Minggu, 27 Oktober 2013

SEJARAH PERKEMBANGAN TAUHID

SEJARAH PERKEMBANGAN TAUHID

A.    LAHIRNYA TAUHID
Tauhid berasal dari Bahasa Arab, masdar dari kata  وحّد – يوحّد.  Secara Etimologis,  tauhid  berarti  Keesaan.  Maksudnya,  ittikad  atau  keyakinan  bahwa  Allah  SWT  adalah  Esa, Tunggal; Satu. Pengertian ini sejalan dengan pengertian Tauhid yang digunakan dalam Bahasa Indonesia, yakni “ Keesaan Allah “ ; Mentauhidkan berarti mengakui keesaan Allah ; Mengesakan Allah.
Sejarah menunjukkan, bahwa pengertian manusia terhadap tauhid itu sudah tua sekali, yaitu sejak diutusnya nabi Adam. Adam mengajarkan tauhid kepada anak cucunya. Merekapun taat dan tunduk kepada ajaran Adam yang meng-Esa-kan Allah SWT. Tegasnya sejak permulaan manusia mendiami bumi ini, sejak itu telah diketahui dan diyakini adanya dan Esanya Allah pencipta alam. Hal ini (adanya tauhid sejak zaman Nabi Adam) seperti firman Allah dalam surat Al Anbiya’ ayat 25 yang berbunyi:
وما ا ر سلنك من قبلك من رسول الا نوحي اليه انه لا اله الاانا فعبدو
Artinya: “Dan tidaklah kami mengutus sebelum engkau seseorang rosul pun melainkan kami wahyukan kepadanya: bahwasanya tiada tuhan yang sebenarnya disembah melainkan Aku, maka sembahlah Daku.”
Semua nabi mulai nabi Adam sampai nabi Muhammad, mengajar dan memimpin umat, untuk meyakinkan bahwa yang menjadikan alam atau pencipta alam semesta ini adalah Tunggal, Esa, yaitu Allah SWT. Demikianlah adanya garis lurus sejak Nabi Adam sampai kepada Nabi Muhammad SAW yang meyakini dan memercayai suatu keyakinan dan kepercayaan yang tunggal tentang sifat dan zat pencipta alam yaitu Allah SWT.[i]
B.     NALURI BERAGAMA
Rudolf Otto, ahli sejarah agama berkebangsaan Jerman, dalam bukunya the idea of The Holy yang terbit pada 1917, seperti yang dikutip Karen Amstrong, mengatakan, kebutuhann manusia terhadap agama berawal dari ketakjuban mereka terhadap fenomena keteraturan dan keunikan alam semesta. Dengan pikiran dan perasaan yang dimilikinya, manusia berusaha memahami dan memecahkan fenomena tersebut yang akhirnya memunculkan rasa tentang yang Gaib, yaitu ada kekuatan besar yang mengatur alam semesta dan kehidupan mereka yang hakikatnya tak mampu dijangkau oleh akal pikiran mereka. Perasaan tentang yang gaib itu, lanjut Otto, adalah titik berangkat manusia ketika menjelaskan asal-usul dunia atau bagaimana menjalankan kehidupan yang baik di dunia.[ii]
Dengan demikian, manusia secara fitrah membutuhkan agama. Kebutuhan manusia terhadap agama berasal dari dalam diri manusia itu sendiri atau naluri alamiah (fitrah) manusia karena adanya respon dari luar. Fitrah alamiah manusia senantiasa menuntut untuk bertanya tentang hakekat alam dan manusia. Misalnya, adakah kekuatan yang mengatur dan mengendalikan alam semesta ini? Adakah kehidupan setelah kematian? dan pertanyaan-pertanyaan filosofis lainnya.[iii]
 C.    KETAUHIDAN DARI MASA KE MASA
Ilmu yang digunakan untuk menetapkan akidah-akidah diniyah yang di dalamnya diterangkan segala yang di sampaikan rosul dari Allah tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya agama di dunia ini. Para ulama’ di setiap umat berusaha memelihara agama dan meneguhkannya dengan aneka macam dalil yang dapat mereka kemukakan. Tegasnya, ilmu tuhid ini dimiliki oleh semua umat hanya saja dalam kenyataannyalah yang berbed-beda. Ada yang lemah, ada yang kuat, ada yang sempit, ada yang luas, menurut keadaan masa dan hal-hal yang memengaruhi perkembangan umat, seperti tumbuhnya bermacam-macam rupa pembahasan.
