Jumat, 18 Oktober 2013

Sekularisme dan Perkembangan Islam Di Prancis

Sekularisme dan Perkembangan Islam
Di Prancis

  1. PENGERTIAN SEKULARISME
Menurut Ensiklopedi Britania, menyebutkan bahwa “sekularisme” adalah sebuah gerakan kemasyarakatan yang bertujuan memalingkan dari kehidupan akhirat dengan semata –mata berorientasi kepada dunia. Gerakan ini dilancarkan karena pada abad-abad pertengahan, orang sangat cenderung kepada Allah dan hari akhirat dan menjauhi dunia. Sekularisme tampil untuk menghadapinya dan untuk mengusung kecendrungan manusia yang pada abad kebangkitan, orang menampakkan ketergantungan yang besar terhadap aktualisasi kebudayaan dan kemanusiaan dan kemungkinan terealisasinya ambisi mereka terhadap dunia. Lalu orientasi kepada sekularisme yang merupakan gerakan perlawan terhadap agama dan ajaran Masehi terus berlanjut di celah-celah sejarah modern seluruhnya[1].
Di Kamus Oxford, menyebutkan sebagai berikut, Sekularisme artinya bersifat keduniaan atau materialisme, bukan keagamaan atau keruhaniaan. Seperti pendidikan sekuler, seni atau musik sekuler pemerintahan sekuler, pemerintahan yang bertentangan dengan gereja. Sekularisme adalah pendapat yang mengatakan bahwa agama tidak layak menjadi fondasi akhlak dan pendidikan[2].
Sekularisme ialah memisahkan agama dari kehidupan individu atau sosial dalam artian agama tidak boleh ikut berperan dalam pendidikan, kebudayaan maupun dalam hukum.
Dalam melacak etimologi dari istilah sekuler, Nikki Keddie mencatat bahwa kata tersebut diturunkan dalam bahasa Inggris pertengahan dari bahasa Prancis Kuno ‘seculer’ (yang juga diturunkan dari istilah Latin ‘saecularis’). Kata ini asalnya merujuk pada para pendeta yang tidak terikat oleh aturan – aturan keagamaan dari kelompok kebiaraan (monastic order). Keddie menambahkan : Dalam bahasa Inggris pertengahan, ia dapat pula merujuk pada alam duniawi sebagai lawan kata dari yang Ilahi – alam suci dan ukhrawi yang secara historis di Eropa Barat dimonopoli oleh Gereja Katolik Roma[3].
Tahun yang dianggap sebagai cikal bakal munculnya sekularisme adalah 1648. Pada tahun itu telah tercapai perjanjian Westphalia. Perjanjian itu telah mengakhiri Perang Tiga Puluh Tahun antara Katholik dan Protestan di Eropa. Perjanjian tersebut juga telah menetapkan sistem negara merdeka yang didasarkan pada konsep kedaulatan dan menolak ketundukan pada otoritas politik Paus dan Gereja Katholik Roma (Papp, 1988). Inilah awal munculnya sekularisme. Sejak itulah aturan main kehidupan dilepaskan dari gereja yang dianggap sebagai wakil Tuhan. Asumsinya adalah bahwa negara itu sendirilah yang paling tahu kebutuhan dan kepentingan warganya, sehingga negaralah yang layak membuat aturan untuk kehidupannya. Sementara itu, Tuhan atau agama hanya diakui keberadaannya di gereja-gereja saja.
