Minggu, 03 Juni 2012

Zina Wa Ahkamuhu


Latar Belakang
            Seiring zaman terus berganti, seiring pula budaya berputar dan terus merubah menjadi kebiasaan di seluruh masyarakat dunia. Dari satu geografi yang bisa dikatakan maju dan modern, bisa jadi akan ditiru oleh geografi yang lebih rendah atau bisa disebut masih berkembang. Menjadi suatu kenyataan bahwasanya kebudayaan yang terjadi adalah bentuk-bentuk yang asal mulanya sangat ditentang oleh adat-istiadat, etika, bahkan dalam tataran religious. Salah satu kebiasaan yang menjadi trend di negara-negara maju ialah free sex, yang dalam arti keagamaan zina.
            Zina memang kedengarannya sangat panas di telinga, namun tidak demikian dengan pelaksanaannya yang sungguh dinikmati oleh para pelaku. Tidak hanya di kalangan menengah ke bawah yang beralasan kebutuhan ekonomi, bahkan para pejabat-pejabat tinggi Negara adalah pelaku utama merebaknya kegiatan berzina, khususna di negeri Indonesia. Tidak menutup kemustahilan, tempat perzinahan pun diberikan tempat khusus alias dilokalisasikan tersendiri oleh pemerintah negeri. Na’udzubillah.
            Perzinahan merupakan kegiatan buruk yang sangat ditentang dan dilarang di dalam agama manapun di muka bumi ini, dengan garis miring para pelaku adalah para pemeluk agama itu sendiri. Menawarkan segala kenikmatan, sangat sulit ditolak oleh orang manapun kecuali ia memiliki kadar keimanan yang kuat dan memegang kuat keyakinan sepenuhnya. Inilah kelemahan manusia zaman sekarang yang kurang memperhatikan esensi menjiwai iman, keyakinan, dan moral.
            Sekiranya latar belakang ini yang kami tuliskan, selanjutnya akan dibahas tentang rumusan masalah, tafsir ayat tentang masalah dan hukuman bagi para pelaku, asbabunnuzul (jika ada), da nada baiknya diberikan kepada kami saran dan kritiknya.

Pengertian
                        Zina dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah persetebuhan antara laki-laki dan perempuan yang tidak dalam ikatan pernikahan.[1] Dalam kamus Islam, zina ialah perbuatan intim yang diluar perkawinan, tindakan pelacuran atau melacur, dan dalam pandangan masyarakat Arab sering disebut sebagai hubungan seks yang tidak diakui masyarakat.
                        Zina adalah perbuatan amoral, munkar, dan tidak bisa dibiarkan untuk merebak ke manapun. Bagaimanapun, zina menghasilkan berbagai penyakit. Penyakit hati, penyakit sosial, dan penakit-penyakit lain yang merusak dan merusakkan. Dalam semua agama, zina dilarang dengan segala aspeknya. Walaupun dari sebagian agama tidak konsisten dalam menjalankan hukumnya. Agama yang menonjolkan akan dilarangnya zina dan mencantumkannya dalam salah satu disa besar ialah agama islam.
                        Agama islam tidak saja melarang dan menghukuminya sebagai dosa besar, namun jauh sebelumnya melarang mendekatinya dengan jalan sekeil apapun diiringi dengan apa yang akan didapatkan apabila dilakukan zina itu.
Ÿ 
32. dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.

                        Tidak kalah menarik, zina adalah salah satu dosa yang besar disandingkan dengan membunuh dan syirik,


68. dan orang-orang yang tidak menyembah Tuhan yang lain beserta Allah dan tidak membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan (alasan) yang benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan yang demikian itu, niscaya Dia mendapat (pembalasan) dosa(nya),

Ini menunjukkan bahwasanya berzina merupakan kehiatan keji dan munkar yang dilarang bagi pemeluk dan masyarakat pada umumnya. Selebihnya akan dibahas bagaimana tafsir dan kronologi perbuatan zina, hokum para pelaku, dan solusi untuk mencegah perbuatan ini.
Ayat tentang Zina dan hukum bagi pelakunya                                      
            1 . Qur’an Surat Al-Israa:32
Ÿ
32. dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.
            Syaikh Abdurrahman bin Nashr AsSa’di, zina dianggap keji menurut syara’, akal, dan fitrah karena merupakan pelanggaran terhadap hak Allah, hak istri, hak keluarga, merusak kesucian pernikahan, mengacaukan garis keturunan, dan melanggar tatanan lainnya.[1]
Ibnu Qoyyim Al-Jauzi menjelaskan, “firman Allah yang berbunyi, ‘Katakanlah, Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan keji, baik yang tampak ataupun yang tersembunyi’ menjadi dalil bahwa inti dari perbuatan zina adalah keji dan tidak bisa diterima akal. Dan hukuman zina dikaitkan dengan sifat kekejiannya itu”. Kemudian beliau menambahkan,”Oleh karena itu, Allah berfirman,”Dan janganlah kamu mendekati perbuatan zina. Sesungguhnya zina itu suatu perbuatan keji dan suatu jalan yang buruk.”[2] Senada diungkapkan oleh Ibn Katsir dalam kitabnya Tafsir Qur’anulAdziem, bahwa zina seburuk-buruk perbuatan keji dan kotor.
            Dalam ayat ini, Allah subhanallahu wa ta’ala jauh hari mewanti hamba-hamba Nya untuk menjauhi perbuatan zina, mencegah hal-hal yang berkait dengannya sekecil apapun. Adapun permasalahan ini akan dibahas dengan secara panjang, namun tidak dalam kesempatan kali ini. Perintah larangan atas pendekatan kepada perbuatan zina ini, tidaklah berarti menjadi boleh untuk berzina. Sebaiknya, melarang untuk mendekati berarti secara mutlaq melarang pebuatan zina itu sendiri.
Dan Allah Maha Mengetahui bagi hamba-hambaNya yang terbaik. Allahu yuwaffiq.
           