Adapun ilmu yang menetapkan akidah-akidah islamiyah dengan jalan mengemukakan dalil dan mempertahankan dalil- dalil itu, tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya islam, dan dipengaruhi oleh perkembangan jalan pikiran dan keadaan umat islam.
Ilmu tauhid ini telah melalui beberapa masa, yaitu:
Masa Rosulullah
Masa Khulafaurrasyidin
Masa Bani Umaiyah
Masa Bani Abasiyah
Masa pasca Masa Bani Abasiyah
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA RASULULLAH SAW.
Masa Rasulullah saw merupakan periode pembinaan aqidah dan peraturan peraturan dengan prinsip kesatuan umat dan kedaulatan Islam. Segala masalah yang kabur dikembalikan langsung kepada Rasulullah saw sehingga beliau berhasil menghilangkan perpecahan antara umatnya.[iv] Masing-masing pihak tentu mempertahankan kebenaran pendapatnya dengan dalil-dalil, sebagaimana telah terjadi dalam agama-agama sebelum Islam. Rasulullah mengajak kaum muslimin untuk mentaati Allah SWT dan Rasul-Nya serta menghindari dari perpecahan yang menyebabkan timbulnya kelemahan dalam segala bidang sehingga menimbulkan kekacauan. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat al-Anfal ayat 46,
 واطيعوا الله ورسوله ولا تنازعوا فتفشلوا وتذهب ريحكم واصبروا ان الله مع الصابرين
Artinya: “Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta orang-orang yang sabar”. [v]
Bila terjadi perdebatan haruslah dihadapi dengan nasihat dan peringatan. Berdebat dengan cara baik dan dapat menghasilkan tujuan dari perdebatan, sehingga terhindar dari pertengkaran. Allah swt berfirman dalam Al-Quran surat An-Nahl ayat 125,
ادع الى سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن
ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين
artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.[vi]
Dengan demikian Tauhid di zaman Rasulullah saw tidak sampai kepada perdebatan dan polemik yang berkepanjangan, karena Rasul sendiri menjadi penengahnya.
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA KHULAFAUR RASYIDIN
Setelah rosulullah saw wafat, dalam masa kholifah pertama dan kedua, umat islam tidak sempat membahas dasar-dasar akidah karena mereka sibuk menghadapi musuh dan berusaha memprtahankan kesatuan dan kesatuan umat. Tidak pernah terjadi perbedan dalam bidang akidah. Mereka membaca dan memahamkan al qur’an tanpa mencari ta’wil dari ayat yang mereka baca. Mereka mengikuti perintah alqur’an dan mereka menjauhi larangannya. mereka mensifatkan allah swt dengan apa yang allah swt sifatkan sendiri. Dan mereka mensucikan allah swt dari sifat-sifat yang tidak layak bagi keagungan allah swt. Apabila mereka menghadapi ayat-ayat yang mutasyabihah mereka yang mengimaninya dengan menyerahkan penta’wilannya kepada allah swt sendiri.
Di masa kholifah ketiga akibat terjadi kekacauan politik yang diakhiri dengan terbunuhnya kholifah usman. Umat islam menjadi terpecah menjadi beberapa golongan dan partai, barulah masing-masing partai dan golongan-golongan itu dengan perkataan dan usaha dan terbukalah pintu ta’wil bagi nas al qur’an dan hadits. Karena itu, pembahasan mengenai akidah mulai subur dan berkembang, selangkah demi selangkah dan kian hari kian membesar dan meluas.[vii]
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA DAULAH UMAYYAH.
Dalam masa ini kedaulatan Islam bertambah kuat sehingga kaum muslimin tidak perlu lagi berusaha untuk mempertahankan Islam seperti masa sebelumnya. Kesempatan ini digunakan kaum muslimin untuk mengembangkan pengetahuan dan pengertian tentang ajaran Islam. Lebih lagi dengan berduyun-duyun pemeluk agama lain memeluk Islam, yang jiwanya belum bisa sepenuhnya meninggalkan unsur agamanya, telah menyusupkan beberapa ajarannya. Masa inilah mulai timbul keinginan bebas berfikir dan berbicara yang selama ini didiamkan oleh golongan Salaf.
