Rabu, 10 April 2013

Ulumul Qur'an : Takwilan Kata Syu’ub, Qabail, & Akromakum QS. Al- Hujurat ayat- 13



Takwilan Kata Syu’ub, Qabail, & Akromakum



شُعُوْبًا = Beberapa suku yang besar, beberapa bangsa[1]
قَبَا ئِلُ = Bersuku – suku[2]
Syu’ub (الشعوب) merupakan bentuk plural dari kata sya’ab (الشَعب), sementara itu, qaba’il (القبائيل) merupakan bentuk jamak dari qabilah (القبيلة). Keduanya merupakan suatu level  dalam hierarkhi kekerabantan menurut orang Arab. Menurut mereka, manusia ada dalam hierarkhi hubungan kekerabatan mulai dari yang terluas sampai yang tersempit.
Tatkala menafsirkan ayat tersebut, Az-Zamakhsyari dalam al-Kasysyaf menyatakan:
“Sya’ab merupakan tingkat pertama dari enam tingkatan Bangsa Arab, yaitu: sya’ab, qabilah, ‘imarah (العمارة), bathn (البطن), fakhidz (الفخذ) dan fashilah (الفصيلة). Sya’ab terdiri dari beberapa qabilah,  qabilah  terbentuk dari beberapa ‘imarah, ‘imarah terhimpun dari sejumlah bathn, bathn terdiri dari beberapa  fakhidz  dan  fakhidz  terbentuk dari beberapa  fashilah. Khuzaimah merupakan sya’ab, sementara Kinanah adalah sebuah qabilah, adapun Quraisy merupakan sebuah ‘imarah, kemudian Qushai merupakan sebuah bathn, Hasyim merupakan sebuah fakhidz, sedangkan ‘Abbas merupakan fashilah”.
Al-Azhari dalam Tahdzibul Lughah menukil dari al-Kalbi:
“Abu Abaid menukil dari Ibnu Kalbi dari ayahnya dia berkata: sya’ab lebih besar dari qabilah, kemudian  tingkat dibawahnya adalah qabilah, lantas imarah, lalu bathn, setelah itufakhidz. Sya’b itu merupakan induk dari seluruh qabilah yang menisbatkan diri kepadanya”.
Sementara itu al-Jauhari dalam kamus ash-Shihah menuturkan bahwa:
“Sya’ab adalah qabilah besar, dia adalah induk dari seluruh qabilah yang menisbatkan diri kepadanya, artinya sya’ab itu mengumpulkan dan menghimpun mereka. Abu Ubaid mengutip dari Ibnu Kalbi dari ayahnya yang berkata: sya’b lebih besar dari qabilah, setelah itu baru qabilah, lalu imarah, kemudian bathn, setelah itu fakhidz.”
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyatakan:
“Sya’ab lebih umum dari qabilah. Di bawah qabilah ada tingkatan lain seperti fashilah, ‘asyirah,  ‘imarah,  fakhidz  dan seterusnya”.
Ath Thabari menjelaskan:
“Dan FirmanNya “وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ” Allah (seolah) berfirman: dan kami jadikan kalian saling memiliki kecocokan (pertemuan nasab). Ada di antara kalian yang memiliki pertemuan nasab yang jauh, ada sebagian kalian yang memiliki pertemuan nasab yang dekat. Mereka yang memiliki pertemuan nasab yang jauh adalah orang yang bertemu nasab sebagai anggota sya’ab. Contohnya apabila dikatakan kepada seseorang arab: “anda dari sya’ab mana?”, Dia akan menjawab: “aku dari Mudhor” atau “aku dari Rabi’ah”. Adapun yang memiliki pertemuan nasab yang dekat adalah para anggota qabilah, seperti Bani Tamim dalam suku Mudhor, atau Bani Bakr dalam Suku Rabi’ah. Yang lebih dekat dari Qabilah adalah fakhidz, contohnnya Syaiban dari Bani Bakr dan Darim dari Bani Tamim, dan semisalnya”.
أَكْرَمَكُمْ = Paling Mulia diantara kalian
(ان اكرمكم عندالله اتقكم, ان الله عليم) Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kalian di sisi Allah ialah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui, tentang kalian – (خبير) lagi Maha Mengenal, apa yang tersimpan di dalam batin kalian.

Di suatu riwayat oleh Ibnu Abi Hatim yang bersumber dari Ibnu Abi Mulaikah dikemukan, ketika Fathul Makkah (hari penaklukan kota Mekah), Bilal naik ke atas Ka’bah untuk mengumandangkan adzan. Beberapa orang berkata: “Apakah pantas budak hitam ini Adzan di atas Ka’bah?” Maka berkatalah yang lainnya: “Sekiranya Allah membenci orang ini, pasti Dia akan menggantinya.” Ayat ini (QS. Al-Hujurat: 13) turun sebagai penegasan bahwa dalam Islam tidak ada diskriminasi atau perbedaan, yang paling mulia di sisi Allah tetap adalah orang yang paling bertakwa kepada-Nya.
Di dalam riwayat lain yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Asakir di dalam Kitab Mubhamat-nya yang ditulis tangan oleh Ibnu Basykuwal, yang bersumber dari Abu Bakr bin Abi Dawud di dalam Tafsir-nya, dikemukan bahwa ayat ini turun berkenaan dengan Abu Hind yang akan dikawinkan oleh Rasulullah kepada seorang wanita Bani Bayadhah. Bani Bayadhah berkata: “Wahai Rasulullah, pantaskah kalau kami mengawinkan putri-putri kami kepada bekas budak-budak kami?”. Ayat ini turun sebagai penjelasan bahwa dalam Islam tidak ada perbedaan antara bekas budak dan orang merdeka.

Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…
 

[1] A. Warson Munawir, Al-Munawir, Kamus Arab-Indonesia (Surabaya: Pustaka Progresif, 2002). Hal. 723
[2] Terjemah Alfadzil Qur’an “Al Inayah Lil Mubtadi’in  Jilid VIII, Jakarta (Yayasan Pembinaan Masyarakat Islam ; Al Hikmah). Hal. 145-146

Tidak ada komentar:

Posting Komentar