  1. PENGARUH SEKULARISME
Awalnya sekularisme memang hanya berbicara hubungan antara agama dan negara. Namun dalam perkembangannya, semangat sekularisme tumbuh dan berbiak ke segala lini pemikiran kaum intelektual pada saat itu. Sekularisme menjadi bahan bakar sekaligus sumber inspirasi ke segenap kawasan pemikiran. Paling tidak ada tiga kawasan penting yang menjadi sasaran perbiakan sekularisme[4], sebagaimana yang akan diungkap dalam tulisan ini:
  1. Pengaruh sekularisme di bidang Aqidah
Semangat sekularisme ternyata telah mendorong munculnya libelarisme dalam berfikir di segala bidang. Kaum intelektual Barat ternyata ingin sepenuhnya membuang segala sesuatu yang berbau doktrin agama (Altwajri,1997). Mereka sepenuhnya ingin mengembalikan segala sesuatunya kepada kekuatan akal manusia. Termasuk melakukan reorientasi terhadap segala sesuatu yang berkaitan dengan hakikat manusia, hidup dan keberadaan alam semesta ini (persoalan aqidah).
Altwajri memberi contoh penentangan para pemikir Barat terhadap faham keagamaan yang paling fundamental di bidang aqidah adalah ditandai dengan munculnya berbagai aliran pemikiran seperti: pemikiran Marxisme, Eksistensialisme, Darwinisme, Freudianisme dsb., yang memisahkan diri dari ide-ide metafisik dan spiritual tertentu, termasuk gejala keagamaan. Pandangan pemikiran seperti ini akhirnya membentuk pemahaman baru berkaitan dengan hakikat manusia, alam semesta dan kehidupan ini, yang berbeda secara diametral dengan faham keagamaan yang ada. Mereka mengingkari adanya Pencipta, sekaligus tentu saja mengingkari misi utama Pencipta menciptakan manusia, alam semesta dan kehidupan ini. Mereka lebih suka menyusun sendiri, melogikakannya sediri, dengan kaidah-kaidah filsafat yang telah disusun dengan rapi.
  1. Pengaruh sekularisme di bidang pengaturan kehidupan
Pengaruh dari sekularisme tidak hanya berhenti pada aspek yang paling mendasar (aqidah) tersebut, tetapi terus merambah pada aspek pengaturan kehidupan lainnya dalam rangka untuk menyelesaikan segenap persoalan kehidupan yang akan mereka hadapi. Hal itu merupakan konsekuensi logis dari ikrar mereka untuk membebaskan diri dari Tuhan dan aturan-aturanNya. Sebagai contoh sederhana yang dapat dikemukakan penulis adalah:
-          Di bidang pemerintahan
Dalam bidang pemerintahan, yang dianggap sebagai pelopor pemikiran modern dalam bidang politik adalah Niccola Machiavelli, yang menganggap bahwa nilai-nilai tertinggi adalah yang berhubungan dengan kehidupan dunia dan dipersempit menjadi nilai kemasyhuran, kemegahan dan kekuasaan belaka. Agama hanya diperlukan sebagai alat kepatuhan, bukan karena nilai-nilai yang dikandung agama itu sendiri (Nasiwan, 2003). Disamping itu muncul pula para pemikir demokrasi seperti John Locke, Montesquieu dll. yang mempunyai pandangan bahwa pemerintahan yang baik adalah pemerintahan konstitusional yang mampu membatasi dan membagi kekuasaan sementara dari mayoritas, yang dapat melindungi kebebasan segenap individu-individu rakyatnya. Pandangan ini kemudian melahirkan tradisi pemikiran politik liberal, yaitu sistem politik yang melindungi kebebasan individu dan kelompok, yang didalamnya terdapat ruang bagi masyarakat sipil dan ruang privat yang independen dan terlepas dari kontrol negara (Widodo, 2004). Konsep demokrasi itu kemudian dirumuskan dengan sangat sederhana dan mudah oleh Presiden AS Abraham Lincoln dalam pidatonya tahun 1863 sebagai: “pemerintahan dari rakyat, oleh rakyat dan untuk rakyat” (Roberts & Lovecy, 1984).