Muncullah sekelompok umat Islam membicarakan masalah Qadar (Qadariyah) yang menetapkan bahwa manusia itu bebas berbuat, tidak ditentukan Tuhan. Sekelompok lain berpendapat sebaliknya, manusia ditentukan Tuhan, tidak bebas berbuat (Jabariyah). Kelompok Qadariyah ini tidak berkembang dan melebur dalam Mazhab mu’tazilah yang menganggap bahwa manusia itu bebas berbuat (sehingga mereka menamakan dirinya dengan “ahlu al-adli”), dan meniadakan semua sifat pada Tuhan karena zat Tuhan tidak tersusun dari zat dan sifat, Ia Esa (inilah mereka juga menamakan dirinya dengan “Ahlu At-Tauhid”).
Penghujung abad pertama Hijriah muncul pula kaum Khawarij yang mengkafirkan orang muslim yang mengerjakan dosa besar, walaupun pada mulanya mereka adalah pengikut Ali bin Abi Thalib, akhirnya memisahkan diri karena alasan politik. Sedangkan kelompok yang tetap memihak kepada Ali membentuk golongan Syi’ah.[viii]
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA DAULAH ABBASYIAH
Masa ini merupakan zaman keemasan dan kecemerlangan Islam, ketika terjadi hubungan pergaulan dengan suku-suku di luar arab yang mempercepat berkembangnya ilmu pengetahuan. Usaha terkenal masa tersebut adalah penerjemahan besar-besaran segala buku Filsafat.
Para khalifah menggunakan keahlian orang Yahudi, Persia dan Kristen sebagai juru terjemah, walaupun masih ada diantara mereka kesempatan ini digunakan untuk mengembangkan pikiran mereka sendiri yang diwarnai baju Islam tetapi dengan maksud buruk. Inilah yang melatarbelakangi timbulnya aliran-aliran yang tidak dikehendaki Islam.[ix]
Dalam masa ini muncul polemik-polemik menyerang paham yang dianggap bertentangan. Misalnya dilakukan oleh ‘Amar bin Ubaid Al-Mu’tazili dengan bukunya “Ar-Raddu ‘ala Al-Qadariyah” untuk menolak paham Qadariyah. Hisyam bin Al-Hakam As-Syafi’i dengan bukunya “Al-Imamah, Al-Qadar, Al-Raddu ‘ala Az-Zanadiqah” untuk menolak paham Mu’tazilah. Abu Hanifah dengan bukunya “Al-Amin wa Al-Muta’allim” dan “Fiqhu Al-Akbar” untuk mempertahankan aqidah Ahlussunnah. Dengan mendasari diri pada paham pendiri Mu’tazilah Washil bin Atha’, golongan Mu’tazilah mengembangkan pemahamannya dengan kecerdasan berpikir dan memberi argumen. Sehingga pada masa khalifah Al-Makmun, Al-Mu’tasim dan Al-Wasiq, paham mereka menjadi mazhab negara, setelah bertahun-tahun tertindas di bawah Daulah Umayyah. Semua golongan yang tidak menerima Mu’tazilah ditindas, sehingga masyarakat bersifat apatis kepada mereka. Saat itulah muncul Abu Hasan Al-‘Asy’ary, salah seorang murid tokoh Mu’tazilah Al-Jubba’i menentang pendapat gurunya dan membela aliran Ahlussunnah wal Jama’ah. Dia berpandangan “jalan tengah” antara pendapat Salaf dan penentangnya. Abu Hasan menggunakan dalil naqli dan aqli dalam menentang Mu’tazilah. Usaha ini mendapat dukungan dari Abu al-Mansur al-Maturidy, al-Baqillani, Isfaraini, Imam haramain al-Juaini, Imam al-Ghazali dan Ar-Razi yang datang sesudahnya.
