Kamis, 21 Juni 2012

HIKMAH Disyariatkannya JIHAD


Definisi Jihad menurut tata bahasa
Jihad dalam tata bahasa (Arab) berasal daripada tiga huruf yaitu : al-jim, al-haa, dan ad-daal. Adapun huruf Alif yang terdapat pada kalimat (جاهد) itu adalah tambahan. Menurut etimolgi Bahasa Arab “ Jihad “ itu adalah “Isim mashdar kedua” yang berasal dari jaahada (جاهد)-yujaahidu (يجاهد) -mujaahadatan  (مجاهدة)dan jihaadan(جهاد) . Jadi jihad itu berarti bekerja sepenuh hati.
Syarat-syarat pelaksanaan Jihad
Dalam melaksanakan jihad ada tiga syarat yang harus dipenuhi, yaitu[1] :
a.       Adanya tenaga Roh
b.      Adanya tenaga Ilmu
c.       Adanya tenaga Benda
Ketiga-tiganya harus ada, bila kurang salah satu dari tiga syarat ini jihad itu tidak akan lancar jalannya. Ada tenaga ilmu, tetapi alat-alat materil tidak ada maka jihadnya itu tidak akan mudah mencapai hasil demikian pula sebaliknya. Tetapi syarat pokok untuk jihad adalah Roh atau jiwa yang menjadi pendorong dari segala-galanya.
Tenaga roh ini ialah tenaga Iman. Iman artinya percaya. Bukan percaya hanya sekedar percaya, tetapi diiringi dengan amal kerja yang mendalam, iman yang sampai pada derajat yakin.
Iman yang tidak yakin itu adalah laksana air dipukul ombak ke pantai secepat ia naik, secepat itu pula ia turun. Jadi, iman artinya percaya yang melekat selamanya dalam hati sampai kepada mutu yakin. 
Pembagian Jihad
Jihad fii Sabilillah dalam syari’at Islam tidak hanya memerangi orang-orang kafir saja, bahkan jihad menurut kacamata syari’at dalam pengertian umum meliputi beberapa perkara[2]:
Pertama  : Jihadun Nafs (Jihad dalam memperbaiki diri sendiri)
Kedua     : Jihadusy Syaithon (Jihad melawan syaithon)
Ketiga     : Jihadul Kuffar wal Munafiqin (Jihad melawan orang Kafir dan kaum Munafiqin)
Keempat : Jihad Arbabuzh Zholmi wal Bida’ wal Munkarat (Jihad menghadapi orng-orang zhalim, ahli bid’ah, dan pelaku kemungkaran)

Hikmah Disyariatkannya Jihad
Seluruh kewajiban yang ada di dalam agama Islam memiliki hikmah dan kemaslahatan yang tidak akan kembali kepada Allah, karena Allah Maha Kaya atas semesta alam. Hikmah dan kemaslahatan tersebut hanya akan kembali kepada Manusia. Tidak ada sebuah  kewajiban kecuali di belakangnya pasti ada hikmah dan kemaslahatan untuk manusia. Hikmah ini bisa diketahui oleh orang yang dikaruniai untuk mengetahuinya, dan tidak diketahui oleh orang yang tidak diberikan kuasa untuk mengetahuinya.
Akan tetapi, Allah swt pasti tidak akan mensyariatkan sesuatu yang sia-sia, sebagaimana Dia pun tidak akan menciptakan sesuatu dengan senda gurau dan penuh kebatilan. Di antara nama-nama baik yang dimiliki-Nya adalah Maha Bijaksana (Al-Hakim). Allah Maha Bijaksana dalam ciptaan dan hukum-Nya.
Islam tidak hanya cukup memerintahkan seorang Muslim untuk menyembah Allah dalam bentuk Shalat, Puasa, dan Tasbih pada waktu petang dan pagi. Islam pun tidak cukup memerintahkan seorang Muslim untuk menyembah Allah dengan cara mengeluarkan sebagian hartanya dalam bentuk zakat, yang berfungsi sebagai penyucian, bantuan untuk orang-orang lemah, dan saham untuk kemaslahatan umat. Islam pun tidak cukup memerintahkan seorang Muslim untuk menyembah Allah dengan cara pergi Haji ke Tanah Suci dengan cara mengorbankan diri dan hartanya di jalan Allah.
Hal ini tidak cukup dilakukan oleh seorang Muslim selama dunia penuh dengan kebatilan, kerusakan, serta orang-orang yang melawan kebaikan dan orang-orang yang melakukan perbaikan. Seorang Muslim tidak boleh ridha ketika hanya tinggal di dalam rumah, mengunci pintu, kemudian beribadah kepada Allah sendirian. Sedangkan pada saat yang sama, ia meninggalkan para pelaku kebatilan dan kedzaliman melakukan kerusakan di muka bumi, sehingga mereka bisa mempermainkan nilai-nilai kebenaran dan keluhuran. Bahkan, ia merasa cukup hanya dengan membaca hauqalah, istirja’, tasbih, dan tahlil.
Ibadah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus menjadi modal untuk melawan segala bentuk keburukan, sebagaimana ibadah Zakat menjadi saham dalam melakukan kebaikan. Inilah yang disebut Jihad di jalan Allah[3]: mencurahkan kemampuan dengan jiwa, harta, akal, dan lisan untuk membela kebenaran. Ibadah tersebut bukan ibadah ritual (syar’iyyah) seperti Shalat dan Haji, melainkan ibadah yang dilakukan dengan niat dan tujuan. Meskipun pada hakikatnya adalah muamalah.
Seorang Muslim diperintahkan untuk melakukan kewajiban tersebut sama seperti ia diperintahkan untuk shalat, puasa dan zakat. Allah Swt berfirman :
ƒ š
35. Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah jalan yang mendekatkan diri kepada-Nya, dan berjihadlah pada jalan-Nya, supaya kamu mendapat keberuntungan.[4]

77. Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu, sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu mendapat kemenangan.
78. dan berjihadlah kamu pada jalan Allah dengan Jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan (begitu pula) dalam (Al Quran) ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia, Maka dirikanlah sembahyang, tunaikanlah zakat dan berpeganglah kamu pada tali Allah. Dia adalah Pelindungmu, Maka Dialah Sebaik-baik pelindung dan sebaik- baik penolong.[5]

Rahasia Kewajiban serta Keutamaan Jihad
Salah satu dari banyak Keutamaan Jihad adalah dapat mengantarkan seseorang kepada tingkat kepribadian mukmin yang baik. Seseorang yang sanggup dan gemar melakukannya, maka semakin tinggi keimanan yang ia peroleh. Sebaliknya, seseorang yang jarang dan tidak berani melakukan Jihad, maka semakin lemah Imannya. Itulah sebabnya dalam beberapa ayat tentang Jihad penyebutan orang-orang beriman dikaitkan dengan orang-orang yang berhijrah, berjihad, dan bersifat sabar.
Al-Qur’an menyatakan, bahwa orang-orang yang melakukan jihad di jalan Allah Swt akan meraih predikat a’zamu darajah (derajat tertinggi) dan mereka tergolong kelompok peraih kemenangan. Tanpa ajaran jihad agama Islam bisa menjadi keropos, dakwah agama tidak bisa dilaksanakan dengan baik, dan musuh-musuh agama terus mengancam[6]. Dengan adanya perintah Jihad di jalan Allah Swt orang Islam diharapkan dapat memperoleh kemenangan.
Orang Islam adalah pemilik risalah totalitas yang universal, tidak layak dipegang oleh orang-orang yanag bersifat negatif dan egois, akan tetapi hanya dapat dipegang oleh orang-orang yang bersifat positif dan mau berjuang.
Risalah ini tujuan utamanya menyebarkan kebenaran dan keadilan serta menegakkan agama Allah di muka bumi. Risalah ini datang untuk melawan kelemahan dalam jiwa, penyelewengan dalam akal dan tingkah laku, kedzaliman terhadap masyarakat dan pemerintah serta penganiyayaan terhadap umat dan bangsa.
Risalah Islam adalah risalah yang mengatakan kepada kaum dhu’afa: “singsingkan lengan bajumu”. Berteriak kepada orang-orang yang hina: “Angkatlah kepala kalian”. Berkata pada orang-orang yang tertidur: “Bangunlah dari tidur kalian”. Mengajak pada orang-orang yang diperbudak: “Lepaskan belenggu-belenggu kalian”. Dan memerintahkan kepada orang-orang yang congkak: “Turunlah dari singgasana kecongkakan kalian”.
Risalah Islam ialah[7] risalah yang mengatakan kepada orang-orang kaya: “Infakkanlah harta Allah Swt, bukan harta kalian”. Mengatakan kepada para penguasa:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat. (An-Nisa: 58)
Risalah Islam ialah risalah yang mengatakan kepada orang yang membanggakan keturunannya sebagai orang yang lambat amalnya dan tidak cepat nasabnya. Dan mengatakan kepada Ahli Kitab:

Katakanlah: "Hai ahli Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara Kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". jika mereka berpaling Maka Katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa Kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)". (Ali Imran: 64)
Dan mengatakan kepada seluruh manusia:

Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling taqwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal. (Al-Hujurat: 13)
Barangsiapa yang memahami karakter risalah Islam ini, niscaya tidak sulit baginya menggambarkan bahwa jihad merupakan salah satu kewajiban risalah Islam dan merupakan salah satu bentuk ibadat.

