Takwilan
Kata Syu’ub, Qabail, & Akromakum
شُعُوْبًا = Beberapa suku yang besar, beberapa bangsa[1]
قَبَا ئِلُ = Bersuku – suku[2]
Syu’ub (الشعوب) merupakan bentuk plural dari
kata sya’ab (الشَعب), sementara
itu, qaba’il (القبائيل) merupakan bentuk
jamak dari qabilah (القبيلة).
Keduanya merupakan suatu level dalam hierarkhi kekerabantan menurut orang
Arab. Menurut mereka, manusia ada dalam hierarkhi hubungan kekerabatan mulai
dari yang terluas sampai yang tersempit.
Tatkala
menafsirkan ayat tersebut, Az-Zamakhsyari
dalam al-Kasysyaf menyatakan:
“Sya’ab merupakan
tingkat pertama dari enam tingkatan Bangsa Arab,
yaitu: sya’ab, qabilah, ‘imarah (العمارة), bathn (البطن), fakhidz (الفخذ) dan fashilah (الفصيلة). Sya’ab terdiri
dari beberapa qabilah, qabilah terbentuk dari beberapa ‘imarah,
‘imarah terhimpun dari sejumlah bathn, bathn terdiri dari
beberapa fakhidz dan fakhidz terbentuk dari
beberapa fashilah. Khuzaimah merupakan sya’ab, sementara Kinanah
adalah sebuah qabilah, adapun Quraisy merupakan sebuah ‘imarah, kemudian
Qushai merupakan sebuah bathn, Hasyim merupakan sebuah fakhidz,
sedangkan ‘Abbas merupakan fashilah”.
Al-Azhari
dalam Tahdzibul Lughah menukil dari al-Kalbi:
“Abu
Abaid menukil dari Ibnu Kalbi dari ayahnya dia berkata: sya’ab lebih
besar dari qabilah, kemudian tingkat dibawahnya adalah qabilah,
lantas imarah, lalu bathn, setelah itufakhidz. Sya’b itu
merupakan induk dari seluruh qabilah yang menisbatkan diri
kepadanya”.
Sementara
itu al-Jauhari dalam kamus ash-Shihah menuturkan bahwa:
“Sya’ab adalah qabilah besar,
dia adalah induk dari seluruh qabilah yang menisbatkan diri
kepadanya, artinya sya’ab itu mengumpulkan dan menghimpun mereka. Abu
Ubaid mengutip dari Ibnu Kalbi dari ayahnya yang berkata: sya’b lebih
besar dari qabilah, setelah itu baru qabilah, lalu imarah,
kemudian bathn, setelah itu fakhidz.”
Ibnu
Katsir dalam tafsirnya menyatakan:
“Sya’ab lebih umum
dari qabilah. Di bawah qabilah ada tingkatan lain
seperti fashilah, ‘asyirah, ‘imarah, fakhidz dan
seterusnya”.
Ath
Thabari menjelaskan:
“Dan
FirmanNya “وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ”
Allah (seolah) berfirman: dan kami jadikan kalian saling memiliki kecocokan
(pertemuan nasab). Ada di antara kalian yang memiliki pertemuan nasab yang
jauh, ada sebagian kalian yang memiliki pertemuan nasab yang dekat. Mereka yang
memiliki pertemuan nasab yang jauh adalah orang yang bertemu nasab sebagai
anggota sya’ab. Contohnya apabila dikatakan kepada seseorang arab: “anda
dari sya’ab mana?”, Dia akan menjawab: “aku dari Mudhor” atau “aku dari
Rabi’ah”. Adapun yang memiliki pertemuan nasab yang dekat adalah para
anggota qabilah, seperti Bani Tamim dalam suku Mudhor, atau Bani Bakr
dalam Suku Rabi’ah. Yang lebih dekat dari Qabilah adalah fakhidz,
contohnnya Syaiban dari Bani Bakr dan Darim dari Bani Tamim, dan semisalnya”.
أَكْرَمَكُمْ = Paling
Mulia diantara kalian
(ان اكرمكم عندالله اتقكم, ان الله عليم) Sesungguhnya orang
yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling
bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, tentang kalian – (خبير) lagi Maha Mengenal, apa yang tersimpan di
dalam batin kalian.
Di suatu riwayat oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah dikemukan, ketika Fathul Makkah (hari penaklukan kota Mekah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini Adzan di atas Ka’bah?” Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini (QS. Al-Hujurat: 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi atau perbedaan, yang paling mulia di sisi Allah tetap adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Di suatu riwayat oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah dikemukan, ketika Fathul Makkah (hari penaklukan kota Mekah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini Adzan di atas Ka’bah?” Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini (QS. Al-Hujurat: 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi atau perbedaan, yang paling mulia di sisi Allah tetap adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Di
dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir di dalam Kitab
Mubhamat-nya yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal, yang bersumber dari Abu
Bakr bin Abi Dawud di dalam Tafsir-nya, dikemukan bahwa ayat ini turun
berkenaan dengan Abu Hind yang akan dikawinkan oleh Rasulullah kepada seorang
wanita Bani Bayadhah. Bani Bayadhah berkata: “Wahai Rasulullah, pantaskah kalau
kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekas budak-budak kami?”. Ayat ini
turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas
budak dan orang merdeka.
Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
Amien yaa Robbal Alamien…
[1] A. Warson Munawir, Al-Munawir,
Kamus Arab-Indonesia (Surabaya:
Pustaka Progresif, 2002). Hal. 723
[2]
Terjemah Alfadzil Qur’an “Al Inayah Lil Mubtadi’in Jilid VIII,
Jakarta (Yayasan Pembinaan Masyarakat Islam ; Al Hikmah). Hal. 145-146
Tidak ada komentar:
Posting Komentar