Usaha para mutakallimin khususnya Al-Asy’ary dikritik oleh Ibnu Rusydi melalui bukunya “Fushush Al-Maqal fii ma baina Al-Hikmah wa Asy-Syarizati min Al-Ittishal” dan “Al-Kasyfu an Manahiji Al-Adillah”. Beliau mengatakan bahwa para mutakallimin mengambil dalil dan muqaddimah palsu yang diambil dari Mu’tazilah berdasarkan filsafat, tidak mampu diserap oleh akal orang awam. Sudah barang tentu tidak mencapai sasaran dan jauh bergeser dari garis al-Quran. Yang benar adalah mempertemukan antara syariat dan filsafat.[x]
Dalam mengambil dalil terhadap aqidah Islam jangan terlalu menggunakan filsafat karena jalan yang diterangkan oleh al-Quran sudah cukup jelas dan sangat sesuai dengan fitrah manusia. Disnilah letaknya agama Islam itu memperlihatkan kemudahan. Dengan dimasukkan filsafat malah tambah sukar dan membingungkan.[xi]
PERKEMBANGAN ILMU TAUHID DI MASA PASCA DAULAH ABBASYIAH.
Sesudah masa Bani Abbasiyah datanglah pengikut Al Asy‘ari yang terlalu jauh menceburkan dirinya ke dalam falsafah, mencampurkan mantiq dan lain-lain, kemudian mencampurkan semuanya itu dengan ilmu kalam sebagaimana yang dilakukan oleh Al Baidlawi dalam kitabnya Ath Thawawi dan Abuddin Al-Ijy dalam kitab Al-Mawaqif. Madzhab Al-Asy‘ari berkembang pesat kesetara pelosok hingga tidak ada lagi madzhab yang menyalahinya selain madzhab hambaliyah yang tetap bertahan dalam madzhab salaf, yaitu beriman sebagaimana yang tersebut dalam alquran dan al hadits tanpa mentakwilkan ayat-ayat atau hadits-hadits itu.
Pada permulaan abad kedelapan hijriyah lahirlah di Damaskus seorang ulama’ besar yaitu Taqiyuddin Ibnu Taimayah menentang urusan yang berlebih-lebihan dari pihak-pihak yang mencampur adukkan falsafah dengan kalam, atau menentang usaha usaha yang memasukkan prinsip-prinsip falsafah ke dalam akidah islamiyah.[xii]
Ibnu Tamiyah membela madzab salaf ( sahabat, tabi’in dan imam-imam mujahidin) dan membantah pendirian-pendirian golongan al asy’ariyah dan lain-lain, baik dari golongan rafidhah, maupun dari golongan sufiyah. Maka karenanya masyarakat islam pada masa itu menjadi dua golongan, pro dan kontra, ada yang menerima pandapat pendapat ibnu taimiyah dengan sejujur hati, karena itulah akidah ulama’ salaf dan ada pula yang mengatakan bahwa ibnu taimiyah itu orang yang sesat.
Jalan yang ditempuh oleh Ibnu Taimiyah ini diteruskan oleh muridnya yang terkemuka yaitu Ibnu Qayyimil Jauziyah. Maka sesudah berlalu masa ini, tumpullah kemauan, lenyaplah daya kreatif untuk mempelajari ilmu kalam seksama dan tinggallah penulis-penulis yang hanya memperkatakan makna-makna lafadz dan ibarat-ibarat dari kitab-kitab peninggalan lama.
Kemudian diantara gerakan ilmiah yang mendapat keberkahan dari Allah, ialah gerakan al iman Muhammad ‘Abduh dan gurunya jmaluddin Al-Afghani yang kemudian dilanjutka oleh As-Said Rosyid Ridla. Usaha-usaha beliau inilah, yang telah membangun kembali ilmu-ilmu agama dan timbullah jiwa baru yang cenderung untuk mempelajari kitab-kitab Ibnu Taimiyah dan muridnya. Anggota-anggota gerakan ini dinamakan salafiyyin.[xiii]