-          Di bidang Ekonomi
Dalam bidang ekonomi, mucul tokoh besarnya seperti Adam Smith, yang menyusun teori ekonominya berangkat dari pandangannya terhadap hakikat manusia. Smith memandang bahwa manusia memiliki sifat serakah, egoistis dan mementingkan diri sendiri. Smith menganggap bahwa sifat-sifat manusia seperti ini tidak negatif, tetapi justru sangat positif, karena akan dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan pembangunan secara keseluruhan. Smith berpendapat bahwa sifat egoistis manusia ini tidak akan mendatangkan kerugian dan merusak masyarakat sepanjang ada persaingan bebas. Setiap orang yang menginginkan laba dalam jangka panjang (artinya serakah), tidak akan menaikkan harga di atas tingkat harga pasar (Deliarnov, 1997).
-          Di bidang Sosiologi
Dalam bidang sosiologi, muncul pemikir besarnya seperti Auguste Comte, Herbert Spencer, Emile Durkheim dsb. Sosiologi ingin berangangkat untuk memahami bagaimana masyarakat bisa berfungsi dan mengapa orang-orang mau menerima kontrol masyarakat. Sosiologi juga harus bisa menjelaskan perubahan sosial, fungsi-fungsi sosial dan tempat individu di dalamnya (Osborne & Loon, 1999). Dari sosiologi inilah diharapkan peran manusia dalam melakukan rekayasa sosial dapat lebih mudah dan leluasa untuk dilakukan, ketimbang harus ‘pasrah’ dengan apa yang dianggap oleh kaum agamawan sebagai ‘ketentuan-ketentuan’ Tuhan.
-          Di bidang pengamalan Agama
Dalam pengamalan agama-pun ada prinsip sekularisme yang amat terkenal yaitu faham pluralisme agama yang memiliki tiga pilar utama (Audi, 2002), yaitu: prinsip kebebasan, yaitu negara harus memperbolehkan pengamalan agama apapun (dalam batasan-batasan tertentu); prinsip kesetaraan, yaitu negara tidak boleh memberikan pilihan suatu agama tertentu atas pihak lain; prinsip netralitas, yaitu negara harus menghindarkan diri pada suka atau tidak suka pada agama.
Dari prinsip pluralisme agama inilah muncul pandangan bahwa semua agama harus dipandang sama, memiliki kedudukan yang sama, namun hanya boleh mewujud dalam area yang paling pribagi, yaitu dalam kehidupan privat dari pemeluk-pemeluknya.
  1. Pengaruh sekularisme di bidang akademik
Di bidang akademik[5], kerangka keilmuan yang berkembang di Barat mengacu sepenuhnya pada prinsip-prinsip sekularisme. Hal itu paling tidak dapat dilihat dari kategorisasi filsafat yang mereka kembangkan yang mencakup tiga pilar utama pembahasan, yaitu (Suriasumantri, 1987): filsafat ilmu, yaitu pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan benar atau salah; filsafat etika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan baik atau buruk; filsafat estetika, pembahasan filsafat yang mengkaji persoalan indah atau jelek.
Jika kita mengacu pada tiga pilar utama yang dicakup dalam pembahasan filsafat tersebut, maka kita dapat memahami bahwa sumber-sumber ilmu pengetahuan hanya didapatkan dari akal manusia, bukan dari agama, karena agama hanya didudukkan sebagai bahan pembahasan dalam lingkup moral dan hanya layak untuk berbicara baik atau buruk (etika), dan bukan pembahasan ilmiah (benar atau salah).
Dari prinsip dasar inilah ilmu pengetahuan terus berkembang dengan berbagai kaidah metodologi ilmiahnya yang semakin mapan dan tersusun rapi, untuk menghasilkan produk-produk ilmu pengetahuan yang lebih maju. Dengan prinsip ilmiah ini pula, pandangan-pandangan dasar berkaitan dengan aqidah maupun pengaturan kehidupan manusia sebagaimana telah diuraikan di atas, semakin berkembang, kokoh dan tak terbantahkan karena telah terbungkus dengan kedok ilmiah tersebut.
