhrij
Pada abad-abad awal perkembangan ilmu dalam Islam termasuk ilmu hadis apa yang sekarang disebut dengan ‘ilm ushul at-takhrij’ belum diperlukan. Keadaan ini berubah pada abad-abad berikutnya yang disebabkan oleh semakin berkurangnya intensitas kajian terhadap kitab-kitab sumber aslinya. Oleh karena itu bangkitlah kemudian para ulama untuk melakukan takhrij terhadap kitab-kitab tersebut.
Diantara kitab-kitab takhrij terhadap hadits-hadits yang dikutip dalam beberapa kitab tanpa sanad adalah :
1)      Nashr ar-Rayah li Ahadis al-Hidayah, oleh alHafiz az-Zaila’iy (w. 762 H)
2)      Takhrij Ahadis al-Kasyaf, juga oleh az-Zaila’iy
Agaknya atas dasar data sejarah inilah Prof. Hasbi ash-Shiddiqy menegaskan bahwa kegiatan takhrij setidaknya telah muncul pada abad 8 H. Meskipun kegiatan takhrij al-hadis sudah banyak dilakukan oleh ulama hadis tetapi pembakuan ilmu ini sebagai ilmu baru dan terkodifikasikan baru pada akhir abad ke 14 H atau abad ke 20 M.

Metode Takhrij
Setidaknya ada lima metode yang dapat dipergunakan dalam mentakhrij suatu hadits. Masing-masing memiliki kelebihan dan kekurangannya tersendiri, meski tujuan akhir takhrij dengan metode-metode itu tetap sama, yaitu menentukan letak suatu hadits dan menentukan kualitasnya bila diperlukan.
Kelima metode itu adalah:
1)      Melalui pengetahuan tentang nama sahabat yang meriwayatkannya.
2)      Melalui pengetahuan tentang lafal pertama hadits.
3)      Melalui pengetahuan tentang salah satu lafal hadits.
4)      Melalui pengetahuan tentang tema hadits.
5)      Melalui pengetahuan tentang sifat khusus (karakteristik) sanad atau matan hadits.

Buku-buku yang biasa digunakan dalam Takhrij Hadits
1)      Miftah Kunuz al-Sunnah (مفتاح كنوز السنة)
2)      Mu’jam al mufahraz li alfadz al hadits  (معجم المفهرس لألفاظ الحديث)
3)      al-Jami’ al-shaghir (الجامع الصغير)
4)      al-Jami’ al-kabir (الجامع الكبير)
5)      Jam’ ul-Jawami’ (جمع الجوامع)

Tujuan Takhrij Hadits
  • Mengetahui kitab-kitab yang menjadi sumber asal sebuah hadits.
  • Mengetahui rawi-rawi hadits (biografi dan sifat).
  • Mengetahui jalur-jalur periwayatan.
  • Mengetahui kualitas hadits.
  • Mengumpulkan/menghimpun redaksi hadits yg berbeda-beda.


    Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
    Amien yaa Robbal Alamien…

Tidak ada komentar:

Posting Komentar