D.    FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI ILMU TAUHID MENJADI ILMU KALAM.
Perkembangan ilmu tauhid menjadi ilmu kalam dipengaruhi oleh beberapa faktor. Faktor tersebut sebenarnya banyak, akan tetapi dapat dikelompokkan menjadi dua bagian, yaitu faktor-faktor yang datangnya dari dalam islam sendiri dan faktor-faktor yang datang dari luar islam, Karena adanya kebudayaan-kebudayaan lain dan agama-agama yang bukan islam.[xiv]
FAKTOR YANG DATANG DARI ISLAM
1. Dari Al-Quran sendiri, antara lain:
Quran sendiri disamping ajakannya kepada tauhid dan mempercayai kenabian dan hal-hal lain yang berhubungan dengan hal itu, menyinggung pula golongan-golongan dan agama agama yang ada pada masa nabi Muhammad yang mempunyai kepercayaan-kepercayaan yang tidak benar. Quran tidak membenarkan kepercayaan mereka dengan memberikan alasan sebagai berikut, antara lain:
a)         Golongan yang mengingkari agama dan adanya tuhan dan mereka mengatakan bahwa yang menyebabkan kebinasaan dan kerusakan hanyalah waktu saja. (QS. Al Jatsiah: 24)
واذاتتلى عليهم اياتنا بينات مكان حجتهم الا ان قالوااءتواباباءناان كنتم صهدقين
b)        Golongan-golongan syirik, yang menyembah bintang, bulan, matahari (QS. Al An’am: 76-78)
فلما جن عليه اليل رءا كو كبا قال هذا ربي فلما افل قال لااحب لافلين.فلما رءاالقمر بازغا قال هذا ربي فلما افل قال لئن لم يهدني ربي لاكونن من القوم الضلين.فلما رءاالشمس بازغة قال هذا ربي هذا اكبر فلماافلت قال ياقوم انى باريء مما تشركون
Yang mempertuhankan Nabi Isa dan ibunya (QS. Al Maidah: 116),
واذقال الله ياعيسى ابن مريم ءانت قلت للناس اتحذ واني وامي الاهين من دونالله قال سبحانك مايكون لى اناقول مليس لى بحق ان كنتم قلته فقد علمته تعلم ما في نفسي ولا اعلم ما في نفسك انك انت اعلام الغيوب
Yang menyembah berhala-berhala QS. Al An’am: 74
واذاقال ابراهيم لابيه ءازراتتخذ اصناما ءالهة اني اراك وقومك في ضلال مبين
c)         Golongan-golongan yang tidak percaya akan keutusan nabi-nabi (QS. Al Isra: 94)
قل لوكان في الارض ملائكة يمشون مطمئنين لنزلنا عليهم من السماء ملكا رسولا
Dan tidak mempercayai kehidupan kembali di akhirat nanti (Al Anbiya’:104)
يوم نطوى السماء كطي السجل للكتب كمابدانا اول خلق نعيده وعدا علينا انا كنا فاعلين
d)        Golongan yang mengatakan bahwa semua yang terjadi di dunia ini adalah dari perbuatan tuhan semuanya dengan tidak ada campur tangan manusia ( yaitu orang-orang munafiq) (QS. Ali Imran:154)
ثم انزل عليكم من البعد الغم امنةنعاسا يغشى طاءفةمنكم وطاءفة قداهمتهم يظنون بالله غيرالحق ظن الجاهلية يقولون هل لنا منالامر من شيء قل ان الامركل لله يخفون انفسهم مالا يبدون لك يقولون لو كان لنا من الامر شيء ما قتلنا هاهنا قل لوكنتم فى بيوتكم لبرز الذين كتب عليهم القتل الى مضا جعهم وليبتلى الله ما فى صدوركم وليمحص ما فى قلو بكم والله عليم بذات الصدور
Allah membantah alasan-alasan dan perkataan-perkataan mereka semua dan juga memerintahkan nabi Muhammad saw untuk tetap menjalankan dakwahnya sambil menghadapi alasan-alasan mereka yang tidak percaya dengan cara yang halus. Firman Allah dalam surat An Nahl 125, yang bunyinya,
ادع الي سبيل ربك بالحكمة والموعظة الحسنة وجادلهم بالتي هي احسن ان ربك هو اعلم بمن ضل عن سبيله وهو اعلم بالمهتدين
artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
Adanya golongan-golongan tersebut di samping ada perintah tuhan dalam ayat ini sudah barang tentu membuka jalan bagi kaum muslimin untuk mengemukakan alasan-alasan kebenaran ajaran agamanya di samping menunjukan kasalahan golongan-golongan yang menentang kepercayaan-kepercayaan itu, dan dari kumpulan-kumpulan alasan itulah berdiri ilmu kalam.