Dari seluruh uraian singkat di atas, kita dapat menyimpulkan bahwa sekularisme telah hadir di dunia ini sebagai sebuah sosok alternatif yang menggantikan sepenuhnya peran Tuhan dan aturan Tuhan di dunia ini. Hampir tidak ada sudut kehidupan yang masih menyisakan peran Tuhan di dalamnya, selain tersungkur di sudut hati yang paling pribadi dari para pemeluk-peluknya yang masih setia mempertahankannya
  1. SEKULARISME DI PRANCIS
Inti dari faham sekularisme menurut An-Nabhani (1953) adalah pemisahan agama dari kehidupan (faşlud-din ‘anil-hayah). Menurut Nasiwan (2003), sekularisme di bidang politik ditandai dengan 3 hal, yaitu: (1). Pemisahan pemerintahan dari ideologi keagamaan dan struktur eklesiatik, (2). Ekspansi pemerintah untuk mengambil fungsi pengaturan dalam bidang sosial dan ekonomi, yang semula ditangani oleh struktur keagamaan, (3). Penilaian atas kultur politik ditekankan pada alasan dan tujuan keduniaan yang tidak transenden.
Praktek Sekularisme di Prancis[6]
  1. Korban-Korban Pelarangan Jilbab
Islamic Human Rights Commission, satu NGO Islam di Inggris, melaporkan (Januari 2003) bahwa telah 400 kasus terjadi di Perancis berkenaan dengan pelarangan jilbab ini sebelum dan sesudah pidato Chirac. Majalah Tarbawi (Januari 2004) menyebutkan bahwa sejumlah muslimah berjilbab diberhentikan dari tempat kerja di institusi pemerintahan dan pendidikan Perancis. Seorang anggota tim Juri pengadilan kota Bubini, Paris, juga dipecat dari pekerjaannya atas perintah jaksa agung Perancis, karena berjilbab. Menteri kehakiman Dominique Perben melarang perempuan berjilbab berada di gedung pengadilan. Ia mengatakan tidak dapat menerima simbol-simbol keagamaan ada di ruang pengadilan. Menlu Perancis Nicole Sarkozi mengungkapkan pada 19 April 2003 bahwa mereka yang mengenakan jilbab harus melepaskan jilbab bila terkait urusan kepolisian.
Doktor Yusuf Qardhawi dalam situs islamonline.com (majalah Tarbawi, Januari 2004) menyebutkan bahwa pelarangan Kerudung Panjang sama sekali bertentangan dengan prinsip kebebasan hidup modern, yakni kebebasan individu dan kebebasan beragama. "Ada kesalahan besar bila dikatakan Kerudung Panjang  adalah simbol keagamaan. Ini aneh. Kerudung Panjang  bukan simbol agama, tapi kewajiban. Tak ada terbetik dalam di pikiran seorang muslimah bahwa Kerudung Panjang  untuk menunjukkan keislaman seseorang. Kerudung Panjang  tidak sama dengan salib atau dengan kippa milik orang Yahudi," ujar Qardhawi.
  1. Pelanggaran Jilbab bertentangan dengan HAM
Pelarangan jilbab bertentangan dengan hak-hak sipil yang terkandung dalam beberapa instrumen HAM universal. Pasal 18 Deklarasi HAM Universal, 1948, menyebutkan bahwa : "Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani, dan agama; hak ini termasuk kebebasan menyatakan agama dan kepercayaannya dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan menepatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, dan di tempat umum maupun tersendiri." Muatan pasal ini hampir senada dengan pasal 9 Konvensi Eropa tentang Perlindungan Hak-hak Asasi Manusia dan Kebebasan Dasar tahun 1950. Sementara itu, pasal 18 ayat (2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik tahun 1966 menambahkan bahwa tidak seorang-pun boleh dikenakan pemaksaan yang akan mengganggu kebebasannya untuk menganut atau memeluk suatu agama atau kepercayaan pilihannya sendiri.