Analisa  Tentang Jihad
Mendengar kata Jihad, selalu terbayang dengan konsep perang, saling bunuh, terorisme, dan yang lainnya. Ketika kita disuruh untuk memaknai Jihad maka kita harus memandangnya dari berbagai sudut dan mempelajarinya secara detail terlebih dahulu. Karena konteks jihad sangatlah luas dan sangat sulit dipahami bila dipersempit.
Jihad pada dewasa ini sering dimaknai bermacam-macam namun menurut analisa saya, jihad merupakan salah satu dari banyak tindakan demi menegakkan tiang agama. Konsep jihad itu sendiri sangat jauh berbeda dengan konsep terorisme yang pada saat ini sering disamakan bahkan disebut sebagai Jihad itu sendiri. Jihad pada saat sudah sangat berkembang tapi konsepnya beda dengan konsep jihad pada zaman Rasulullah Saw dulu yang bentuknya adalah perang melawan kaum kafir, tetapi sekarang kita harus tetap berjihad namun dengan cara yang berbeda tanpa harus menggunakan kekerasan dan tindakan anarkis.
Menurut saya, terdapat kekeliruan dalam pemaknaan term qitâl yang diserupakan dengan term jihâd. Kekeliruan dalam membedakan keduanya dipengaruhi kesalahan mengidentifikasi semua isyarat jihad dalam ayat-ayat madaniyah yang diatributkan sebagai jihad bersenjata. Padahal, antara jihad dan qitâl memiliki makna dan penggunaan yang berbeda dalam al-Qur’an.
Term qitâl berasal dari qatala-yaqtulu-qatl, yang berarti “membunuh atau menjadikan seseorang mati disebabkan pukulan, batu, racun, atau penyakit”.[8] Term qitâl hanyalah salah satu aspek dari jihad bersenjata. Jihad bersenjata adalah konsep luas yang mencakup seluruh usaha seperti persiapan dan pelaksanaan perang, termasuk pembiayaan perang. Dengan begitu, jihad bersenjata hanyalah salah satu bentuk dari jihad yang juga melibatkan jihad damai. Atas dasar itu, konteks jihad dalam al-Qur’an tidak dapat disamakan dengan qitâl. 
Jadi, menurut analisa saya Jihad pada zaman modern ini tetaplah ada hanya saja konsep dan konteks saja yang berbeda dengan apa yang terjadi pada zaman Rasulullah dahulu yakni dengan perang, melainkan sekarang Jihad itu lebih sulit karena menggunakan otak dan akal pikiran sehingga kita dituntut untuk menguasai ilmu lebih banyak lagi supaya kita mampu untuk berjihad sekuat apa yang kita miliki demi tegaknya bendera Islam.




  Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…


















[1] H.A.R Sutan Mansur, Jihad, (Jakarta: Panji Masyarakat), 1982, Hal. 12
[2] Dzulqarnain bin Muhammad Sanusi, Meraih Kemuliaan Melalui Jihad Bukan Kenistaan, (Klaten: Pustaka As-Sunnah), 2006. Hal. 91
[3] Dr. Yusuf Qardhawi, Fiqh Jihad : Sebuah karya monumental terlengkap tentang Jihad menurut Al-Qur’an dan Sunnah, (Bandung: Mizan Pustaka). 2010. Hal. 7
[4] Surah Al-Maidah (5) ayat 35                                                                                      
[5] Surah Al-Hajj (22) ayat 77-78
[6] Rohimin, Khazanah Kajian Al-Qur’an. JIHAD : Makna dan Hikmah, (Gelora Aksara Pratama), 2006. Hal. 56
[7] Dr. Yusuf Qardhawi,  Menyatukan Pemikiran Para Pejuang Islam, (Jakarta: Gema Insani Press), 1993. Hal. 134-135
[8] Ibn Manzhûr, Lisân al-‘Arab, (Kairo: Dâr al-Ma‘ârif, t.th.), jilid V, hal. 3528.

1 komentar:

  1. blognya keren banget sumpah! ajarin dong, add google plus saya ya..

    BalasHapus