2 . Qur’an Surat An-Nuur : 2

2. perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman.
            Di dalam menghukumi pelaku zina, dibedakan menjadi dua yaitu pelaku mukhson (yang sudah menikah,pernah melakukan hubungan) dan al-bikr (ghoiru mukhsan,belum menikah). Pezina Mukhson, mendapatkan kredit khusus yakni dirajam sampai mati,[3] seperti yang diutarakan hadits dan ijma’ mtawatir,
إِنَّ اللهَ أَنْزَلَ عَلَى نَبِيِّهِ الْقُرْآنَ وَكَانَ فِيْمَا أُنْزِلَ عَلَيْهِ آيَةُ الرَّجْمِ فَقَرَأْنَاهَا وَوَعَيْنَاهَا وَعَقَلْنَاهَا وَرَجَمَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَرَجَمْنَا بَعْدَهُ وَ أَخْشَى إِنْ طَالَ بِالنَّاسِ زَمَانٌ أَنْ يَقُوْلُوْا: لاَ نَجِدُ الرَّجْمَ فِيْ كِتَابِ الله فَيَضِلُّوْا بِتَرْكِ فَرِيْضَةٍ أَنْزَلَهَا اللهُ وَإِنَّ الرَّجْمَ حَقٌّ ثَابِتٌ فِيْ كِتَابِ اللهِ عَلَى مَنْ زَنَا إِذَا أَحْصَنَ إِذَا قَامَتِ الْبَيِّنَةُ أَوْ كَانَ الْحَبَل أَوْ الإِعْتِرَاف
"Sesungguhnya Allah telah menurunkan al-Qur`an kepada Nabi-Nya dan diantara yang diturunkan kepada beliau adalah ayat Rajam. Kami telah membaca, memahami dan mengetahui ayat itu. Nabi صلى الله عليه وسلم telah melaksanakan hukuman rajam dan kamipun telah melaksanakannya setelah beliau. Aku khawatir apabila zaman telah berlalu lama, akan ada orang-orang yang mengatakan: “Kami tidak mendapatkan hukuman rajam dalam kitab Allah!” sehingga mereka sesat lantaran meninggalkan kewajiban yang Allah عزّوجلّ telah turunkan. Sungguh (hukuman) rajam adalah benar dan ada dalam kitab Allah untuk orang yang berzina apabila telah pernah menikah (al-Muhshân), bila telah terbukti dengan pesaksian atau kehamilan atau pengakuan sendiri".[4]
Sedangkan lafadz ayat rajam tersebut diriwayatkan dalam Sunan Ibnu Mâjah berbunyi:
وَالشَّيْخُ وَالشَّيْخَةُ إِذَا زَنَيَا فَارْجُمُوْهُمَا الْبَتَهْ نَكَلاً مِنَ اللهِ وَ اللهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ
"Syaikh lelaki dan perempuan apabila keduanya berzina maka rajamlah keduanya sebagai balasan dari Allah subhanallahu wa ta’ala, dan Allah maha perkasa lagi maha bijaksana”.[5]
            Adapun bagi pezina albikr, yaitu firman Allah;

“perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera,”.
            Darah mereka (al-bikr) diringankan tidak sampai dirajam mati melainkan didera 100 jilid dan diasingkan selama satu tahun.
خُذُوْا عَنِّيْ ، خُذُوْا عَنِّيْ ، قَدْ جَعَلَ اللَّهُ لَهُنَّ سَبِيْلاً ، الْبِكْرُ بِالْبِكْرِ جِلْدُ مِائَةٍ وَتَغْرِيْبُ عَامٍ
"Ambillah dariku! ambillah dariku! Sungguh Allah telah menjadikan bagi mereka jalan, yang belum al-muhshaan dikenakan seratus dera dan diasingkan setahun." (HR. Muslim).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah رحمه الله menyatakan: “Apabila tidak muhshân, maka dicambuk seratus kali, berdasarkan al-Qur`an dan diasingkan setahun dengan dasar sunnah Rasulullah sholallahu ‘alaih wasallam.[6] 

Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…


[1] Kalaam AlMannan:4/275
[2] Attafsir Al-Qoyyim,239
[3] Tashîlul-Ilmâm Bi Fiqhi Lil Ahâdîts Min Bulûgh al-Marâm, Shalih al-fauzân 5/230
[4] HR. al-Bukhâri dalam kitab al-Hudûd, Bab al-I’tirâf biz-Zinâ 1829 dan Muslim dalam kitab al-Hudûd no. 1691.
[5] HR. Ibnu Mâjah kitab al-Hudûd Bab ar-Rajmu dan dishahihkan al-Albâni dalam Shahîh Sunan Ibnu Mâjah 2/81
[6] Majmû’ Fatâwâ 28/333 dinukil dari Taisîr al-Fiqhi al-Jâmi’ Li Ikhtiyârât al-Fiqhiyah Lisyaikhil Islâm Ibnu Taimiyah, DR. Ahmad Muwâfi 3/1445




[1] Al-Muhith

Tidak ada komentar:

Posting Komentar