  1. Koran Perancis tidak ketinggalan Islam Phobia
[Al Islam 580] Barat kembali menunjukkan watak kebenciannya terhadap Islam. Sebuah majalah Prancis, Charlie Hebdo membuat edisi terbaru dengan mengklaim sebagai "majalah Syariah Mingguan", mencantumkan nama Nabi Muhammad SAW sebagai pemimpin redaksi dan redaktur tamu (Republika.co.id, 2/11). Sampul majalah itu menunjukkan Nabi saw mengatakan: "100 cambukan jika anda tidak tertawa". Lalu, ada sebuah
halaman berisi gambar hidung Nabi Muhammad yang memerah, di bawahnya tertulis, "Ya, Islam identik dengan humor". Dalam pernyataannya majalah itu dikeluarkan untuk menyambut dengan sindiran kemenangan partai an-Nahdhah dalam pemilu Tunisia.
Itulah pelajaran yang dapat dipetik dari pelaksanaan Sekularisme di Perancis[7], bahwa sekularisme itu tidaklah steril dari sikap diskriminatif, bahkan dijuruskan pada Islam phobia. Pantaslah hal itu mengundang reaksi kemarahan dari kaum Muslim di Prancis. Menurut Ahmed Dabi, aktivis pembela hak Muslim Perancis, majalah itu sengaja memprovokasi kemarahan dan ketidaksukaan terhadap Muslim. 
  1. PERKEMBANGAN ISLAM DI PRANCIS
Islam adalah agama yang damai, universal, dan rahmat bagi seluruh alam. Karena dasar itu, agama Islam pun dapat diterima dengan baik di berbagai belahan muka bumi ini. Mulai dari jazirah Arabia, Asia, Afrika, Amerika, hingga Eropa.
Pada abad ke-20, Islam berkembang dengan sangat pesat di daratan Eropa. Perlahan-lahan, masyarakat di benua biru yang mayoritas beragama Kristen dan Katholikini mulai menerima kehadiran Islam. Tak heran bila kemudian Islam menjadi salah satuagama yang mendapat perhatian serius dari masyarakat Eropa.
Di Prancis, Islam berkembang pada akhir abad ke-19 dan awal ke-20 M. Bahkan, pada tahun 1922, telah berdiri sebuah masjid yang sangat megah bernama Masjid Raya Yusuf di ibu kota Prancis, Paris. Hingga kini, lebih dari 1000 masjid berdiri di seantero Prancis.Di negara ini, Islam berkembang melalui para imigran dari negeri Maghribi, seperti Aljazair, Libya, Maroko, Mauritania, dan lainnya. Sekitar tahun 1960-an, ribuan buruh Arab berimigrasi (hijrah) secara besar-besaran ke daratan Eropa, terutama di Prancis[8].
Saat ini, jumlah penganut agama Islam di Prancis mencapai tujuh juta jiwa. Dengan jumlah tersebut, Prancis menjadi negara dengan pemeluk Islam terbesar di Eropa. Menyusul kemudian negara Jerman sekitar empat juta jiwa dan Inggris sekitar tiga juta jiwa.
Peran buruh migran asal Afrika dan sebagian Asia itu membuat agama Islam berkembang dengan pesat. Para buruh ini mendirikan komunitas atau organisasi untuk mengembangkan Islam. Secara perlahan-lahan, penduduk Prancis pun makin banyak yang memeluk Islam.
Karena pengaruhnya yang demikian pesat itu, Pemerintah Prancis sempat melarang buruh migran melakukan penyebaran agama, khususnya Islam. Pemerintah Prancis khawatir organisasi agama Islam yang dilakukan para buruh tersebut akan membuat pengkotak-kotakan masyarakat dalam beberapa kelompok etnik. Sehingga, dapat menimbulkan disintegrasi dan dapat memecah belah kelompok masyarakat.
Tak hanya itu, pintu keimigrasian bagi buruh-buruh yang beragama Islam pun makin dipersempit, bahkan ditutup. Meski demikian, masyarakat Arab yang ingin berpindah ke Prancis tetap meningkat. Pintu ke arah sana semakin terbuka.