2. Ketika kaum muslimin selesai membuka negeri-negeri baru untuk masuk islam, mereka mulai tenteram dan tenang pikirannya disamping melimpah ruah rizkinya. Di sinilah mulai mengemuka persoalan-persoalan agama dan berusaha mempertemukan nash-nash agama yang kelihatannya saling bertentangan.
Keadaan ini adalah gejala umum bagi tiap-tiap agama bahkan pada tiap-tiap masyarakat pun terjadi gejala itu. Pada mulanya agama hanyalah merupakan kepercayaan-kepercayaan yang kuat dan sederhana tidak perlu diselisihkan dan tidak pula memerlukan penyelidikan. Penganutnya menerima bulat-bulat apa yang diajarkan agama, kemudian dianutnya dengan sepenuh hatinya tanpa memerlukan penyelidikan dan pemilsafatan. Sesudah itu datanglah fase penyelidikan dan pemikiran dan membicarakan agam secara filosofis. Di sinilah kaum muslimin mulai memakai filsafat untuk memperkuat alasan-alasannya.
3. Sebab yang ketiga ialah soal politik. Contoh yang tepat adalah soal khilafah. Ketika beliau wafat beliau tidak mengangkat seorang pengganti, tidak pula menentuka cara pemilihan penggantiny. Karena itulah antara sahabat Muhajirin dan Anshor terdapat perselisihan, masing-masing menghendaki supaya pengganti rosul berasal dari pihaknya. Ditambah lagi dengan terbunuhnya utsman, sejak itu kaum muslimin terpecah-pecah menjadi beberapa golongan, yang masing-masing merasa sebagai pihak yang benar dan hanya calon daripadanya yang berhak menduduki pimpinan Negara.
FAKTOR YANG BERASAL DARI LUAR
1. Banyak diantara pemeluk-pemeluk islam yang mula-mula beragama yahudi, masehi dan lain-lain,bahkan diantara mereka pernah ada yang menjadi ulama’nya. Sehingga setelah ia memegang teguh agama islam ia mengingat-ingat kembali ajaran agamanya dan memasukkannya kedalam ajaran islam.
2. Golongan islam yang dulu, terutama mu’tazilah memusatkan perhatiannya untuk penyiaran islam dan membantah bagi mereka yang memusuhi islam. Menurut mereka, mereka tidak dapat melawan lawannya jika mereka tidak tahu pendapat apa yang digunakan lawannya. Dengan demikian mereka harus menyelami pendapat tersebut. Salah satu satunya yaitu penggunaan filsafat.
3. Sebagai kelanjutan dari sebab tersebut, para mutakalimin hendak mengimbangi lawan-lawannya yang menggunakan filsafat, maka mereka terpaksa mempelajari logika dan filsafat, terutama segi ketuhanan. Karena itu Annazam (tokoh Mu’tazilah) mempelajari buku-buku Aristoteles dan membantah pendapatnya, demikian juga dengan Abul Huzail Al-Allaf (tokoh Mu’tazilah).[xv]
E.     PERTUMBUHAN DAN PERKEMBANGAN ALIRAN-ALIRAN DALAM ILMU TAUHID/KALAM
Awal mula munculnya masalah teologi dalam islam memang, fakta sejarah menunjukkan, persoalan pertama yang muncul di kalangan umat islam yang menyebabkan kaum muslimin terpecah  ke  dalam  beberapa  firqah (kelompok / golongan) adalah persoalan politik. Dari masalah ini kemudian lahir berbagai kelompok dan aliran teologi dengan pandangan dan pendapat yang berbeda. Namun pertentangan yang tampak dalam ilmu tauhid adalah penggunaan dalil serta penafsirannya. Ada kelompok yang hanya memandang dalil dari sisi tekstual, ada yang mencoba menafsirkan dalil dengan pendapat mereka dengan menggunakan ilmu filsafat, dan ada pula yang mencoba mencari jalan tengah dengan penalaran dalil melalui filsafat yang masih terbentengi dengan dalil-dalil yang lain. Sehingga, dari tiap kelompok terdapat keyakinan yang berbeda dalam menentukan sikap dalam berdalil.[xvi]
Bagi kelompok yang hanya memandang dalil secara tekstual, akan menganggap kelompok lain yang menggunakan filsafat telah teersesat. Bagi yang menggunakan filsafat sebagai landasan hukumnya akan menganggap tidak bergunanya keilmuan tanpa adanya filsafat.