Sebuah kajian memprediksikan bahwa jumlah umat Islam akan semakin bertambah tiga kali lipat sampai tahun 2020 mencapai sekitar 20 juta warga muslim, disebabkan populasi mereka yang cepat dan besar, banyak pendatang muslim dan juga banyak warga asli yang masuk Islam. Oleh karena itu, warga muslim di sana tidak bisa diremehkan dan tidak mungkin diabaikan, lebih khusus mereka mewakili 17% dari pekerja di militer Perancis.
Faktanya, para imigran yang mempunyai andil dalam penyebaran islam di Perancis kebanyakan berasal dari negara-negara jajahan Perancis yang mayoritas muslim yaitu Aljazair, Maroko dan Tunisia.
Adapun beberapa faktor pendukung berkembangnya Islam di Prancis[9], diantaranya adalah :
  1. Faktor Internal
  1. Tempat Ibadah
Fungsi Masjid di Prancis merupakan tempat mempertemukan berbagai macam bangsa yang berasal dari berbagai komunitas muslim di dunia yang ssudah menetap dan menjadi warga muslim Prancis.
  1. Organisasi Islam
Oranisasi Islam mempunyai peran penting dalam berbagai kegiatan dalam memobilisasi komunitas muslim yang tersebar di beberapa tempat di Prancis. Keberadaan organisasi Islam di Prancis dipengaruhi oleh keberadaan Masjid Agung Paris yang menjadi pusat Muslim. Di antara organisasi yang dibentuk merupakan bentukan dari komunitas muslim dari berbagai negara seperti :
-          Islam Maghrib : Berasal dari negara Afrika Utara seperti Aljazair, Tunisia, dan Maroko. Mereka membentuk organisasi yang bernama GIF (Groupment Islamique en France).
-          Islam Afrika : Dibentuk oleh Imigran Islam Afrika, organisasi yang paling dikenal adalah Association de Renovation de l’alliance Islamique atau Perkumpulan Pembaruan Persekutuan Muslim.
-          Islam Turki : Didirikan oleh masyarakat Muslim Turki dengan nama Union des Centres Cultures Islamique atau Persekutuan Pusat – Pusat Kebudayaan Islam.
-          Islam Asia dan Eropa : Mahasiswa Iran yang mendominasi pelajar yang menuntut ilmu di Prancis mempelopori terbentuknya Organisasi Association des Etudiants Islamique en France atau Perkumpulan Mahasiswa Islam di Prancis.
-          Islam Prancis : Terdapat dua organisasi yang cukup populer di kalangan umat Islam di Prancis bahkan di tingkatan pemerintahan mereka mempunyai wakil. Organisasi tersebut adalah Federation Nationale des Musulmans de France (FNMF) atau Federasi Nasional Muslim Prancis dan Union des Oraginisations Islamiques de France (UOIF) atau Perkumpulan Organisasi – organisasi Islam di Prancis.
  1. Praktek Islam
Praktek Islam di Prancis dibagi menjadi pada 3 praktek keagamaan, diantaranya :
-          Praktek Daerah
Praktek di daerah adalah praktek keagamaan yang dilakukan oleh sebuah kelompok atau individu dalam sebuah daerah dengan menyesuaikan diri di tempat mereka menetap. Upaya ini adalah usaha umat Islam dalam menyesuaikan diri secara sosial dan politik dengan pemerintah dan berbagai partai politik di Prancis.
-          Praktek Kelompok Umur
Praktek kelompok umur adalah praktek keagamaan yang dibedakan dalam perbedaan usia antara kaum muda dan kaum tua. Kaum tua dalam prakteknya lebih bersifat tenang, sedangkan kalangan muda lebih terbuka.
-          Praktek Sektoral
Praktek sektoral lebih bersifat politik sebagai upaya pemerintah, perusahaan negara dan swasta untuk memenuhi hak – hak pekerjanya. Para pekerja dibuatkan tempat ibadah beragam mulai dari masjid, musholla bahkan ruang bawah tanah sebagai fasilitas tempat ibadah.
  1. Eksternal
  1. Migrasi Muslim ke Prancis
Keberadaan imigran muslim di Prancis mempengaruhi tumbuh dan perkembang pesatnya umat Islam. Migrasi pertama pada tahun 1920-an sampai 1930-an lalu migrasi berikutnya pada tahun 1950-an setelah Perang Dunia II berakhir.
Faktor yang mempengaruhi[10]  warga Perancis masuk Islam adalah, pertemanan, yaitu pertemanan warga muslim dengan non muslim. Umat Islam dikenal sangat toleran, memiliki akhlak yang baik, taat beribadah , tidak minum alkohol dan tidak melakukan tindak kejahatan pidana. Radio “Suara Perancis” memainkan peranan yang sangat penting di dalam proses masuknya warga Perancis kepada Islam. Direktur bagian Acara radio ini, Sami Abdus Salam mengatakan bahwa siaran radio ini sasarannya untuk komunitas muslim yang berada di masyarakat Perancis  berupa nasehat, arahan, dsikusi, dialog seputar permasalahan sosial dan keagamaan, selama delapan belas (18) jam secara live.
Dari hasil siaran itu, banyak dari kalangan pemuda muslim, sekitar 99% tidak mau makan daging babi. Selain itu, bertambahnya orang yang masuk Islam setiap hari dari warga asli Perancis, karena mereka melihat keadilan Islam yang disiarkan melalui radio. Jumlah populasi umat Islam di Perancis lebih dari 6 juta orang, 10% dari total jumlah penduduk Perancis. Mereka mempunyai jumlah suara dalam pemilu sebesar 1,8 Juta suara. Mereka berasal dari 53 negara yang berbeda, dan 21 bahasa yang berbeda. Keturunan Al Jazair termasuk yang paling dominan.
  1. KETERKAITAN SEKULARISME DENGAN ISLAM DI PRANCIS
Pemerintah Perancis melarang penggunaan cadar di tempat umum. Namun, mereka menyatakan bahwa Perancis tidak menentang Islam.
”Menjadi kewajiban pemerintah agar tiap pemeluk agama (termasuk Islam) dapat menjalankan ibadahnya,” kata Bernard Godard, Kepala Misi Agama Islam pada Kementerian Dalam Negeri Perancis, Senin (20/6).
Dijelaskan, sesuai dengan prinsip sekularisme (laicite) yang dianut Perancis, maka negara memegang teguh netralitas. ”Pemerintah tidak ikut campur dalam urusan agama. Pemerintah tidak memiliki hak untuk mencampuri masalah internal sebuah agama, juga tidakberhak mencampuri organisasi internal agama tersebut.”
Aspek lain dari sekularisme Perancis, kata dia, adalah adanya keseimbangan antaragama dan juga penghormatan terhadap agama-agama tersebut sehingga tidak ada agama yang lebih difavoritkan dibanding lainnya.
Seringkali, katanya, orang di Perancis dan negara lain menganggap bahwa sekularisme ala Perancis adalah terhapusnya agama dari lingkungan umum. ”Itu salah,” ujarnya. Justru menjadi kewajiban pemerintah untuk menjamin agar tiap pemeluk agama bisa menjalankan aktivitas keagamaannya[11].
Mengisi kesenjangan spiritual di tanah air mereka yang sekuler, semakin banyak warga Prancis yang memilih untuk masuk Islam, menjadi anti tesis dari sikap bermusuhan pemerintah dan sebagian masyarakat Prancis terhadap agama Islam.
“Fenomena mualaf meningkat secara signifikan dan sangat mengesankan, terutama sejak tahun 2000,” kata Bernard Godard, yang bertanggung jawab atas isu-isu agama di Kementerian Dalam Negeri Prancis mengatakan kepada surat kabar New York Times pada hari Senin 4 Februari 2013.
Estimasi menunjukkan bahwa sekitar 150 prosesi masuk Muslim diadakan setiap tahun di sebuah masjid di Créteil.