PERBEDAAN ANTARA FILSAFAT DAN ILMU KALAM.
Secara ringkas dapat dikemukakan bahwa perbedaan antara ilmu kalam dan filsafat adalah :
Dalam  ilmu  kalam,  filsafat  dijadikan  sebagai  alat  untuk membenarkan  ayat-ayat  al-Qur’an,  sedangkan  dalam  filsafat sebaliknya, ayat-ayat al-Qur’an dijadikan bukti untuk membenarkan hasil-hasil filsafat.
Pembahasan dalam ilmu kalam terbatas pada hal-hal yang tertentu saja. Masalah  yang  dimustahilkan  al-Qur’an  tidak dibahas oleh ilmu kalam tetapi dibahas oleh filsafat.[xvii]
ANALISIS
Secara jelas, al-qur’an dan hadits telah menyatakan bahwa manusia secara fitrah berkeyakinan tauhid. Manusia sejak zaman nabi Adam juga beragama tauhid. Namun seiring sejarah perjalanan manusia, akhirnya ajaran tauhid telah ditinggalkan. Manusia mulai mencari Tuhan selain Allah. Akhirnya, Allah mengutus para Nabi untuk membawa mereka kembali kefitrahnya, yakni beragama tauhid.
Terdapat beberapa faktor sejarah yang menyebutkan sebab-sebab manusia meninggalkan ajaran tauhid.
Pertama, sejarah telah memperlihatkan bagaimana hawa nafsu, kebencian dan kesombongan telah menyesatkan umat-umat terdahulu yang menyebabkan mereka menolak ajaran para Rasul Allah.
Kedua, manusia menyimpang dari ajaran tauhid Karena manusia tidak mendaya gunakan akal pikirannya secara maksimal atau berpikir dangkal tentang ke-Tuhan-an. Akibatnya, Tuhan ditafsirkan sesuai selera masing-masing.
Ketiga, manusia terlalu bebas menggunakan akal sampai memasuki wilayah yang tidak mampu dijangkau oleh akal. Mereka juga menggunakan akal sebagai tolok ukur dan pedoman untuk menentukan baik-buruk, salah-benar, manfaat dan tidak manfaat.
Ilmu kalam atau ilmu tauhid lahir guna memenuhi kebutuhan bathin yang gersang karena keingin tahuan mereka terhadap Allah. Namun, alasan yang paling mendasar dalam perkembangan ilmu kalam, sehingga lahir bermacam-macam aliran, adalah politik. Ketika tiap kubu mempertahankan keyakinan yang mereka anggap benar, maka mereka mencoba untuk mencari tiap jawaban demi membenarkan kelompok mereka dengan menggunakan ta’wil yang tak jarang ngawur. Sehingga tumbuh banyak pemikiran dalam tauhid atau ilmu kalam yang memihak pada salah satu kelompok pemikiran.
Dari waktu kewaktu, ketika banyak tantangan dalam ilmu kalam yang datang dengan lebih menggunakan rasio dari pada dalil, banyak ulama’ yang mencoba untuk tercebur kedalamnya. Sehingga dalam perkembangannya, ilmu kalam bercampur dengan ilmu logika. Dan selama akal masih berperan dalam ke-Tuhan-an, ilmu kalam tidak akan pernah sirna dari pikiran-pikiran yang mengelana mencari pencerahan.
PENUTUP
KESIMPULAN
Pada  dasarnya  setiap  manusia  mempunyai  fitrah  berupa kepercayaan terhadap adanya Tuhan. Para ahli Tafsir mengatakan, fitrah artinya ciptaan atau kejadian yang asli. Kalau ada manusia kemudian tidak beragama tauhid berarti telah terjadi penyimpangan dari fitrahnya. Hal ini disebabkan oleh pengaruh lingkungan tempat ia hidup, pemikiran yang menjauhkan dari agama tauhid dan sebagainya. Karena naluri beragama tauhid merupakan fitrah maka ketauhidan dalam diri seseorang telah ada sejak ia dilahirkan, untuk menyalurkan dan memantapkan naluri itu, Allah SWT mengutus Nabi atau Rasul yang memberikan bimbingan dan petunjuk ke jalan yang benar sehingga manusia terhindar dari kesesatan.
Tauhid tidak hanya sekedar diketahui dan dimiliki oleh Seseorang, tetapi lebih dari itu, ia harus dihayati dengan baik dan benar, kesadaran  seseorang akan tugas dan kewajiban sebagai hamba Allah akan muncul dengan sendirinya. Hal ini nampak dalam hal pelaksanaan ibadat, tingkah laku, sikap, perbuatan, dan perkataannya sehari-hari. Maksud dan tujuan tauhid bukanlah sekedar mengakui bertauhid saja tetapi lebih jauh dari itu.
Ilmu tauhid merupakan ilmu yang membicarakan tentang cara-cara menetapkan akidah agama dengan mempergunakan dalil-dalil yang meyakinkan, baik dalil naqli, maupun dalil aqli.
Ilmu ini dinamakan tauhid karena pembahasannya yang paling menonjol adalah menyangkut pokok-pokok ke-Esa-an Allah yang merupakan landasan pokok agama Islam, dan menyangkut agama yang benar yang telah dibawakan oleh para Rasul Allah.
Ilmu ini tumbuh bersama-sama dengan tumbuhnya agama di dunia ini, sebagaimana tumbuhnya agama Islam. Pertumbuhan ilmu tauhid ini dipengaruhi oleh perkembangan jalan pikiran dan keadaan umat Islam dari masa ke masa. Dan dipengaruhi oleh beberapa faktor baik dari dalam Islam maupun dari luar.
Pengaruh yang paling dominan dalam perkembangan ilmu kalam ini adalah politik. Ketika satu aliran mencoba membenarkan faham yang dianut dan mencoba untuk menangkis serangan sesat dari aliran lain, telaah keilmuan semakin mendalam dengan banyak cara yang digunakan. Pentakwilan qur’an dengan metode yang mereka yakini mampu menyelamatkan mereka dari kesesatan aliran lain semakin berkembang. Meskipun pentakwilan mereka banyak yang tidak sesuai dengan Al-Qur’an dan Al-Hadis. Pembenaran atas pemahaman semakin melebarkan jurang perbedaan dalam tubuh Islam. Dan dari sini, pertumbuhan ilmu kalam semakin melebar dan berkembang.

Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…


[i] http://ilmutauhid.wordpress.com/2009/04/12/sejarah-perkembangan-ilmu-tauhid/. Di akses tanggal 17 April 2010.
[ii] Karen Amstrong. 2001. History of God. Terj. Zaimul ‘Am. Sejarah Tuhan. Cet. III. Bandung Mizan. Hal. 29
[iii] Purna Siswa Lierboyo 2008. 2008. ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern. Cet. I. Kediri, KAISAR. Hal. 2
[iv] Muhammad, Teungku Hasbi Ash Shiddieqy. Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Semarang: PT. Pustaka Rizki Putra. 2001.
[v] . ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Opcit. 31
[vi] Mulyadi. Aqidah Akhlak. Jakarta: tt. 2005.
[vii] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Op.cit. 22
[viii] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 17
[ix] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam. Opcit. 21
[x] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 31
[xi] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 22
[xii] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 12
[xiii] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern. Op.Cit. 35
[xiv]Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 45
[xv] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 49
[xvi] Sejarah & Pengantar Ilmu Tauhid/Kalam Op.cit. 75
[xvii] ALIRAN-ALIRAN TEOLOGI ISLAM, Sejarah, Manhaj, dan Pemikiran dari Masa Klasik sampai Modern Op.cit. 51


Tidak ada komentar:

Posting Komentar