Meskipun relatif kecil secara total jumlah penduduk di Prancis, jumlah warga Prancis yang menjadi mualaf menyajikan tantangan bagi pemerintah Prancis karena meningkatnya umat Islam dua kali lipat dalam 25 tahun terakhir.
Menurut Godard, dari enam juta Muslim yang diperkirakan ada di Prancis, sekitar 100.000 nya adalah mualaf, dibandingkan dengan sekitar 50.000 pada tahun 1986.
Namun Asosiasi Muslim Prancis mengatakan jumlah itu lebih tinggi bahkan mencapai 200.000 mualaf. Menyoroti meningkatnya jumlah mualaf, banyak para pakar menyebut fenomen tersebut sebagai perubahan besar dalam masuk Islamnya warga Prancis.
“Di Marseille, di pantai selatan Prancis, jumlah mualaf telah meningkat dengan kecepatan yang luar biasa dalam tiga tahun terakhir,” kata Abderrahmane Ghoul, imam masjid Marseille dan presiden cabang lokal dari Dewan Iman Muslim Prancis. Ghoul menyatakan bahwa dirinya menandatangani sekitar 130 sertifikat mualaf pada tahun 2012 lalu.
Banyaknya warga Prancis yang masuk Islam juga didorong oleh sekularisme resmi yang ada di Prancis, yang pada akhirnya melahirkan kekosongan spiritual. “Sekularisme telah menjadi antireligius,” kata Hassen Chalghoumi, imam di Drancy, pinggiran kota dekat Paris “Akibat dari semua itu akhirnya menciptakan sebuah fenomena yang berlawanan. Ini lah yang menyebabkan banyak warga Prancis menemukan Islam dan akhirnya masuk Islam.”

Semoga apa yang kami posting pada blog ini bermanfaat bagi pembacanya….!!!
Amien yaa Robbal Alamien…

[1] http://id.scribd.com/doc/66251294/PENGERTIAN-SEKULARISME diakses pada 25  April 2013,  pukul  08.38 PM 
[2] http://id.scribd.com/doc/66251294/PENGERTIAN-SEKULARISME diakses pada 25  April 2013,  pukul  08.42 PM 
[3] Nader Hasmeni, Islam, Sekularisme, dan Demokrasi Liberal (Menuju Teori Demokrasi Dalam Masyarakat Muslim). Gramedia (Jakarta : 2011). Hal. 173
[4] Mudzhar, M. Atho, Pendekatan Studi Islam dalam Teori dan Praktek, Pustaka Pelajar, (Yogyakarta : 1998), Cet. II.

[5] Altwajri, Ahmed O. Islam, Barat dan Kebebasan Akademis. Titian Ilahi Press. Jogjakarta: 1997.

[6] http://waii-hmna.blogspot.com/2011/11/1001-pelajaran-dari-pelaksanaan.html diakses pada tanggal 2 Mei 2013, Pukul 09.29 PM
[7] http://waii-hmna.blogspot.com/2011/11/1001-pelajaran-dari-pelaksanaan.html diakses pada tanggal 2 Mei 2013, Pukul 08.36 PM
[8] http://yunalisra.blogspot.com/2009/07/ternyata-prancis-adalah-kota-islam.html diakses pada tanggal 30 April 2013, Pukul. 08.30 PM
[9] Saenal Abidin, Skripsi : “Perkembangan Islam di Prancis”, Fak. Adab UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta: 2007. Hal. 48 - 59
[10] http://vienmuhadi.com/2011/09/20/mencermati-perkembangan-islam-di-perancis-5/ diakses pada tanggal 30 April 2013, Pukul. 08.25 PM
[11] http://www.fimadani.com/junjung-sekularisme-perancis-tidak-menentang-islam/ diakses pada tanggal 7 Mei 2013, Pukul. 08.31 PM
[12] http://islampos.com/sekularisme-menyebabkan-banyak-warga-prancis-memilih-masuk-islam-41946/ diakses pada tanggal 7 Mei 2013, Pukul. 08.38 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar